Mohon tunggu...
Hibatullah Maajid
Hibatullah Maajid Mohon Tunggu... Lainnya - Nulis artikel

Selangkah lebih baik daripada seribu angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pedoman Penggunaan Gas Air Mata oleh Kepolisian

13 Januari 2024   15:30 Diperbarui: 13 Januari 2024   15:31 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penggunaan gas air mata oleh kepolisian pada pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10) lalu menyebabkan banyak korban jiwa. Pelanggaran aturan FIFA terjadi karena gas air mata, yang mengandung zat kimia berbahaya, digunakan dalam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang. FIFA Stadium Safety and Security Regulations Pasal 19 b mengatur penggunaan senjata kimia seperti gas air mata di pinggir lapangan.

Senjata kimia ini, yang berisi zat-zat seperti bromoacetone, benzyl bromide, ethyl bromoacetate, xylyl bromide, dan -bromobenzyl cyanide, dikemas dalam bentuk semprotan dan granat. Lakrimator ini menyebabkan iritasi pada mata dan mengganggu sistem pernapasan, sehingga dianggap sebagai senjata kimia.

Peraturan tentang penggunaan gas air mata oleh Kepolisian diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI No. 1 Tahun 2009 mengenai Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Pasal 5 ayat (1) dari peraturan tersebut menjelaskan langkah-langkah penggunaan kekuatan Kepolisian, yang terdiri dari:
a. Tahap 1: Penerapan kekuatan dengan dampak pencegahan.
b. Tahap 2: Pemberian perintah secara lisan.
c. Tahap 3: Pengendalian menggunakan tangan kosong secara lembut.
d. Tahap 4: Pengendalian menggunakan tangan kosong dengan intensitas keras.
e. Tahap 5: Pengendalian menggunakan senjata tumpul, termasuk senjata kimia seperti gas air mata, semprotan cabe, atau peralatan lain sesuai standar Polri.
f. Tahap 6: Pengendalian dengan menggunakan senjata api atau peralatan lainnya yang dapat menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian terhadap anggota Polri atau anggota masyarakat.

Kemudian, ayat (2) dari pasal tersebut menjelaskan bahwa anggota Polri diharapkan memilih tahapan penggunaan kekuatan sesuai dengan tingkat bahaya ancaman yang diterima dari pelaku kejahatan atau tersangka. Hal ini mencakup prinsip-prinsip yang dijelaskan dalam Pasal 3.

Dalam mempertimbangkan penggunaan kekuatan, kepolisian perlu memperhatikan sejumlah faktor, termasuk legalitas, kebutuhan, proporsionalitas, kewajiban umum, pencegahan, dan rasionalitas.

Aturan penggunaan gas air mata oleh Kepolisian diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Pasal 5 ayat (1) memaparkan tahapan penggunaan kekuatan, termasuk tahapan ke-5 yang melibatkan senjata kimia seperti gas air mata sesuai standar Polri. Anggota Polri diwajibkan memilih tahapan penggunaan kekuatan berdasarkan bahaya ancaman dari pelaku kejahatan.

Meski penggunaan kekuatan Kepolisian dibenarkan dalam menjalankan tugasnya, masyarakat juga berhak mendapatkan jaminan keamanan dan terhindar dari tindak kekerasan. Namun, sayangnya, penggunaan kekuatan seringkali menimbulkan dampak merusak, seperti luka, kerusakan organ tubuh, hingga kematian di mata masyarakat.

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan dimulai ketika sebagian suporter Aremania merangsek masuk setelah kekalahan Arema FC. Pemain Persebaya segera meninggalkan lapangan, dan kerusuhan semakin membesar dengan lemparan flare dan benda-benda lainnya. Petugas keamanan berusaha menghalau suporter dengan menembakkan gas air mata, yang menyebabkan banyak pingsan dan kesulitan bernafas.

Tragedi ini menelan banyak korban, dengan 125 orang meninggal dan 323 orang luka. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menggelar rapat koordinasi untuk menangani tragedi tersebut. Presiden Joko Widodo menekankan perlunya langkah-langkah cepat, termasuk evaluasi persepakbolaan, penegakan hukum, dan rehabilitasi untuk menyelesaikan masalah yang timbul akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun