Mohon tunggu...
Muhammad Nur Hidayat
Muhammad Nur Hidayat Mohon Tunggu... -

Alumnus Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Sharia Lawyers Club Community.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Hanya Mencetak "Buruh"

8 Mei 2012   15:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:32 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sistem pendidikan di negeri ini nyaris kehilangan ruhnya. Banyak wacana, kritik, dan koreksi dari berbagai kalangan, namun belum juga menemukan formulasi yang ampuh untuk memberdayakan pendidikan. Kalaupun ada yang memberikan sebuah kontribusi untuk mencoba melakukan perbaikan, maka itu hanya pada tataran aplikasi yang pada faktanya kurang produktif, karena ujung-ujungnya hanya pada perbaikanfisik dan simbol-simbol, bukan pada penguatan substansi dan esensi.

Menanggapi adanya keterpurukan dalam dunia pendidikan, kita tidak usah terlalu larut dan terjebak untuk mencari “kambing hitam” dari permasalahan itu. Yang pada akhirnya hanya akan menyita waktu saja. Mungkin terlalu banyak “kambing hitam” yang ada pada dunia pendidikan kita, bahkan sampai tidak terasa kalau kita mungkin juga termasuk dalam golongan “kambing-kambing hitam” yang dimaksud diatas.

Sejak didengungkannya seruan dari pemerintah “wajib belajar 9 tahun” kepada semua masyarakat, maka sejak itu pulalah masyarakat kita terjebak pada kesalahan dalam suatu pemahaman. Kata “belajar” dalam seruan diatas diasumsikan dengan “sekolah”, maka seruan tersebut menjadi “wajib sekolah 9 tahun”. Masyarakat kita sudah terjebak dalam budaya “formalitas”. Menganggap pendidikan atau pembelajaran itu hanya sebatas dalam sekolah saja, yang ujung-ujungnya mendapatkan sebuah ijazah.

Miris sekali jika pembelajaran hanya diasumsikan dengan sekolah, kemudian setelah lulus mendapat ijazah dan menyandang gelar. kemudian Dengan ijazah itu mereka mengantri untuk berebut untuk menjadi pengawai negeri sipil (PNS) yang seolah menjanjikan seribu kebahagiaan. Ada juga yang mengatakan “semakin tinggi ijazah semakin tinggi pula ketergantungannya”. Disadari atau tidak, sebagian dari masyarakat kita masih banyak yang mempunyai asumsi-asumsi seperti ini. Sedikit dari mereka yang mau memutar otaknya untuk berkreasi dan berinovasi untuk menjadi manager dari lapangan-lapangan usaha yang mereka ciptakan sendiri, dan bisa bermanfaat untuk orang lain juga. Bukan hanya mengandalkan ijazah semata untuk mengantri sebagai “buruh”.

Putus sekolah tidak apa-apa asalkan tidak putus belajar, meskipun seseorang tidak sekolah, mereka tetap akan berhasil karena ia tetap belajar. Belajar tidak hanya di bangku sekolah saja, belajar itu bisa didapat dari mana saja dan kapan pun juga. Akhirnya dengan harapan yang mendalam, ke depan lembaga pendidikan (sekolah) yang sudah kita punyai mampu membekali anak-anak didiknya dengan pendidikan yangbaik dan benar, sebagai sebuah upaya pembangkitan dan pembangunan kesadaran kritis. Bukan sebagai lembaga pendidikan yang seolah-olah menawarkan jasa seperti perusahaan jasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun