Apakah Anda pernah membaca atau mengenal sebuah lembaga non-profit yang bernama Plan International? Lembaga ini mengumpulkan dana dengan tujuan menolong, khususnya, anak-anak dalam banyak hal, misalnya pendidikan, perlindungan terhadap kekerasan, kesehatan, sanitasi, dll. Anda bisa membacanya melalui link, Di bandara internasional Helsinki, lembaga non-profit yang sekarang sedang berkampanye untuk melindungi anak perempuan ini memiliki sebuah terminal untuk mengumpulkan sumbangan dari para penumpang pesawat. Secara umum tidak ada yang baru dari sistem yang dipakai. Anda menyumbang sejumlah uang dan sebagai ucapan terima kasih Plan International akan memberikan air mineral.Â
Donatur tinggal menyentuh layar TV tersebut dan akan muncul pertanyaan berapa sumbangan yang ingin diberikan dan jumlah botol minum yang akan diambil. Sumbangan diberikan dengan cara transfer menggunakan kartu ATM. Setelah proses selesai, maka donatur bisa langsung mengambil botol minuman sejumlah yang dimasukkan. Tidak ada petugas yang menjaga terminal tersebut. Tidak ada petugas yang akan berusaha menarik perhatian calon donatur. Tidak ada petugas yang berdiri di dekat situ untuk memberikan brosur. Tidak ada musik atau film yang dimainkan melalui layar TV untuk menarik perhatian penumpang yang melewatinya.
Lalu, apa yang membuat terminal tersebut jadi menarik? Konsep yang dibawa oleh terminal ini menarik, setidaknya menurut analisis saya pribadi, yaitu SATU terminal tetapi MULTI dimensi.Â
1. DONATUR MENYUMBANG KARENA BERSEDIA.Â
Sebagaimana telah tertulis di atas, tidak ada seorang pun perwakilan dari Plan International yang berada di sana. Jadi, keberadaannya hanya diwakili oleh si terminal yang diam terpaku di tempatnya tanpa berbicara apa-apa. Bukan hanya itu, layar TV juga tidak menampilkan program-program yang telah dan akan dilakukan dengan dana dikumpulkan. Tidak ada foto anak-anak yang menyentuh hati sehingga penumpang yang lewat akan tergerak untuk mendukung melalui donasi. Situasi juga hambar-hambar saja karena tidak ada musik lembut yang mengalun untuk menarik perhatian.
Dengan kondisi terminal yang demikian, maka calon donatur yang akhirnya bersedia mendukung program lembaga yang bermarkas di Inggris ini memang murni ingin membantu. Mereka dengan rela mendukung program pemberdayaan untuk negara dunia ketiga karena peduli tanpa perlu menumbuhkan rasa kepedulian itu.Â
Keinginan untuk menolong dengan semangat seperti inilah yang sebenarnya dinantikan oleh dunia yang rusak dan tidak adil ini. Betapa keegoisan telah meracuni hidup manusia, bahkan sudah terlihat pada anak-anak, sehingga tidak lagi peduli dengan apa yang sedang terjadi. Ketidakpedulian telah menumpulkan hati nurani manusia untuk memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuan dan kesanggupannya.
Kepedulian semacam ini bisa diterapkan di bidang yang lain, misalnya urusan sampah. Bukankah kita sering menemukan plastik yang dibuang sembarangan? Pernahkah terbersit dalam pikiran ini untuk mengambil dan membuangnya ke tempat sampah? Tidak ada pengeras suara yang memotivasi untuk melakukannya, tetapi hal ini bisa dilakukan karena kepedulian itu sudah tumbuh. Tidak perlu ada orang yang mengingatkan untuk membantu memungut sampah yang berserakan tetapi hal ini bisa dilakukan karena keinginan untuk membantu.
2. MENJUNJUNG TINGGI TRANSPARANSI
Oleh karena tidak ada petugas di sekitar terminal itu, maka semuanya menggunakan prinsip transparansi. Dalam hal ini integritas seseorang sedang dipertaruhkan. Bukankah integritas seseorang diuji saat tidak ada seorang pun yang mengawasi tingkah lakunya?
Orang bisa langsung mengambil botol minum itu tanpa memberikan donasinya. Wow.... sebuah godaan yang sangat besar! Apakah lembaga yang bergerak di lebih dari 70 negara ini tidak khawatir dengan orang yang hanya mengambil tanpa menyumbang? Saya tidak tahu tetapi paling tidak kekhawatiran itu bukanlah sebuah masalah besar. Buktinya, terminal itu sudah berdiri di situ dan program sudah dijalankan. Peluang 'kejahatan' lain adalah mengambil lebih banyak dari yang dituliskan.Â