Oleh Hidayat
Pelembagaan atau institusionalisasi adalah proses pembentukan praktik menjadi norma yang diterima dalam masyarakat. Konsep ini meliputi berbagai aspek kehidupan, termasuk pemerintahan, birokrasi, dan organisasi sosial. Meskipun pelembagaan dapat membawa stabilitas dan keteraturan, tidak semua pelembagaan bersifat positif. Artikel ini membahas proses, syarat, dan fenomena pelembagaan dalam konteks masa kini, mengacu pada pandangan Soerjono Soekanto dan sumber-sumber lainnya.
Pertama Syarat Sebuah Organisasi Menjadi Suatu Lembaga
Menurut Soerjono Soekanto, organisasi dapat terinstitusionalisasi jika memenuhi beberapa syarat utama, yaitu adanya norma yang dihayati oleh anggota masyarakat serta adanya stabilitas dan kapabilitas untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Proses pelembagaan ini membutuhkan waktu hingga aturan dan tata cara organisasi diakui sebagai norma dan perilaku kolektif. Norma-norma di masyarakat memiliki kekuatan mengikat yang berbeda-beda, seperti yang dibedakan oleh Soerjono menjadi cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (customs). Proses ini menunjukkan bagaimana norma-norma internal dalam sebuah organisasi perlu diakui dan diterima secara luas sebelum organisasi tersebut dapat dianggap sebagai lembaga yang mapan dalam masyarakat.
Kedua Proses Pelembagaan Suatu Organisasi
Proses pelembagaan suatu norma pada organisasi, menurut Soekanto, dilakukan jika norma-norma tersebut telah diketahui, dipahami, ditaati, dan dihargai. Simanjuntak menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam proses institusionalisasi meliputi pengembangan dan kesepakatan norma dan perilaku baru, pengenalan dan uji coba norma tersebut, pengakuan dan penghargaan dari warga atas manfaat norma tersebut, serta norma dan perilaku yang dihayati dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Johnson menambahkan bahwa pelembagaan memerlukan penerimaan oleh mayoritas warga, internalisasi norma-norma tersebut, dan adanya sanksi. Proses ini menunjukkan pentingnya pemahaman, penerimaan, dan penghargaan terhadap norma-norma baru agar dapat terintegrasi dengan baik dalam organisasi dan diakui secara kolektif oleh anggota masyarakat.
Ketiga Teknologi dan Kelembagaan
Pelembagaan adalah hasil ciptaan manusia yang dapat dikategorikan sebagai teknologi, baik yang bersifat materiil maupun organisatoris, di mana teknologi organisatoris inilah yang menjadi inti dari pengertian kelembagaan. Kelembagaan memainkan peran besar dalam mengatur keserasian hidup manusia dengan sesamanya dan dengan lingkungan, meskipun beberapa kelembagaan masyarakat lokal di perdesaan sering kali terlihat tradisional dan kadang-kadang dianggap ganjil. Menurut Uphoff, sebuah lembaga atau institusi yang terorganisasi dalam sebuah organisasi akan lebih mudah dilihat dari norma dan perilaku yang berkembang dan menjadi pedoman bagi masyarakat. Ciri utama kelembagaan yang juga merupakan organisasi tidak hanya terletak pada pemenuhan kebutuhan anggotanya, tetapi pada upaya mencapai tujuan melalui penanaman norma dan perilaku yang diakui bersama dan bertahan lama. Uphoff menekankan pentingnya akuntabilitas, partisipasi anggota, konsensus, dan sanksi sosial dalam mencapai tujuan kelembagaan, yang semuanya berkontribusi pada efektivitas dan legitimasi lembaga tersebut dalam masyarakat.
Keempat Fenomena Kelembagaan
Pelembagaan adalah teknologi organisatoris yang mengatur keserasian hidup manusia dengan lingkungannya. Menurut Uphoff, lembaga efektif terlihat dari norma dan perilaku yang diakui bersama, pentingnya akuntabilitas, partisipasi anggota, konsensus, dan sanksi sosial. Martindale menyoroti bahwa kelembagaan menghadapi fenomena seperti stabilitas, di mana lembaga menjalankan adat istiadat dan norma, serta konsistensi, di mana kebutuhan yang banyak menyebabkan masyarakat mengembangkan usaha di bidang lain. Fenomena ini menunjukkan dinamika kelembagaan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan, memastikan relevansi dan keberlanjutan mereka dalam masyarakat yang selalu berubah.
Kelima Kesempurnaan atau kelengkapan:Â Pelembagaan adalah teknologi organisatoris yang mengatur keserasian hidup manusia dengan lingkungannya. Menurut Uphoff, lembaga efektif terlihat dari norma dan perilaku yang diakui bersama, pentingnya akuntabilitas, partisipasi anggota, konsensus, dan sanksi sosial. Martindale menyoroti bahwa kelembagaan menghadapi fenomena seperti stabilitas, di mana lembaga menjalankan adat istiadat dan norma, serta konsistensi, di mana kebutuhan yang banyak menyebabkan masyarakat mengembangkan usaha di bidang lain. Selain itu, kesempurnaan atau kelengkapan juga menjadi indikator penting, di mana peningkatan kebutuhan manusia memiliki batas. Lembaga dikatakan sempurna jika mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan yang digariskan. Fenomena ini menunjukkan dinamika kelembagaan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan, memastikan relevansi dan keberlanjutan mereka dalam masyarakat yang selalu berubah.