Mohon tunggu...
Hibbatul Afwah
Hibbatul Afwah Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Hibbatul Afwah Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perdebatan Antara Feminisme dan Tradisi Budaya Masyarakat Muslim

25 Juni 2023   21:19 Diperbarui: 25 Juni 2023   21:49 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Feminisme merupakan wacana yang menarik dan tidak akan ada habisnya untuk dibahas. Dalam beberapa dekade terakhir ini gerakan feminisme di kalangan umat muslim seringkali menjadi sorotan dan juga topik  perdebatan, dalam gerakan feminisme ini menuntut kesetaraan hak dan juga keadilan antara kaum laki-laki dan perempuan, dan juga bertujuan untuk mencari keseimbangan gender, dan ini dilakukan agar tidak adanya kasus-kasus dalam gender seperti halnya penindasan perempuan, rasisme dll. 

Namun disisi lain bahwa gerakan feminisme ini juga memperoleh banyak kritik dan juga menuai perdebatan oleh pihak yang lebih menekankan untuk mempertahankan tradisi islam yang sudah ada, karena gerakan feminisme ini merupakan produk dari barat sehingga membentuk stereotip dan dianggap kurang cocok jika diterapkan dalam tradisi budaya muslim.

Dalam pertentangan ataupun kontroversi yang melibatkan feminisme dan juga tradisi masyarakat muslim, hal itu seringkali berpengaruh pada kehidupan sehari-hari terhadap kaum muslimin dan juga muslimah. Seperti halnya dalam pekerjaaan dan juga pendidikan.

Dalam sudut pandang gerakan feminisme yang lebih mementingkan keadilan yaitu dengan memberikan kesempatan kerja dan juga kesempatan pendidikan yang sama terhadap laki-laki ataupun perempuan agar terwujudnya kesetaraan gender secara substansial. Namun disisi lain yaitu dalam sudut pandang tradisi islam yang menentang adanya feminisme, karena menganggap wanita melampaui kodratnya, karena melihat bahwa tugas utama dari seorang wanita itu mengurus keluarga dan rumah tangga.

Pertentangan ini juga muncul dalam hal kebebasan berekspresi. Dalam konteks Indonesia misalnya masih banyak orang tua atau bahkan tokoh agama yang menganut paham patriarki yang menempatkan laki-laki lebih tinggi dan perempuan dibawahnya. Adapun ketidakseimbangan ini dalam pembagian peran yang dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat tersebut, dan itu juga termasuk  interpretasi atau penafsiran ajaran agama yang berperan dalam membentuk suatu pandangan tersebut. dan dalam interpretasi dalam teks-teks agama tersebut yang menyebabkan adanya bias gender atau ketimpangan, sehingga dari hal tersebut yang menjadikan belum ada kesetaaraan gender. 

Dan gerakan feminisme ini yang menuntut hak-hak tersebut yang marupakan bagian dari kesetaraan gender, tetapi dalam pandangan orang-orang yang lebih memilih mempertahankan tradisi-tradisi islam yang sudah ada, atau oleh pihak konservatif yang memandang bahwa hal tersebut itu bertentangan dengan nilai-nilai islam.

Dan hal tersebut seringkali dianggap kesalahan dalam mengartikan dan memaknai feminisme tersebut, umat islam memandang kalau feminisme itu produk barat dan identik dengan westernisasi, sehingga dianggap kurang cocok jika diterapkan dalam budaya ataupun tradisi masyarakat muslim, seperti halnya di Indonesia. dalam tradisi yang berkembang di masyarakat atau bisa dikenal dengan budaya masyarakat antara lain seperti halnya pembatasan perempuan untuk berkarir, yang di mana banyak tuntutan dari pihak laki-laki yang menetapkan bahwasannya perempuan duduk di rumah.

Dan hal tersebut membuat perempuan tidak bisa berkembang dan tidak bisa melanjutkan keinginan yang mereka mau sebab dikekang oleh tuntutan-tuntutan tersebut, dan kebiasaan seperti ini yang juga membuat perempuan patuh atas tradisi atau kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat tersebut, dan patuhnya perempuan kembali pada kodrat yang di mana derajat laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.

Maka dari itu masyarakat sekarang ini perlu diberikan pemahaman mengenai kesetaraan gender tersebut untuk meruntuhkan stigma negatif terhadap perempuan yang berakar dari bias gender atau prasangka terhadap perempuan yang akhirnya menyebabkan ketidakadilan gender. Pandangan mengenai kodrat perempuan yang didapur, laki-laki yang dianggap kurang cocok dalam urusan rumah tangga dll. Stereotip seperti itu sudah semestinya untuk dihilangkan.

Tetapi demikian untuk merelai perdebatan antara feminis dan tradisi ini sudah mulai ada usaha dalam mencari solusi dan memecahkan persoalan tersebut untuk mendamaikan keduanya, yaitu dengan melalui pendekatan teologi feminis yang menafsirkan ajaran islam itu secara menyeluruh, dan juga untuk membebaskan dari pemikiran-pemikiran patriarki dalam tradisi-tradisi islam itu sendiri. Karena seringkali dalam penafsiran tersebut yang bisa berdampak pada ajaran agama dan juga prilaku agama.

Namun disamping itu juga ada gerakan aktivis yang berusaha untuk menyuarakan dan mengungkapkan secara moderat tanpa menodai meruntuhkan nilai-nilai tradisional islam yang hingga sekarang masih dipercayai oleh sebagian umat muslim. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun