Apakah kalian pernah mendengar kata kok, dong, sih, dan sejenisnya? Pernahkah kalian berpikir sebenarnya apa sih makna dari kata-kata itu? Atau kalian mungkin sudah pernah mencoba mencari maknanya, namun belum berhasil menemukan penjelasan yang mudah dimengerti?
Sebagai penutur asli Bahasa Indonesia mungkin kita tahu benar kapan penggunaan beberapa kata tersebut meskipun tidak benar-benar mengetahui makna sebenarnya. Namun bagi para penutur asing, tentunya hal itu menjadi tantangan tersendiri dalam belajar Bahasa Indonesia. Hal itulah yang kemudian menginspirasi saya untuk menulis esai ini. Di beberapa media sosial, saya temukan beberapa penutur asing yang sering mendengar kata kok, dong, sih, dan sejenisnya ketika sedang berbicara dengan teman-teman penutur asli Bahasa Indonesia. Tetapi ketika mereka mencari makna kata-kata tersebut di kamus dan beberapa referensi lain, mereka tidak menemukan penjelasan yang sesuai. Jadi sebenarnya apa ya makna kata kok, dong, sih, dan sejenisnya itu dalam Bahasa Indonesia?
Dalam tata Bahasa Indonesia, kata kok, dong, sih, dan beberapa kata sejenisnya lazim disebut sebagai partikel fatis. Tidak hanya para penutur asing, mungkin sebagian dari kita juga masih asing dengan istilah partikel fatis ini. Partikel fatis merupakan bagian dari kategori fatis. Lalu kategori fatis itu sendiri merupakan bagian dari kelas kata tugas. Ada tiga kategori fatis, yakni partikel fatis, kata fatis, dan frasa fatis. Untuk lebih jelasnya, perhatikan bagan di bawah ini.
Kridalaksana (2011) menyebutkan bahwa kategori fatis merupakan kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara penutur dan mitra tutur. Sebelum masuk ke pembahasan lebih lanjut terkait kategori fatis, mungkin ada yang masih bingung karena kategori fatis ini dirasa mirip dengan interjeksi (kata seru) dan partikel penegas. Jadi apa perbedaan di antara ketiganya?
Dalam penelitian Kulsum (2012) yang berjudul "Iya deh atau Iya dong?: Membandingkan Partikel Fatis deh dan dong dalam Bahasa Indonesia" disebutkan bahwa menurut Alwi et al (2000), pada dasarnya kategori fatis itu senada dengan partikel penegas. Alwi menyatakan bahwa partikel penegas meliputi kata yang tidak tertakluk pada perubahan bentuk dan hanya berfungsi menampilkan unsur yang diiringinya. Kemudian terkait dengan interjeksi atau kata seru, Kridalaksana (dalam Yudhistira, 2020) menyebutkan bahwa karakteristik utama yang membedakan interjeksi dengan kategori fatis adalah interjeksi bersifat ekstrakalimat (selalu mendahului tuturan dan dapat berdiri sendiri), sedangkan partikel fatis dapat muncul di manapun (awal, tengah, akhir) mengikuti maksud penutur. Selain itu disebutkan juga bahwa interjeksi bersifat emotif atau bertugas menegaskan perasaan, sementara kategori fatis bersifat komunikatif atau lebih menegaskan tuturan seseorang dalam berkomunikasi. Dari uraian tersebut, menurut saya dapat disimpulkan bahwa kategori fatis itu setara dengan partikel penegas dan berbeda dengan interjeksi dari segi tujuan penggunaan serta letak partikel dalam suatu kalimat.
Secara etimologis fatis berasal dari bahasa Yunani phatos, yang artinya 'berbicara'. Fatis pada awalnya berkaitan dengan ragam tuturan lisan nonformal. Lalu seiring perkembangan zaman, kategori fatis dapat pula ditemukan dalam ragam tulisan seperti dalam surat pribadi serta dalam caption atau obrolan di media sosial. Kulsum (2012) menyebutkan bahwa partikel fatis merupakan kata tugas dengan karakteristik sebagai berikut:
- Memiliki bentuk khusus, yakni sangat kecil atau ringkas
- Bertujuan untuk menghidupkan komunikasi dan suasana komunikasi tersebut
- Pada umumnya muncul dalam ragam lisan (percakapan) dan ragam tulisan bersifat nonformal
- Biasanya memiliki fungsi sebagai penegas kata atau kalimat
Seperti yang telah disinggung pada paragraf sebelumnya, Kridalaksana (dalam Pratiwi & Agustina, 2019) membagi kategori fatis menjadi 3 bentuk, yakni:
- Partikel Fatis (ah, deh, dong, ding, kan, kek, kok, lah, lho, nah, pun, sih, toh, ya, yah)
- Kata Fatis (ayo, halo, mari, selamat)
- Frasa Fatis (selamat, terima kasih, turut berdukacita, asalamualaikum, waalaikumsalam, insyaallah)
Masih dalam Pratiwi & Agustina (2019), Kridalaksana menyebutkan bahwa pada dasarnya fatis digunakan dengan memperhatikan fungsinya dalam suatu komunikasi. Menurutnya fungsi-fungsi fatis dalam suatu komunikasi adalah sebagai berikut: (1) menegaskan penolakan; (2) penegas ajakan; (3) menegaskan pemaksaan atau bujukan; (4) penegas pemberian garansi; (5) sekedar penekanan; (6) pemerhalus perintah; (7) menegaskan kesalahan mitra tutur; (8) penegas pengakuan kesalahan penutur; (9) memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon; (10) penanda keakraban; (11) penegas pembuktian; (12) penegas perincian; (13) penegas perintah; (14) pengganti kata; (15) penegas alasan dan pengingkaran; (16) penegas kalimat imperatif, dan sebutan dalam kalimat; (17) interjeksi yang menyatakan keterkejutan; (18) penegas kepastian; (19) pengalihan topik; (20) penegas bagian penting dalam suatu kalimat; (21) bentuk simpati; (22) pengganti tugas -tah dan --kah; (23) pengganti makna 'memang' atau 'sebenarnya'; (24) penegas alasan; (25) penegas maksud; (26) menegaskan atau membenarkan pertanyaan mitra tutur; (27) menegaskan persetujuan atau pendapat mitra tutur; (28) penanda keragu-raguan atau ketidakpastian ungkapan petutur.
Kata kok merupakan salah satu bentuk partikel fatis yang dalam KBBI bermakna 'kata yang digunakan untuk menekankan atau menguatkan maksud dan kata yang menyatakan mengapa atau kenapa'. Jadi dapat dipahami bahwa kata kok tersebut merupakan partikel fatis yang berfungsi sebagai penegas maksud tuturan dan pengganti kata tanya mengapa. Contoh kalimatnya adalah "bukunya bener yang itu kok" dan "kok bisa sih dia secantik itu?". Lalu partikel fatis dong dalam KBBI bermakna 'kata yang dipakai di belakang kata atau kalimat untuk pemanis atau pelembut maksud'. Maka dapat dipahami bahwa fungsi kata dong adalah sebagai pelembut maksud. Contoh penerapannya dalam kalimat adalah "rekomendasiin drama yang bagus dong". Selanjutnya partikel fatis sih dalam KBBI berarti 'kata penambah atau penegas dalam kalimat tanya; menyatakan kebimbangan; menyatakan persetujuan'. Jadi dapat dipahami bahwa kata sih di sini memiliki fungsi sebagai penegas kalimat tanya, penanda keragu-raguan, dan pernyataan persetujuan. Contoh kalimatnya adalah "siapa sih yang nyuruh kamu nemuin dia?" dan "deket sih tempat konsernya, tapi tiketnya mahal banget".
Kesimpulannya, partikel fatis dan kategori fatis lainnya dapat kita pahami jika mengetahui fungsi kategori tersebut dalam suatu komunikasi. Beberapa makna kateori fatis mungkin dapat kita temukan di KBBI, namun beberapa lainnya yang tidak ditemukan dalam KBBI hanya dapat dipahami jika kita juga paham apa fungsi atau tujuan digunakannya kategori tersebut.