Saya tergelitik menyoroti paradigma serapan anggaran yang banyak digunakan orang untuk mengevaluasi ketercapaian sebuah sistem. Paradigma ini begitu kuatnya sehingga kalangan akademisi pun juga belum bisa melepaskan diri darinya. Pengalaman saya pribadi memimpin sebuah unit di sebuah perguruan tinggi juga mengalami hal yang sama, yaitu serapan yang rendah menunjukkan perencanaan yang kurang baik dan program yang tidak berjalan dengan optimal. Bagaimana mungkin sebuah institusi pendidikan yang seharusnya mengedepankan pemikiran yang maju malah terjebak pada paradigma lama yang sudah usang?
Hal yang sama rupanya terjadi juga pada sosok Anies Baswedan, lulusan Amerika, dosen senior, mantan rektor universitas yang cukup terkenal dengan jabatan terakhir sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pimpinan kementerian yang seharusnya merancang program yang mengedepankan kebaruan untuk mendukung kemajuan. Beberapa komentarnya yang terakhir dalam masa kampanye sungguh menggelitik saya untuk menuliskan hal ini.
Dikutip dari kompas.com, "Perencanaan 100 persen tapi yang terlaksana 68 persen. Sepertiga enggak terlaksana. Dimana keberhasilan seorang gubernur, tunjukan, kita ingin ganti dengan yang efektif," ujar Anies. Apakah serapan yang rendah SELALU mengindikasikan program yang tidak terlaksana? Sebuah pikiran yang naif untuk seorang sekaliber Anies yang sudah melanglang buana ke berbagai negara.
Di bagian lain dari kompas.com, "Hanya 68 persen, artinya program nggak jalan, artinya pemerintah tidak berhasil menjalankan rencana kerja, karena sekitar sepertiganya nggak jalan," ujar Anies. Bahkan dengan bangga, Anies mengatakan bahwa serapan anggaran di Kemendikbud pada masa kepemimpinannya lebih besar daripada serapan anggaran DKI saat ini. Tapi, tiba-tiba koq ingat temuan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang kelebihan anggaran sekian triliun di Kemendikbud yang pada masa Anies Baswedan memimpin lembaga ini. Hnmmmm.... kalau kelebihan anggaran ini tidak ditemukan, berarti akan muncul paling tidak 2 kemungkinan: kedapatan serapannya rendah atau uang itu hilang entah kemana.
Kembali pada paradigma "serapan anggaran menunjukkan kesuksesan sebuah instansi", sepertinya kita perlu mengevaluasinya. Pertama, paradigma ini memberikan semangat kepada instansi untuk menghabiskan anggaran. Pokoknya anggaran habis, entah bagaimana caranya tetapi hasilnya belum tentu jelas. Peluang adanya korupsi menjadi lebih terbuka.
Kedua, dengan semangat menghabiskan anggaran supaya serapannya tinggi, berarti instansi tidak akan memikirkan konsep penghematan. Bukankah ini sama artinya dengan memboroskan anggaran, yang notabene adalah uang rakyat? Bukankan ini berarti seorang pemimpin tidak dapat lagi disebut sebagai pemimpin yang amanah?
Saya tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Anies saat mengatakan hal yang sama di kesempatan yang berbeda. Jika pernah mengatakannya tetapi sekali, mungkin saja saat itu terjadi keseleo lidah atau kurang konsentrasi sehingga antara otak dan mulut tidak nyambung. Kalau ternyata diucapkan beberapa kali di waktu yang berbeda, artinya Anies, sang calon gubernur DKI, yang dulunya dosen senior, rektor universitas besar dan pernah menduduki jabatan penting di negeri ini sedang menggunakan konsep lama yang sudah usang di tengah jaman yang sudah maju ini.
Serapan anggaran yang rendah bisa diakibatkan banyak hal, misalnya tidak ditemukannya kontraktor yang tepat untuk mengerjakan sebuah proyek. Daripada uang dihamburkan dalam rangka mengejar serapan tinggi tetapi tidak bermanfaat, jauh lebih baik jika anggaran itu disimpan untuk hal yang lebih baik. Tidak seorang pun yang bisa menjamin akan mendapatkan kontraktor yang tepat saat merencanakan sebuah program/proyek. Menurut saya, rakyat sebagai pemilik uang yang sebenarnya lebih suka uang itu digunakan untuk hal lain yang lebih bermanfaat.
Serapan yang rendah bisa juga terjadi karena ada pihak luar yang bersedia mendanai sebuah proyek sehingga anggaran yang dialokasikan memang tidak terserap tetapi program tetap dapat dijalankan. Jadi, serapan memang rendah tetapi program tetap berjalan. Bukankah ini menunjukkan kesalahan paradigma yang digunakan Anies? Jika sebuah instansi mengetahui bahwa ada pihak luar yang bersedia mendanai sebuah proyek, logikanya anggaran proyek tersebut tidak perlu dialokasikan.Â
Serapan anggaran yang rendah bisa terjadi karena penghematan. Dari sisi pemilik modal (dalam hal ini rakyat), penghematan berarti masih ada sisa dana yang dapat digunakan utnuk kepentingan lain. Menurut saya, ini jauh lebih berharga daripada sekedar mengejar target serapan tinggi tapi pemborosan tinggi.
Menurut saya, sebaiknya Anies menggunakan data dan fakta yang lebih baik dalam kampanye. Banyak cibiran yang muncul dari pembaca kompas.com yang bisa kita baca. Banyak orang yang kecewa dengan pandangan seorang sekaliber Anies terkait dengan pernyataannya itu.