Mohon tunggu...
Rahayu Nur Hidayah
Rahayu Nur Hidayah Mohon Tunggu... -

Bukan siapa-siapa. Hanya orang bertipe INFP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memberi 'Pelicin' pada Dosen Ketika Ujian Skripsi

15 Januari 2016   12:03 Diperbarui: 29 Desember 2017   13:32 1706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hampir dua tahun yang lalu saya melihat sesuatu yang baru dalam dunia perkuliahan. Saat itu teman kos saya (panggil saja Mbak kos) akan mengikuti ujian/sidang skripsi. Yang membuat saya terkejut adalah ketika ia bilang kalau ia harus menyiapkan ‘hadiah’ untuk tiga orang pengujinya, semacam makanan, tapi bukan sekedar kosumsi roti dalam kardus yang biasa buat konsumsi jika ada acara. Terdiri dari makanan ringan sampai berat beraneka rupa.

Saya heran, kenapa harus begitu? Mbak kos berkata kalau itu adalah semacam ‘tradisi’, mahasiswa memberi konsumsi atau hadiah bagi dosen penguji dan pembimbing. Sebenarnya dia juga tidak setuju, tapi mau bagaimana lagi, semua mahasiswa melakukan itu. Aku lebih tidak setuju lagi. Itu peraturan dari mana? Menurutku, menguji dan membimbing mahasiswa itu sudah menjadi kewajiban dosen. Mereka sudah dibayar.

Dan sekarang saya hampir berada di posisi Mbak kos waktu itu. Yang bikin saya badmood adalah beberapa hari lagi saya ujian seminar (proposal skripsi) dan teman-teman sudah ramai membicarakan tentang ‘konsumsi’. Ternyata parahnya, memberi konsumsi sudah ada bahkan sebelum mulai menyusun skripsi!

Saya tak habis pikir. Alasan paling utama saya tidak setuju adalah bahwa hal ini tidak ada peraturannya. Ini kewajiban dosen dan mereka sudah digaji. Yang kedua, tidak semua mahasiswa punya uang lebih, saya contohnya (curcol). Saya mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi, yang tanpa beasiswa ini saya kesulitan untuk bisa kuliah. Saya terbiasa menyeleksi mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak, dan hal ini termasuk ‘yang tidak’. Bukannya saya pelit, namun saya bukan orang yang menyenangi korupsi. Memang ada yang berpendapat bahwa ini sebagai tanda apresiasi kita karena dosen menguji mahasiswa dari pagi sampai sore, namun sekali lagi ini adalah kewajiban mereka. Logikanya begini. Ketika ikut kuliah reguler sehari-hari apa kita menyediakan konsumsi untuk dosen? Tidak, kan? Atau begini. Jika kita keluar rumah untuk suatu keperluan cukup lama, kita harus bertanggung jawab atas kebutuhan makan minum kita sendiri, entah bawa bekal dari rumah atau beli di tempat tujuan. Yang ketiga, mungkin juga ada mahasiswa yang cukup uang namun punya pendapat yang sama dengan saya.

Terus terang saja hal ini membuat saya bertambah badmood, padahal jam dua belas saja masih belum saya lewati.

Jika ada yang berkomentar pro dan kontra, silakan dengan alasan yang kuat. Saya terbuka dengan pendapat lain. Namun sejauh ini, saya tidak setuju karena alasan-alasan yang sudah saya utarakan di atas. Menurut saya, dilihat dari peristiwa ini pun bisa diketahui bahwa bangsa ini memang bermental korupsi. Saya yakin sekali bahwa tradisi ini muncul awalnya adalah karena ingin menyogok dosen biar jalannya ujian bisa dipermudah.

Untuk rujukan, silakan lihat disini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun