Pernah berharap atau memiliki harapan? Pastilah, nggak mungkin ada di antara kita yang enggak pernah punya harapan, bahkan ada yang kebanyakan harapan atau kerjaannya ngareep terus. Berharap itu boleh, bahkan bisa saya katakan kalau berharap itu manusiawi. Berharap agar si dia juga memiliki perasaan yang sama seperti yang kita rasakan sekarang, berharap agar kita mendapat pemimpin yang baik, jujur dan amanah di saat negara ini benar-benar mempertanyakan dimana kebaikan, kejujuran dan amanah itu? Berharap agar kelak masing- masing dari kita menjadi insan yang bermanfaat bagi nusa bangsa. Semua penuh dengan pengharapan.
Tetapi pernahkah kamu merasa kalau terlalu banyak berharap itu ternyata melelahkan? Membuat pikiran menjadi penat dan paling parah yang pernah saya alami sendiri adalah sakit kepala sebelah yang membuat badan saya enggan bangun dari ranjang. Itu baru fisik dan otak yang lelah, bagaimana dengan hati? Hati yang nggak bisa membohongi diri pun akhirnya kena imbas juga karena kebanyakan harapan yang dimiliki oleh manusianya.
Kita nggak bisa memaksa orang agar bersikap manis di depan kita, memberi penilaian yang baik tentang kita, menyenangkan hati kita dan segala sesuatu yang mereka lakukan sesuai dengan kehendak kita, hal tersebut nggak bisa kita lakukan dan segala sesuatu yang saya sebutkan itu masih dalam konteks berharap, karena kita ingin orang seperti ini dan seperti itu sesuai dengan kemauan kita yang belum tentu hasilnya seperti yang kita harapkan.
“Jangan terlau banyak berharap, nanti kecewa lho.” Adalah kutipan kata yang nggak asing lagi, namun sayangnya masih banyak dari kita yang terjebak dengan harapan yang dibangun, akhirnya kecewa, terluka, sakit hati dan membuat hati mati karena saking tidak terimanya menerima kenyataan yang jauh dari harapan, ya, semua berubah karena harapan. Bahkan bisa saja seseorang nggak mengenali dirinya lagi karena hal tersebut.
Saya nggak menyangkali kalau saya pun pernah kecewa karena berharap, sakit hati bahkan menangis sampai beberapa hari karena harapan yang saya buat hingga akhirnya saya memendam kekecewaan itu sendiri dan hanya diketahui oleh orang-orang terdekat saya. Tapi saya pun sadar, ternyata kebanyakan berharap itu salah, sangat salah. Saya mencoba membuka hati saya untuk bercerita dengan orang yang saya percaya, dia memberikan solusi dan akhirnya saya bisa melepas semua itu dengan legowo, enak hati dan kenyataan yang sekarang pun saya merasa lebih baik.
Boleh saja kita berharap akan sesuatu tetapi harus diingat, kebanyakan berharap bisa mengurangi rasa percaya diri, membuat kita menjadi orang yang tidak bijak, menyulitkan kita untuk menjadi pribadi yang dewasa dan sulit untuk mengharagai diri sendiri. So, lebih baik segala sesuatunya dimulai dari diri sendiri untuk berpikir positif dan haqqul yaqiin. Insya Allah akan datang kebaiikan yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H