Mohon tunggu...
Tatang  Hidayat
Tatang Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Student Rihlah Indonesia

Tatang Hidayat, bergiat di Student Rihlah Indonesia. Ia mulai menulis sejak SD, ketika masa SMK ia diamanahi menjadi pimpinan redaksi buletin yang ada di sekolahnya. Sejak masuk kuliah, ia mulai serius mendalami dunia tulis menulis. Beberapa tulisannya di muat diberbagai jurnal terakreditasi dan terindeks internasional, buku, media cetak maupun online. Ia telah menerbitkan buku solo, buku antologi dan bertindak sebagai editor buku dan Handling Editor Islamic Research: The International Journal of Islamic Civilization Studies. Selain menulis, ia aktif melakukan jelajah heritage ke daerah-daerah di Indonesia, saat ini ia telah mengunjungi sekurang-kurangnya 120 kab/kota di Indonesia. Di sisi lain, ia pun telah melakukan jelajah heritage ke Singapura, Malaysia dan Thailand. Penulis bisa di hubungi melalui E-mail tatangmushabhidayat31@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Hari Pertama di Lombok NTB: Mengenal Asal Muasal Pulau Seribu Masjid dan Makanan Khasnya

24 Juli 2021   10:12 Diperbarui: 24 Juli 2021   10:52 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Hubbul Wathan Islamic Centre (Dokumentasi Pribadi)

Selama abad 19 tidak ada pembangunan fasilitas pelabuhan, padahal lalu lintas angkutan barang ke Jembatan Merah terus meningkat. Sementara rencana pembangunan pelabuhan yang disusun Ir.W.de.Jongth dibiarkan terlantar. Pada sepuluh tahun pertama abad ke-20 Ir.W.B. Van Goor membuat rencana yang lebih realistik yang menekankan suatu keharusan bagi kapal- kapal samudera untuk merapatkan kapalnya pada kade/tambatan. Dua orang ahli didatangkan dari Belanda yaitu Prof. DR. Kraus dan G.J. de Jong untuk memberikan suatu saran mengenai rencana pembangunan Pelabuhan Tanjung Perak (jawatimuran.disperpusip.jatimprov.go.id, 30/5/2013).

Setelah tahun 1910, pembangunan pisik Pelabuhan Tanjung Perak dimulai, dan selama dilaksanakan pembangunan ternyata banyak sekali permintaan untuk menggunakan kade/tambatan yang belum seluruhnya selesai itu. Dengan selesainya pembangunan kade/tambatan, kapal-kapal Samudera dapat melakukan bongkar muat di pelabuhan. Pelabuhan Kalimas selanjutnya berfungsi untuk melayani angkutan tradlslonal dan kapal-kapal layar, sementara pelabuhan yang terletak dl Jembatan Merah secara perlahan mulal ditinggalkan (jawatimuran.disperpusip.jatimprov.go.id, 30/5/2013).

Sejak saat itulah, Pelabuhan Tanjung Perak telah memberikan suatu kontribusl yang cukup besar bagi perkembangan ekonomi dan memiliki peranan penting, tidak hanya bagi peningkatan lalu lintas perdagangan di Jawa Timur tetapi juga bagi seluruh Kawasan Timur Indonesia. Untuk mendukung peranan itu pada tahun 1983 telah diselesaikan pembangunan terminal antar pulau yang kemudian diberi nama terminal Mirah. Untuk keperluan pelayanan penumpang kapal laut antar pulau juga dibangun terminal penumpang yang terletak di kawasan Jamrud bagian utara. Berdampingan dengan terminal penumpang antar pulau dibangun pula terminal ferry untuk pelayanan penumpang Surabaya Madura yang beroperasi 24 jam penuh (jawatimuran.disperpusip.jatimprov.go.id, 30/5/2013).

Seiring dengan berjalannya waktu pelabuhan Tanjung Perak telah pula membuktikan peranan strategisnya sebagai pintu gerbang laut nasional (Gateway Port). Untuk itu dipersiapkanlah pembangunan terminal petikemas bertaraf internasional yang pelaksanaan pisiknya dapat diselesaikan pada tahun 1992. Terminal petikemas itu saat ini dikenal dengan nama Terminal Petikemas Surabaya (jawatimuran.disperpusip.jatimprov.go.id, 30/5/2013)..

Tanjung Perak merupakan pelabuhan terbesar dan tersibuk kedua di Indonesia setelah Pelabuhan Tanjung Priok dan juga sebagai pusat perdagangan menuju kawasan Indonesia bagian timur. Pelabuhan Tanjung Perak menjadi kantor pusat PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia III.

Senja Kamis (27/6/2019) baru saja kapal meninggalkan pelabuhan Tanjung Perak, ketika daratan pulau Jawa sudah hilang di pandangan mata dan langit mulai gelap, suasana seketika syahdu dan hening, mendengarkan suara adzan Maghrib bersahutan saat senja meskipun kalah keras dengan suara mesin kapal. Setelah matahari terbenam total dan warna si merah jingga tak terlihat lagi di ufuk barat sana, segera saya menuju mushola kapal. Inilah peristiwa pertama saya bisa melaksanakan shalat berjama'ah di atas laut, meskipun sebenarnya ini bukanlah pengalaman naik kapal pertama kali. Namun untuk bisa shalat di atas laut ini baru pertama kali.

Beberapa jama'ah antri untuk melaksanakan shalat Maghrib kala itu, mushola penuh setiap waktu shalat, ada rasa haru dan bangga melihat orang dari berbagai suku bisa melaksanakan shalat berjama'ah dalam satu tempat, karena memang seperti inilah penampilan Islam meskipun berbeda beda tetapi bisa disatukan dengan ajaran Baginda Nabi Agung Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. 

Semakin malam udara semakin dingin, angin laut malam itu seolah menembus ke setiap pori pori yang ada di tubuh, tidak terasa kelalahan sejak tadi pagi menelusuri jejak-jejak sejarah di Surabaya mulai menyerang, rasa kantuk yang tidak tertahan akhirnya mengantarkanku untuk berkelana ke alam mimpi sembari ditemani suara mesin kapal dan deburan ombak. Kalau boleh jujur sebenarnya malam itu tidur saya tidak nyenyak, di samping karena saya tidur di kursi kantin kapal, terus angin laut dan cuaca dingin di lautan membuat tubuh saya menggigil, tetapi tidak mengapa itu semua menjadi pengalaman berharga bagi saya untuk diceritakan kepada anak cucu kelak.

Jum'at (28/6/2019) saat saya sedang berkelana di alam mimpi, tak terasa waktu Shubuh akan segera tiba, segera saya menuju mushola untuk melaksanakan shalat qiyamul lail sembari menunggu shalat Shubuh berjama'ah beserta penumpang lainnya. Tak ku sangka, ternyata mushola itu sudah penuh dengan beberapa jama'ah, padahal shalat Shubuh masih lama didirikan, ya ghirah umat dalam melaksanakan ibadah meskipun dalam perjalanan namun tetap tidak ketinggalan, beginilah wajah Islam yang sesungguhnya, meskipun sedang dilanda kesulitan dalam perjalanan, namun untuk urusan ibadah tetap tidak boleh terlewatkan.

Waktu Shubuh saat itu merupakan Shubuh yang sangat berkesan bagi saya, bagaimana tidak shalat dilaksanakan dalam keadaaan terombang ambing di hamparan luasnya lautan ibu pertiwi yang saya pun tidak tahu sedang di sebelah mana saat itu. Ba'da shalat Shubuh saya isi kegiatan dengan membaca Alquran sekaligus mentadaburinya dan mentafakuri perahu yang berlayar di luasnya lautan ibu pertiwi.

Ketika saya tadaburi beberapa ayat Alquran, cahaya matahari pagi itu mulai menembus setiap lorong jendela mushola kapal, dan ketika saya keluar pandanganku dimanjakan dengan keindahan luar biasa terbitnya matahari dari ufuk timur yang menerangi gelapnya negeri timur jauh, begitu jelas seolah matahari keluar dari hamparan lautan ibu pertiwi, namun saya sangat menyesal tidak bisa mengabadikan momen tersebut karena HP saya habis baterainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun