Mohon tunggu...
Hidayat
Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

"Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain"

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Eskalasi Konflik LCS Pasca Penerbitan Peta Standar China 2023

31 Mei 2024   23:37 Diperbarui: 31 Mei 2024   23:43 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Provokasi China di LCS tahun 2024. Sumber: twitter @ianellisjonse

Konflik yang terjadi di LCS bermuara pada permasalahan sengketa wilayah antara Tiongkok dengan negara-negara ASEAN. Wilayah yang disengketakan pada dasarnya karena terdapat potensi SDA nya yang besar. Pada Mei 1989, Kementerian Geologi Tiongkok mengungkapkan bahwa cadangan minyak yang tersimpan di LCS berjumlah 130 juta barrel, jumlah tersebut lebih besar dari cadangan minyak Irak yang berjumlah 112 juta barrel yang menduduki peringkat kedua terbesar setelah Arab Saudi dan Tiongkok juga mengklaim bahwa cadangan gas alam di LCS sebesar 16 triliun meter kubik. Selain potensi SDA yang besar, LCS merupakan jalur perdagangan yang sibuk, sehingga Tiongkok membangun pangkalan militer di Spratly islands untuk memudahkan mobilisasi dan jalur logistik bagi kapal dan pesawat Tiongkok karena lokasi tersebut merupakan peninggalan Jepang. 

Krisis minyak yang terjadi pada 1973 dan UNCLOS 1982 yang sudah diterbitkan meningkatkan eskalasi konflik pada masa itu. Tetapi seiring berkembangnya waktu, Tiongkok meratifikasi UNCLOS dan mendukung deklarasi ASEAN 1992 mengenai LCS dengan menarik garis batas pantai beserta dasar lautnya maupun batas Paracel Islands, langkah Tiongkok ini dalam rangka membangun kepercayaan diantara negara-negara ASEAN yang bersengketa. Kemudian untuk mengatasi tumpang tindih kedaulatan di LCS, ASEAN mengusulkan code of conduct di LCS, tetapi ketika draft code of conduct disosialisasikan kepada Tiongkok, mereka menolak dan ingin membahas lebih lanjut. 

Perbedaan pandangan antara ASEAN dan Tiongkok mengenai code of conduct dilanjutkan pada pertemuan informal di Thailand tahun 2000, kedua belah pihak setuju untuk tidak menggunakan militer, lalu meningkatkan kerja sama di sektor kelautan, dan saling mendukung hukum UNCLOS 1982. 

Dinamika pembuatan code of conduct LCS berujung pada Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea yang disepakati Tiongkok dan ASEAN pada tahun 2002 di Kamboja (ASEAN , 2012). Meskipun telah disepakati dan telah dipersamakan persepsi mengenai sengketa LCS antara Tiongkok dan ASEAN, namun sumber masalah masih belum terpecahkan. 

Pada tahun 2016, Tiongkok mengklaim LCS berdasarkan sejarah Tiongkok kuno yang menyebutnya dengan "Nine Dash Line", sehingga pada waktu itu Filipina menuntut Tiongkok ke Mahkamah Internasional mengenai sengketa di LCS. Pengadilan Den Haag memberikan Keputusan bahwa Tiongkok melanggar UNCLOS, tetapi Keputusan ini ditolak oleh Tiongkok dan mendapatkan respon dari Australia melalui Nota Verbal PBB pada 23 Juli 2020 yang menolak Tiongkok dengan garis pangkal lurus yang mengepung pulau di LCS dan memintanya untuk mematuhi hasil keputusan pengadilan. Tidak patuhnya Tiongkok pada hasil keputusan Den Haag berdampak pada meningkatnya militerisasi di LCS. Internasionalisasi isu dan militerisasi di LCS semakin meningkat setelah diterbitkannya Peta Standard China 2023 yang  kontroversial karena mengubah klaim Tiongkok menjadi "Ten Dash Line".

Peta Standard China 2023 diterbitkan oleh Kementerian SDA bersamaan dengan event Pekan Kesadaran Pemetaan Nasional China 2023, peta baru tersebut mengklaim tiga wilayah baru, yaitu Pulau Bolshoy Ussuriysky yang berada di Sungai Amur Rusia, wilayah daratan Arunachal Pradesh yang merupakan bagian Tibet Selatan India, dan sebagian besar perairan Malaysia didekat Sabah dan Sarawak. 

Pasca penerbitan Peta baru ini meningkatkan agresivitas Tiongkok di LCS, seperti pada insiden penembakan water canon dan tabrakan coast guard Tiongkok dan Filipina di perairan Second Thomas Shoal di Spratly Islands, sampai penempatan armada AL Tiongkok di Ream, Kamboja. Dinamika geopolitik LCS  yang terjadi semakin dinamis dan meningkatkan eskalasi konflik yang terjadi.

Peta Standard China 2023 menjadi representasi kebijakan politik luar negeri Tiongkok yang berpedoman pada konsep Tianxia, yaitu sebuah filosofi kuno yang menfasirkan bahwa Tiongkok mendapatkan mandat dari langit untuk mengatur tatanan global. 

Selain itu, peta ini juga mencerminkan Tiongkok yang muncul sebagai kekuatan revisionis berupaya untuk mengamankan jalur Belt Road Initiative (BRI) demi mencapai tujuan nasionalnya pada tahun 2049. Bersamaan dengan transformasi militer Tiongkok yang signifikan, Peta Standard China 2023  menjadi ambisi Tiongkok untuk membangun negara periferi yang tunduk pada otoritas Tiongkok.

Meskipun Indonesia menjadi negara non-claiment dalam pusaran konflik LCS, eskalasi konflik yang terjadi sebagai implikasi dari Peta Standard China 2023 tetap menjadi sebuah ancaman kritis. Merujuk pada teori ancaman, klaim Tiongkok di LCS dengan Peta Standar China 2023 telah memenuhi parameter-parameter penilaian ancaman menurut John. M. Collins dan Hank Prunckun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun