Tentunya kita mengetahui bahwa Kabupaten Langkat, salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara merupakan Kabupaten yang memiliki ciri khas kemelayuan. Sebuah Kabupaten yang dilatar belakangi oleh kerajaan Melayu yaitu Kesultanan  Langkat. Kesultanan Langkat merupakan Kerajaan Monarki tertua di antara monarki-monarki Melayu di Sumatera Timur.Â
Maka sudah sangat pantaslah Kabupaten Langkat disebut dengan tanah Melayu. Sebagai daerah yang dikenal dengan kemelayuannya tersebut tentulah ini merupakan aset yang seharusnya mampu dikelola dengan baik oleh seluruh stakeholder di Kabupaten Langkat. Dalam hal implementasi pembangunan daerah, juga selayaknya tidak  boleh lepas dari falsafah Melayu yang cukup dikenal  diantaranya adalah Tak akan Hilang Melayu Dibumi, falsafah inilah yang seharusnya menjadi ruh dari pembangunan Kabupaten Langkat.
Nilai-nilai budaya dan identitas daerah yang terkandung dalam falsafah tersebut selanjutnya akan mewarnai segala sendi  kehidupan dalam berbagai bentuk aktivitas, baik Pemerintahan, Pendidikan, Sosial dan kehidupan bermasyarakat, serta artefak seni-budaya daerah yang diwujudkan dengan ciri khas kemelayuannya.Â
Julukan sebagai  kota sejarah,  kota pelajar/mahasiswa, dan pusat keagamaan, Budaya haruslah  dihidupkan kembali  ditengah arus modernisasi yang terus melaju, bukan tidak mungkin apabila dasar falsafah yang dimiliki ini tidak disertakan dalam perencanaan pembangunan di berbagai bidang  akan berdampak pada tergerusnya nilai-nilai kearifan dan budaya lokal.
Telah kita ketahui bersama bahwa  identitas dan nilai-nilai budaya lokal merupakan ciri khas yang dimiliki suatu daerah  merupakan modal pembangunan yang dimiliki suatu daerah. Pebedaan karakter  satu daerah  dengan daerah lainnya tentunya mempunyai perbedaan sosio-kultur sekaligus memperkaya nilai suatu daerah bahwa segala sesuatu yang terkandung didalamnya memiliki nilai-nilai sebagai karakter yang melekat.Â
Tentunya ini menjadi penting, kita harus menyadari bahwa jati diri dan seni-budaya lokal sangat perlu untuk dilestraikan dan dikembangkan sesuai era kekinian. Ikon-ikon Langkat yang menjadi ciri khas daerah misalnya Mesjid-mesjid warisan kesultanan Langkat, harus mendapat perhatian tersendiri, Rumah-rumah kedatukan, dan artefak kesultanan Langkat lainnya.Â
Selain dari pada itu harus ada upaya untuk membangkitkan lagi jajanan kuliner khas melayu, seperti Halua, Kue Rasida, Â dan jenis makan khas melayu lainnya.
Langkah upaya melestarikan dan megembangkan budaya bukanlah hanya sebatas formalitas dan hanya berlaku atas dasar s instruksional saja. Namun bagaimana upaya tersebut dilakukan atas kesadaran bersama dan kebanggaan atas warisan budaya lokal. Belakangan ini kalau boleh diamati, upaya gerakan melestarikan dan mengembangkan budaya lokal Langkat baru sebatas penampilan, pameran/pentas dan lomba atau pada event tertentu.Â
Di kalangan birokrat daerah "mengenakan pakaian adat" hanya setahun sekali pada saat perayaan Hari Jadi Langkat. Â Tentunya harapan kedepannya upaya pelestarian budaya tersebut tidak dihanya berhenti sampai disitu. Pelestarian juga harus masuk pada kehidupan non formal masyarakat Langkat.Â
Pelestarian budaya juga harus menyetuh pada aktivitas pendidikan formal di Kabupaten Langkat, dimana disetiap hari tertentu seluruh siswa dan guru menggunakan pakaian Malayu, dimasukan pendidikan muatan lokal seperti pelajaran Arab Melayu dan Sastra melayu. Hal ini juga harus dilaksnankan di instansi-instansi pemerintahan di Kabupaten Langkat, sehingga upaya pelestarian buadaya lokal tidak sebatas angan-angan.
Sepertinya  sudah pada waktunya upaya pelestarian dan pengembangan budaya  menyentuh segala aspek kehidupan tanpa melepaskan simbol-simbol dan makna kearifan lokalnya. Pembangunan infrastruktur mulai dari pendirian gedung/bangunan, perkantoran, pertokoan, kawasan industri/perdagangan, perumahan, fasilitas publik dan transportasi termasuk para pekerja di sektor pelayanan umum selayaknya dikaitkan dengan identitas dan budaya yang erat dengan nilai-nilai kelokalan.Â