Suatu malam seorang anak kelas 1 SD mengerjakan PR matematika. Sesekali diliriknya ayahnya yang sedang mengetik dengan komputer. Anak itu tampak ingin mengatakan sesuatu tapi berulang kali diurungkannya.
“Besok ulangan matematika,” kata Pak Guru tadi pagi.
Dan anak itu kembali pada kebimbangan yang sama pada malam harinya. Ayahnya sedang membaca sebuah buku. Seperti sebelumnya, anak itu mengurungkan keinginannya untuk bertanya.
Jadwal Ujian Tengah Semester telah dibagikan. Anak itu menimbang-nimbang selama perjalanan pulang. Malamnya, ia menempel jadwal di dekat meja belajarnya.
Ayahnya menghampiri dan bertanya, “Senin depan sudah mulai UTS ya?”.
Ia mengangguk.
“Sudah siap? Ada mata pelajaran yang sulit tidak?” ayahnya bertanya lagi.
Anak itu tercenung beberapa detik namun kemudian segera berujar, “Siap dong Yah. Gampaaang.”
Ayahnya tersenyum, “Ayah percaya padamu, Nak.” Setelah itu beliau meninggalkan anak itu sendirian di kamarnya.
Seperti itulah yang terjadi pada PR-PR, ulangan-ulangan, sampai Ujian Akhir Semester. Dan tibalah saatnya penerimaan rapor. Anak itu menunggu di rumah dengan gelisah. Ayahnya masih di sekolahnya, mengambil rapor.
Rasanya sudah sangat lama ia menunggu saat ayahnya muncul di pintu depan. Ayah tidak membawa apa-apa. Beliau hanya meminta ia berganti baju. Selanjutnya ayah mengajaknya masuk mobil dan membawanya ke taman bermain. Mereka menaiki berbagai wahana, namun ia justru merasa makin tak tenang. Apa maksud ayah dengan membawanya ke sini?