Mohon tunggu...
Hidayah Widowati
Hidayah Widowati Mohon Tunggu... Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

seorang yag keratif dan inovatif, suka belajar bahasa pemograman dan hal baru, tertarik dengan sesuatu di bidang teknologi dan seni.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mengoptimalkan Elicitation Kebutuhan dalam SCRUM: Sebuah Menuju Agile yang Lebih Matang

4 Maret 2025   23:26 Diperbarui: 6 Maret 2025   03:24 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Perangkat Lunak Sumber: Freepik/freepik

Dalam dunia rekayasa perangkat lunak (RPL), kebutuhan pengguna adalah fondasi utama yang menentukan kesuksesan suatu sistem. Sayangnya, banyak proyek perangkat lunak gagal atau mengalami keterlambatan karena proses elicitation kebutuhan yang kurang efektif. Dalam metodologi Agile, khususnya SCRUM, tantangan ini semakin nyata karena sifatnya yang iteratif dan fleksibel. Artikel penelitian yang membahas framework baru untuk elicitation kebutuhan dalam SCRUM memberikan wawasan berharga tentang bagaimana kita dapat memperbaiki proses ini. Namun, seberapa efektif framework ini jika diterapkan di dunia nyata? Apakah pendekatan hybrid yang menggabungkan Joint Requirements Development (JRD) dan Mind Mapping dapat menjadi solusi definitif?

Masalah Elicitation Kebutuhan dalam Agile

SCRUM sebagai salah satu metode Agile menawarkan fleksibilitas tinggi dalam pengembangan perangkat lunak. Namun, pendekatan ini sering kali menghadapi kendala dalam hal elicitation kebutuhan yang mendalam dan terstruktur. Beberapa masalah utama yang sering muncul meliputi:

  1. Kebutuhan yang Tidak Lengkap -- Karena SCRUM lebih berfokus pada pengembangan iteratif, sering kali tim hanya mengumpulkan kebutuhan secara kasar tanpa mendalami detailnya. Akibatnya, banyak aspek penting baru terungkap di tahap-tahap akhir, yang meningkatkan biaya dan waktu pengerjaan.
  2. Konflik antara Tim Pengembang dan Pemangku Kepentingan -- Tidak semua pemangku kepentingan memahami bahasa teknis, dan tidak semua pengembang memahami visi bisnis. Ini sering kali menyebabkan kesalahpahaman yang berdampak pada hasil akhir produk.
  3. Kurangnya Prioritisasi yang Jelas -- Dalam proyek besar, banyak kebutuhan bersaing untuk mendapatkan prioritas. Tanpa pendekatan yang tepat, tim bisa kehilangan fokus pada fitur-fitur yang benar-benar memberikan nilai bagi pengguna.
  4. Kurang Maksimalnya Keterlibatan Pengguna -- Salah satu prinsip Agile adalah kolaborasi erat dengan pengguna. Namun, dalam praktiknya, banyak pengguna tidak memiliki cukup waktu atau pemahaman yang cukup untuk terlibat secara optimal dalam proses pengembangan.

Framework Hybrid: Menjembatani Kekurangan SCRUM

Framework yang diusulkan dalam penelitian ini menggabungkan tiga pendekatan utama: Joint Requirements Development (JRD), Mind Mapping, dan SCRUM. Konsep ini cukup menarik karena menawarkan keseimbangan antara fleksibilitas Agile dan struktur metodologi tradisional. Secara garis besar, framework ini terbagi dalam tiga tahap:

  1. Pre-Elicitation (JRD Phase) -- Menggunakan pendekatan JRD untuk mengumpulkan kebutuhan awal dengan lebih mendalam melalui sesi wawancara dan brainstorming yang lebih terstruktur.
  2. Mid-Elicitation (Mind Mapping Phase) -- Menggunakan mind mapping untuk memvisualisasikan hubungan antar-kebutuhan sehingga tim dapat memahami kompleksitas sistem dengan lebih baik.
  3. Post-Elicitation (SCRUM Phase) -- Memasukkan kebutuhan yang telah disaring ke dalam backlog SCRUM untuk dikembangkan dalam iterasi-iterasi sprint.

Pendekatan ini menawarkan beberapa keunggulan, seperti meningkatkan keterlibatan pengguna, mengurangi perubahan kebutuhan di tahap akhir, dan memberikan struktur yang lebih jelas terhadap pengelolaan kebutuhan. Namun, seberapa praktis framework ini jika diterapkan dalam proyek nyata?

Tantangan dalam Implementasi

Meskipun framework ini memiliki banyak keunggulan, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan:

  1. Kompleksitas yang Bertambah -- Menambahkan JRD dan Mind Mapping ke dalam proses SCRUM berarti ada tambahan langkah dan peran baru, seperti fasilitator dan business analyst. Ini bisa menjadi beban tambahan bagi tim yang sudah terbiasa dengan ritme kerja Agile yang cepat.
  2. Koordinasi yang Lebih Sulit -- Dengan banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat dalam JRD, tantangan komunikasi bisa meningkat, terutama dalam proyek yang melibatkan tim lintas negara atau budaya.
  3. Potensi Inkonistensi Data -- Seperti yang ditemukan dalam studi kasus proyek sistem pemesanan taksi, penggunaan beberapa teknik sekaligus dapat menyebabkan inkonsistensi dalam data yang dikumpulkan, terutama jika tidak ada mekanisme kontrol yang kuat.
  4. Kurva Pembelajaran yang Curam -- Tidak semua tim pengembang familiar dengan Mind Mapping atau JRD. Diperlukan waktu untuk memahami dan menguasai teknik-teknik ini sebelum framework dapat berjalan secara efektif.

Menuju Agile yang Lebih Matang

Meskipun ada tantangan dalam implementasi, framework hybrid ini menawarkan solusi yang menjanjikan bagi permasalahan elicitation kebutuhan dalam SCRUM. Untuk memaksimalkan efektivitasnya, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  1. Pelatihan dan Adaptasi -- Sebelum menerapkan framework ini secara penuh, tim pengembang dan pemangku kepentingan harus mendapatkan pelatihan agar memahami bagaimana JRD dan Mind Mapping bekerja.
  2. Penerapan Bertahap -- Daripada langsung mengadopsi framework secara menyeluruh, tim dapat mengujinya dalam proyek kecil terlebih dahulu untuk melihat efektivitasnya dalam konteks organisasi mereka.
  3. Otomatisasi dan Teknologi -- Penggunaan alat bantu berbasis AI atau machine learning dapat membantu dalam menganalisis pola kebutuhan pengguna dan mengotomatiskan beberapa aspek elicitation.
  4. Evaluasi dan Penyempurnaan Berkelanjutan -- Framework ini harus terus dievaluasi dan disempurnakan agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan yang terus berkembang dalam pengembangan perangkat lunak.

Kesimpulan

Framework hybrid yang menggabungkan JRD, Mind Mapping, dan SCRUM adalah langkah yang berpotensi besar dalam meningkatkan kualitas elicitation kebutuhan dalam pengembangan perangkat lunak Agile. Namun, seperti setiap inovasi dalam rekayasa perangkat lunak, efektivitasnya bergantung pada bagaimana framework ini diimplementasikan dalam konteks nyata. Dengan pendekatan yang matang dan perencanaan yang baik, framework ini dapat menjadi solusi bagi tim Agile yang ingin mengatasi masalah elicitation kebutuhan tanpa mengorbankan fleksibilitas yang menjadi ciri khas SCRUM.

Referensi:

Saeeda, H., Dong, J., Wang, Y., & Abid, M. A. (2020). A proposed framework for improved software requirements elicitation process in SCRUM: Implementation by a real-life Norway-based IT project. Journal of Software: Evolution and Process, 32(2), e2247.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun