Mohon tunggu...
Achmad Nur Hidayat
Achmad Nur Hidayat Mohon Tunggu... Konsultan - Pakar Kebijakan Publik

Achmad Nur Hidayat (Born in Jakarta) previously earned Master Public Policy on Economic Policies from Lee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapore (NUS) and from Tsinghua University, Beijing China in 2009. He had an executive education from Harvard Kennedy School of Government, Boston-USA in 2012. He is currently assisting and providing recommendation for both the Supervisory Board of Central Bank of Indonesia and Government of Indonesia in the effort to increase sustainable economic growth, maintain the financial system stability and reinvent human resources capacities in line with technological disruption. He was Chairman of Student Boards (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia) University of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Efikasi Vaksin dan Reputasi Kesehatan Publik

12 Januari 2021   09:42 Diperbarui: 13 Januari 2021   06:05 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam uji klinis fase tiga di Bandung dilakukan terhadap 1.600 subjek dengan profil beragam. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit sebab di Turki dilakukan terhadap 7.000 subjek dan di Brazil 13.000 subjek.

Persoalan profil subjek juga menentukan angka efikasi. Uji Sinovac di Brazil dan Turki profil subjek mereka adalah warga yang tingkat risiko kecil seperti pekerja kesehatan yang sudah terbiasa hidup sehat.

Vaksin yang stabil harusnya memberikan efikasinya konstan bukan tergantung pada banyaknya subjek dan profil mereka. Vaksin yang stabil akan memberikan efek yang sama pada semua subjek dan semua profil masyarakatnya. Hanya sayangnya vaksin stabil tersebut belum diakui secara konsensus sampai tahun depan 2022.

Pilihan Kebijakan ke Depan

Dalam kebijakan publik, apa yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia dengan memberikan vaksin dengan efikasi paling rendah di pasaran akan menjadi blunder bagi reputasi kesehatan Indonesia.

Tidak hanya blunder namun banyak menyia-yiakan sumber daya keuangan dan pendapatan negara di masa depan.

Harga vaksin sinovac terbilang cukup mahal. Berdasarkan data sebagaimana di kutip Republika dan Kumparan, Harga Sinovac sebesar Rp1,08 juta per dosis, Pfizer sebesar Rp295 ribu, Moderna sebesar Rp220 ribu, AstraZeneca sebesar Rp59 ribu per dosis. Vaksin yang diproduksi biofarma berkisar 74 rb sampai 220 ribu per dosis.

Bila vaksin sinovac yang digunakan, maka Indonesia merugi tiga kali, satu harganya terlalu mahal dan kedua mutunya terlalu rendah dan ketiga dosis yang dibutuhkan mencapai 70% imunitas jauh lebih banyak.

Efikasi Pfizer dan Moderna sebesar 95%, Sputnik V sebesar 92% dan Astrazeneca sebesar 90%.

Dengan asumsi populasi 270 juta, dengan efikasi hanya 65,3%. Butuh populasi yang tervaksin sinovac sekitar 207 juta jiwa. Itu hanya untuk minimum (50%) kekebalan dari total populasi. Artinya juga butuh 414 juta dosis vaksin secara total.

Tidak heran, bila KPK perlu dilibatkan karena pemilihan vaksin tersebut yang terlalu terburu-buru dan rawan benturan kepentingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun