Mohon tunggu...
Hidayat Harsudi
Hidayat Harsudi Mohon Tunggu... Akuntan - The Accountant

Tinggal di Kota Makassar - Auditor, Pemain Musik, dan Penikmat Film

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Coretan Dinding Aspirasi

21 Desember 2016   07:54 Diperbarui: 21 Desember 2016   08:42 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dinding Aspirasi adalah sebutan yang pas terhadap sebuah tembok gedung di fakultasku. Kurang efektifnya kotak aspirasi yang disediakan birokrasi fakultas dan Badan Eksekutif Mahasiswa untuk menampung aspirasi membuat mahasiswa ini menuliskan aspirasinya pada tembok. Tembok yang merupakan dinding pembatas suatu gedung memiliki fungsi ganda yaitu pembatas antar gedung dan tempat penyalur aspirasi. Banyaknya civitas akademika yang berlalu lalang sembari memandang ke arah dinding membuatnya menjadi tempat strategis.

Tuntutan serta harapan dari mahasiswa membuat dinding penuh dengan tulisan. Mulai dari tulisan pulpen, spidol, sampai cat mewarnai dinding aspirasi. Harapan serta tuntutan mahasiswa terkait fasilitas dan pelayanan akademik merupakan mayoritas dari tulisan tersebut. Beberapa tulisan yang terpajang di dinding aspirasi sudah lebih dari setahun. Tulisan tersebut seakan menjadi saksi bisu bagi penurunan mutu pendidikan di kampus. Beberapa tulisan di bawah merupakan tulisan yang sempat saya abadikan.

Stop Tentengan dan Suap Amplop

Ini adalah tulisan yang paling besar dan paling jelas di dinding aspirasi. Tentengan dan amplop yang sering dibawa mahasiswa dalam menghadapi ujian proposal maupun ujian akhir membuat resah pembuat tulisan ini. Nampaknya, si penulis tidak setuju terhadap adanya gratifikasi tersebut. Entah ia tidak mampu membeli tentengan dan membawa amplop hanya ia dan tuhannya yang mengetahui. Sang penulis kelihatannya ingin mengajak mahasiswa yang lain untuk tidak memberi gratifikasi yang serupa.

Kami butuh fasilitas yang layak !!! untuk orang yang tak mengerti mau kami

Aspirasi ini saya temukan di dinding gedung perkuliahan. Tempat ini memang sangat strategis mengingat banyaknya mahasiswa yang lalu lalang di tempat itu. Dari tulisan ini, ada beberapa hal yang bisa disimpulkan. Pertama, sang penulis kelihatannya tidak puas dengan fasilitas yang ada. Ia menginginkan fasilitas yang lebih memadai dan menghardik orang yang tidak mengerti dengan maunya dia. Kedua, ia sangat membenci orang yang tak peduli ataupun tak mengetahui maunya dia. Si penulis sampai menulis kata tidak pantas untuk menggambarkan kekesalannya.

Kami butuh dosen yang aktif bukan yang sering memindahkan jadwal, salam mahasiswa untuk dekan

Di tulisan kali ini, nampaknya sang penulis telah menulis jelas kemana aspirasinya disampaikan. Si penulis ini kelihatannya kesal bukan main terhadap dosen yang sering memindahkan jadwal. Si penulis mungkin memiliki aktivitas yang lain yang kadang bertabrakan saat dosen seenaknya memindakan jadwal. Karena kegundahan untuk memilih antara kuliah atau menjalani aktivitas yang lainnya membuat ia harus menyampaikan curhatannya kepada sang dekan. Semoga sang dekan bisa membantu mahasiswa ini

Mahasiswa tolo kalau diam melihat dosen yang malas mengajar

Dok pri
Dok pri
Jika penulis aspirasi sebelumnya menuangkan kekesalan sama dosen atau birokrasi kampus, maka si penulis ini menuangkan kekesalan kepada teman-temannya sesama mahasiswa. Kelihatannya beberapa mahasiswa senang saat dosennya malas mengajar. Dosen yang memiliki kesibukan selain mengajar sehingga harus meninggalkan perkuliahan membuat beberapa teman dari si penulis senang bukan main karena memiliki waktu kosong untuk sekedar gosip maupun main game. Hal inilah yang dibenci oleh si penulis aspirasi. Menurut si penulis saat dosen tidak masuk sudah hal lumrah, maka kebodohan akan terus ada. Hal inilah yang ingin ia cegah. Ia berharap saat teman-temannya sesama mahasiswa melihat aspirasinya di tembok, maka mereka akan segera sadar bahwa rasa kesenangan yang dirasakan hanyalah kesenangan semu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun