Wahai sang Cinta, Jiwa-Jiwa itu telah lama mati. Mereka terkubur jauh di pelosok hati para pengecut itu. Kalaupun masih ada yang tersisa di antara mereka, mungkin itu hanya setetes air hujan di Samudra nan luas.
Menulis Itu Seni.
Salam sejahtera Saudaraku sebangsa dan setanah air. Semoga kita merupakan orang-orang yang beruntung dan selalu menjadikan kebenaran sebagai petunjuk hidup. Sangat disayangkan jika ada sebagian orang yang menganggap bahwa menulis itu adalah ajang mencari popularitas untuk mempertunjukan kebolehan dalam merangkai kata menjadi kalimat-kalimat yang Maha Dahsyat, yang mampu menggugah hati orang lain untuk memberikan sebuah penghargaan dan pengakuan akan keberadaan tulisannya.
Bagiku sendiri, menulis itu adalah seni merangkai kata yang lahir dari hati yang suci, yang mengalir lewat goresan-goresan atau lentik jemari-jemari indah mereka para pecinta segala jenis keindahan. Menulis itu saluran ide-ide cemerlang, kumpulan pengalaman jiwa yang syahdu atau bahkan ungkapan isi hati yang gundah dan ceria. Menulis itu bentuk simbol komunikasi untuk menyampaikan isi pikiran seseorang kepada orang lain. Tak ada keindahan yang luput dari goresan tinta mereka para pecinta keindahan itu sendiri.
Mungkin ada beberapa orang yang berpendapat bahwa pengakuan kepada mereka para penulis khususnya penulis muda dan pemula adalah motivasi untuk lebih baik lagi dalam menghasilkan tulisan-tulisan berbobot. Saya sendiri, adalah User baru di Kompasiana dan menurut saya, pencarian gelar popularitas di Kompasiana dalam bentuk apapun adalah sebuah perbuatan yang menyalahi hakekat dalam menulis. Menulis itu bukan ajang popularitas, bukan untuk menjadi terkenal dan lain sebagainya. Semestinya, seorang penulis harus benar-benar memahami tujuan mulia dari menulis itu sendiri.
Itulah sebabnya, mengapa pada awal tulisan ini saya menuliskan sebuah ungkapan yang merupakan cerminan kegundahan hati saya karena melihat tingkah saudara-saudara yang lebih mengutamakan popularitas ketimbang hakekat utama dalam menulis. Tak dapat dipungkiri, terkadang alasan utama sebagian orang menulis hanya karena ingin diakui. Diakui kalau dia orang hebat atau supaya diakui bahwa dia adalah orang yang cerdas dan mengetahui banyak hal. Padahal, menulis itu bukan karena sebuah pengakuan melainkan kesucian jiwa yang semata-mata lahir karena desakan hasrat yang menggebuh-gebuh dalam sanubari.
Kini, mari sucikan jiwa kita dari keegoisan yang selama ini menaunginya.
Saya, Yayan Hidayat dari negeri penuh keindahan dan kedamaian di pelosok Pulau Selawesi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H