Cerita kepada anak diasosiasikan sebagai tugas kaum wanita (baca: ibu). Apakah para ayah tidak mampu melakukannya? Hmmm... tidak juga! Hanya saja, telah terjadi semacam segmentasi terkait dengan gender stereotype yang menyatakan bahwa bercerita kepada anak (terutama anak kecil) adalah bagian dari tugas kaum wanita.
Beberapa berpendapat bahwa karena anak-anak lebih dekat dengan ibunya saat mereka masih kecil. Sepertinya ini bukan pendapat yang sepenuhnya tepat. Bagaimana dengan anak yang ibunya bekerja penuh waktu? Ya... biasanya mereka diasuh oleh baby siter yang notabene juga wanita. Ini menjadikan stereotype bahwa anak adalah urusan wanita menjadi semakin kuat.
Bagaimana kalau tugas bercerita kepada anak ditawarkan kepada para ayah? Apakah para ayah akan berebut melakukan tugas ini karena merasa diremehkan selama ini? Atau, apakah para ayah justru menganggap tawaran ini sebagai bahan main-main? Bagaimana kalau tawaran ini disampaikan berkaitan dengan HARI AYAH (baca: FATHER'S DAY)?
Tahun 2014, Hari Ayah untuk Finlandia jatuh pada Minggu, 9 November 2014. Ada banyak cara untuk merayakan hari istimewa ini. Science Center (Tietomaa) di Oulu, Finlandia, membebaskan para ayah masuk ke setiap wahana saat mengantar anaknya. Gereja-gereja akan membuat acara khusus untuk para ayah seperti hiking, pertermuan khusus, dll.
Bulan November 2014 dinyatakan juga sebagai BULAN MEMBACA oleh PMF (Palang Merah Finlandia) yang disebut sebagai Punainen Risti. Salah satu program mereka adalah membantu dengan membaca. Dalam program ini, siswa dimotivasi untuk membaca buku. Untuk setiap buku yang sudah selesai dibaca, mereka akan mendapatkan sebuah stiker kecil yang ditempelkan di sebuah buku khusus. Nantinya, orang tua boleh melakukan konversi stiker ke sejumlah uang yang akan didonasikan kepada Punainen Risti.
Jadi, di November 2014, Finlandia memiliki paling tidak dua kegiatan besar, Hari Ayah dan Bulan Membaca. Oulu International School (OIS) menggabungkan kedua program besar ini dengan mengundang para ayah untuk bercerita di kelas pada Jumat, 7 November 2-14. Mereka memberikan 2 slot pelajaran @ 45 menit untuk kegiatan ini.
Sebagai salah seorang ayah yang anaknya bersekolah di OIS, saya langsung mendaftarkan diri untuk bergabung. Di kelas 2B, ada tiga ayah yang berpartisipasi. Dua ayah bercerita pada 08.15-09.00 dan saya sendiri mendapatkan bagian saya pada 09.00-09.45.
Saat menunggu giliran, guru kelas mempersilakan saya untuk masuk dan menunggu di dalam. Saya lebih memilih untuk menunggu di luar karean khawatir kehadiran saya bisa mengganggu konsentrasi anak yang sedang mendengarkan cerita. Selain itu, ada alasan lain. Saya ingin mengamati respon para ayah terhadap program ini. Bukankah berdasarkan gender stereotype, bercerita kepada anak adalah tugas wanita atau ibu?
Momen menunggu menjadi sesuatu yang mengasyikan (paling tidak, ini yang saya alami saat itu, walaupun saya tidak bermain gadget sama sekali). Situasi yang saya lihat sangat meggembirakan. Program ini direspon dengan baik oleh para ayah. Saya melihat paling tidak ada enam ayah yang sedang bercerita. Ada yang bercerita dengan membacakan buku. Ada juga yang langsung menyampaikannya secara lisan. Sebagian menyampaikan cerita di depan kelas, dan yang lain sambil duduk berkeliling. Sebuah momen yang sangat menarik untuk dilewatkan.
Saya lebih memilih untuk menyampaikan cerita secara langsung. Bumbu gerakan fisik dan variasi volume suara serta intonasi akan membuat sebuah cerita lebih menarik.