Rasa prihatin bercampur kesal bersemayam dihati. Bagaimana tidak,  tindakan asusila terhadap anak terus terjadi di Langkat, Kabupaten yang dikenal sebagai Kabupaten Relijius dan Bermartabat. Baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku dan korban.  Memang dirasa sangatlah pantas jika status Kabupaten/Kota Percepatan Layak Anak bagi Langkat dicabut. Karena sepertinya untuk mencapai predikat KLA (Kota Lanyak Anak ) itu bagaikan mimpi yang tak akan kesampaian. Hal ini bukanlah  sebuah frase psimistis namun sebuat frase yang terbangun dari kondisi yang terjadi di Kabupaten Langkat. Cita-cita yang tak sebanding dengan upaya.
Masih tingginya angka tindakkan kekerasan dan pelececahan seksual pada anak di Langkat membuktikan ketidak seriusan Pemerintah Daerah dalam upaya Percepatan Kota Layak Anak menuju Kabupaten Layak  Anak  atau lebih dari itu bukti ketidak mampuan Pemerintah Kabupen langkat dalam menjamin keamanan terhadap anak di Langkat.Â
Semakin miris terasa, melihat kenyataan bahwa tindakan kejahatan seksual/pencabulan pada anak tersebut bukan hanya dilakukan oleh orang awam, namun juga dilakukan oleh pejabat Desa dan orang yang diharapkan mampu mendidik untuk mencerdaskan anak. Seperti tidakan kejahatan seorang Kepala Desa, Kepala Desa Harapan Maju Kecamatan Sei Lepan  dan  juga Guru SD Negeri  Dusun V Kampung Baru Pangkalan Siata  Kecamatan Pangkalan Susu dan bahkan kasus pencabulan yang diduga dilakukan oleh oknum kepala sekolah SD Negeri di Buluh Telang, Dusun Sido Bangun, Desa  Tanjung Selamat, Kecamatan Padang Tualang. Mungkin masih banyak lagi kasus pencabulan anak di Langkat yang belum atau tidak terungkap.
Lantas bagaimana dengan Visi-Misi Kabupaten Langkat yang relijius itu, atau itu hanya lembaran tanpa makna, sebagai pelangkap pemenuhan persyaratan ketika mencalokan sebagai Bupati dan Wakil Bupati.  Kita belum melihat uapaya mewujudkan visi-misi tersebut itu berjalan dengan maksimal dengan sepenuh hati.  Apakah wujud dari upaya merelijiuskan Kabupaten Langkat itu,  hanya dengan mengHajikan atau mengUmrohkan seseorang?. Bagaimana mungkin kita berteriak-teriak mengatakan Kabuten Langkat, Kabupaten yang relijius sementara tindak asusila pada anak anak  terus terjadi. di Langkat Dimana keamananan bagi anak-anak Langkat diragukan, setiap saat bisa mendapatkan perlakuan kekerasan dan pelecehan seksual. Begitu ambigu terasa.
Sampai kapan kondisi seperti ini terus kita dibiarkan tanpa ada suatu tindakan yang serius dari semua pihak, terutama pihak-pihak yang berwenang. Apakah penyelesaian permasalahan ini hanya bertumpu pada tindakkan hukum tanpa ada upaya nyata dalam hal pencegahan. Tentunya tindakan penyelesaian hanyalah menyelesaikan persolanan kejahatan yang dilakukan oleh pelaku saja. Â Bagaimana dengan korban? Â Yang notabennya masih anak-anak berusia belasan tahun atau belum megenap berusia 10 tahun. Bagaimana goncangan kejiwaan yang mereka rasakan? Bagaimana langkah mereka memperjuangkan masa depan mereka yang masih panjang. Â Atau kita ingin melihat cahaya-cahaya yang mati dari anak-anak Kabupaten Langkat. Atau semua ini akan terus kita biarkan sampai anak-anak kita yang menjadi korban?.
Sajak Sianak Malang
Tuhan,,
Kata mereka sekolah adalah tempat teraman,
Rumah adalah istana,
Tempat bermain adalah taman kebahagiaan,
Namun mengapa tidak bagi ku.
Apakah ini takdirMu untuk ku?
Jika benar begitu,
mengapa dijatuhkan kepadaku,
Tangan ku masih teramat lemah,
Tak kuasa melawan.
Jika memang ini takdir ku,
Sungguh aku tak ingin dilahirkan kedunia ini.
Sebagai anak aku hanya ingin diasuh dengan kasih,
Dirawat dengan cinta,
Tuhan....
Kini aku kehilangan cahaya,
Padangan ku gelap,
Masa depan ku gelap,Â