[caption id="attachment_285969" align="alignleft" width="300" caption="Pelabuhan Kangean"][/caption] Suasana pelabuhan Kalianget mulai ramai oleh penumpang yang kan menyeberangke pulau Kangean. KapalBahari Ekspres dengan warna biru dan putih di tubuhnyatertambat di dermaga. Orang-orang mulai berkemasmengangkat barang bawaan dan dimasukkannya ke dalam kapal. Terlihat ketergesaan para penumpang, karena kali ini kapal akan berangkat lebih awal dari jadwal yang ditentukan.Kapalakan menarik sauh pukul 07.00 dua jamlebih awal dari jadwal biasanya. Keramaiaan di pelabuhan kian riuh,sebab saat itu bersamaan puladengan datangnya rombongan jamaah haji dari tanah suci yang akan pulang ke Kangean.
Saya berkemas bersama dengan teman-teman yang akan melakukan workshop ke pulau Kangean. Kami mengemasi barang bawaan tumpukan materidan beberapa koper dan tas yang berisi pakaiaan serta komputer jinjing. Ini pengalaman saya menyeberang ke pulau Kangeandan mendebarkan karena akan menempuh perjalanan yang lebih lama dibandingkan dengan menyeberang ke pulau Sapudi yang sudah beberapa kali saya kunjungi. Konon,perjalanan keKangean dengan Kapalbahari Ekspres yang badannya terbuat dari fiber,jika tidakada gangguan ombak besar di perjalanan akan menempuh perjalanan sekitar 3sampai empat jam. Sedangkan Kapal Darma bakti Sumekar menempuh rute perjalanan waktu yang sama dalam cuaca baik membutuhkan waktu sepuluh sampai dua belas jam. Pantas,jikaKapal yang akan saya tumpangi dinamakan “Bahari Ekspres”.
Pukul 07.30 sirine kapal berbunyi. Suara mesin kapal menderum. Langit Kalianget warna biru disaput awan putih bergelantungan , perlahan bergerak diasaput angin ke arah barat. Saya mengambil tempat duduk diposisi belakang kapal di ruang C dan dekat dengan pintu keluar ke geladak. Tempat yang nyaman karena sekali waktu bisa keluar ruang menikmati luas laut dan hamparan langit. Dari jendela, terlihat bangunan kusam gudang penyimpanan barang di sebelah timur pelabuhan seakan bergerak di depan tatapan.Kapal berangkat.
Satu-satunya hiburan di ruangan adalah dua layar televisi yang tersambung ke DVD Player terletak di sisi kiri dan kanan ruangan menayangkan lagu-lagu dangdut menghibur para penumpang. Saya hanya berharap mudah-mudahan tidak ada gelombang besar di tengah perjalanan sehingga bisa selamat sampai tujuan. Harapan yang tidak terlalu muluk,sebab beberapa bulan sebelumnya kapal ini pernah dihantam ombak besar di tengah laut, sehingga beberapa kaca jendela pecah dan air laut memasuki ruangan penumpang.Kapal kembali ke pelabuhan Kalianget. Angin berhembus menggerakan dedaunan kelapa seakan melambai mengucap selamat jalan. Suara penyanyidilayar monitor terlihat salig beradu dengan suara mesin kapal yang menderu. Pelabuhan Kalianget kian samar dan kapalkian jauh meninggalkan dermaga. Pelabuhan itu kian mengabur dan kemudian hilang dari pandangan.
Suara mesin berpacu dengan suara ombak menampar lambung kapal,menjadi gelombang merdu di telinga. Musimlagi bersahabat, tak ada gelombang besar sehingga terasa seperti menaiki bis patas yang melintas di jalan raya. Jika tidak ada araldi tengah perjalanan, jarak dari Kalianget ke Kangean hanya akan ditempuh dalam waktu 3 jam.
Langit biru di atas dan laut biru gelap menandakan kedalaman. Air yang jernih memercikkan buih yang terlempar dariputarn baling-baling kapal. Tak ada sampah mengambang hanya gelombang dan buih saling menyisih. Laut yang bersih belum ternoda polusi. Laut yang memantulkan birunya langit dan beningnya air memendamaneka kekayaan.
Di depan, terlihat sepasang suami istri dengan gaun putih menutup seluruh tubuhnya,memakai jubah dan gamis. Sepasang keluarga yang baru pulang menunaikan ibadah haji di tanah sucu Mekah. Mereka asyik bercerita dengan orang-orang di dekatnya. Ada yang memeluk erat mengucapkan selamat datang. Bau wewangian menyeruak dalam ruang. Mereka mengoleskan minyak wangike orang di sekitarnya. Wajah mereka binar dan bercahaya dengan pantulan semangat berapi-api mengisahkan perjalanan spiritual mereka. Sepasang kekasih yang tengah ditunggu sanak keluarga di dermaga sana. “Minyak wangi dari Mekah, halalan, halalan, halalan,” teriaknya sambil mengoleskan minyak wangi ke orang-orang yang ada di dekatnya. Mereka takperduli apa yang ditayangkan dilayar televisi saat tayangan berubah dari lagu dangdut ke film drama.
“istirahat,Pak” ajak pak Sariful di belakangku. Aku tidak perduli memandang laut yang gemulai dari kotak jendela kaca. Laut yang ramah,penuh pesona dengan warnanya yang biru gelap dan buih putih mekar di permukaannya menjunjung langit siang hari. Laut yang berkilau ditimpa cahaya matahari. Terlihat satu-dua orang keluar menuju bagian belakang kapal menyaksikanlaut luas tak bertepi. Saya ikuti mereka membuka pintu dan angin bertiupkeras, tanganku segera mencari pegangan karena badan limbung. Ada sekitar tujuh orang di bagian belakan kapal duduk di kursi. Asaptipis dari ruang mesian dengan bau solar yang menyengat. Di sebelah, para lelaki tengahmenyalakan rokok,menikmati suasana siang berbaur dengan tempias ombak.
Laut yang luas seluas langit menghampar di hadapan. Aku berharap ada ikan terbang atau rombongan lumba-lumba yang tenga. mengikutiarah kapal. Harapan yang pernah kutemukan saat menempuhperjalanan daripelabuahn Dungkek ke pelabuhan Tarebung di Pulau Sapudi . Sudah lebih dua jam perjalanan tak saya temukan harapan itu. Gelombang tenang mengiringi gerak kapal di bawah payung langit berselendang biru. Jika diperhatikan gerakan baling dan pecahan ombak yang tersibak, kecepatan lebih dari 80 km/jam. Konon hanya sekitar 60 % kecepatan yang dimiliki kapal. Kapal Bahari Ekspres,sesuai dengan namanya. Gerakan yang sangat gesit di atas punggung laut dalam.
Angin laut, cahaya matahari, gelantungan awan memenuhi pandang. Di arah barat langit bergelantungan dan gumpalan awan hitamkian menebal dan membuat bayangan hitam di atas permukaan laut.Gumpalan yang kian pekat dan berat.Pandangan makin samar dan terbatas,bayang hitammakin kelam dan angin dingin menusuk pori-pori. Butiran air tipis mulaimerembes darilangit dan makin cepat,makin besar,kian deras sehingga tumpahan butir hujan itu membangun patahan garius yang emnari-nari mengikutitiupan angin. Gumpalannya jatuh dari atap kapal. Namun,hujan tak membuatku beranjak dari geladakkapal. Aku lihathujan kian kencang dan pandangan terbatas hanya dalam beberapa meter laut menjadi hijau kelam dan langit kelabu menumpahkan airmatanya.
“ Hujan, mematikan gelombang.” Ujar seseorang di sebelahku.
“Benar,Pak?!”
“Ya, kata para pelaut dikampung saya jika hujan turun di tengah laut,maka takakan ada gelombang besar yang akan menghalangi perjalanan.”
Saya percaya saja, sebab memang tidak ingin ada gelombang besar yang akan menghambat perjalanan. Hujan kian kencang dan suara mesin makin berteriak kecepatan kapal kian tinggi dengan kepulan asap tebal dariruang mesin membubung di sisi kapal. Hujan. Warna langit abu-abu, remang dan dingin. Derap hujan perlahan melukai punggung lautan.
Hujan di tengah laut semua terlihat gelap, dan menghitam.Pandangan amat terbatas. Pandangan yang mengingatkan pada ketidakberdayaan. Gumpalan kapal yang tengah mengapung di atas permukaan laun dikepung awan hitam dan hujan. Gerak kapal kian kencang, dan curahan air darikanipo kapalkian deras , bagian bawag celana saya kuyub oleh air hujan. Gerakan air yang meliuk mengikuti arah tiupan angin,bagai tarian gemulai menarikan dingin di tengah kepungan kabut.
Di arah timur,terlihat gugisan pulau Kangean yang hitamkarena deras hujan. Perjalanan yang akan segera sampai. Saya bergegas mengambiltas dan di taruh di punggung. Sebuntal tas yang berisi perbelakan pakaian selama tiga hari di Pulau Kangean. Sebentar lagi kapal akan merapat, terlihat para penumpang mulai bergegas menyiapkan kembali barang bawaan yang akan di naikkan ke dermaga.
Hujan reda, hanya tinggal satu-dua gerimis berterjunan dari langit siang. Kulihat jam tangan hampir pukul 11.00 perjalanan sekitar 3 jam telah dilewati. Peluit kapal terdengar, penanda kapal akan segera merapat. Wahhh, pulau yang menakjubkan di hadapan bukit kapur dengan warna putih kehitaman di tebing yang menantang. Dibalut pepohonan hijau yang mengitari. Pulau indah dengan keriuhan penduduknya yang ramah. Di dermaga sudah bersiap petugas dari UPT Pendidikan Kecamanan Arjasa yang menjemput saya dan rombongan.
Saya arahkan pandang ke belakang,terlihat wajah pelabuhan yang merana, seperti tak terawat. Pada hal, pelabuhan ini menjadi tempat penting untuklalu lintas perjalanan penduduk dipulau Kangean ke berbagai daerah untuk berbagai kepentingan. Pulau yang dikenal sebagai pulau “Jati” dan pulau Bekisar seperti lelah dan renta, tak berdaya. Sepanjang perjalanan menuju ke tempat penginapan, jalanan berlubang dan rusak sehingga tubuh seperti dilemparkan dari kursi kendaraan. Hutan-hutan di tepian jalan, meranggas bersisa gundukan dan tanaman jati emas yang baru setahun dua tahun dibudidayakan. Bukit-bukit itu tinggal belukar dengan segerumbul teka-teki terselip di antara geronggang batu yang menganga.(Hidayat Raharja)
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H