Sebenarnya, artikel ini saya siapkan untuk media terkait dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2019. Namun, karena tidak ada respon sama sekali, maka saya memutuskan untuk membagikannya di laman Kompasiana. Mau berdiskusi? Monggo...
Secara geografis, Finlandia tidak memiliki gunung sama sekali. Alamnya didominasi oleh pegunungan dan hutan yang memang dijaga dengan sangat baik. Di antara pegunungan dan hutan tersebut, tersebar ribuan danau dengan ukuran yang bervairasi. Lalu, dimanakah letak gunung es yang memukau dunia tersebut?
Gunung es tersebut meliputi hampir seluruh wilayah negara yang berpenduduk sekitar 5,5 juta jiwa ini. Namun, tidak seorang pun mampu melihatnya secara fisik. Lalu, bagaimana mungkin gunung es tersebut memukau dunia apabila tidak terlihat?
Survey yang dilakukan PISA (Programme for International Student Assessment) terhadap siswa di berbagai belahan dunia beberapa tahun lalu menempatkan Finlandia di posisi atas terkait dengan hasil belajar siswa. Sejak saat itu, banyak orang mulai bertanya-tanya, bagaimana mungkin hal itu terjadi? Bagaiamana negara yang berada di dekat kutub Utara ini melakukannya? Di Indonesia bahkan beredar kabar bahwa Finlandia mencontoh konsep Taman Siswa yang diajukan Ki Hadjar Dewantara.
Dari banyak penelusuran, ditemukan bahwa negara beribukota Helsinki ini menerapkan sistem pendidikan tertentu. Bak jamur di musim hujan, muncullah berbagai seminar yang membahasnya. Banyak video clip beredar di jagad maya yang mengatakan bahwa Finlandia tidak memberikan PR kepada siswanya, jam sekolahnya pendek, dll.
Tahukah Anda bahwa semua yang disampaikan dalam seminar dan video yang viral itu hanya sebagian kecil dari keseluruhan cerita? Lalu, berapa bagian yang belum diceritakan? Sangat besar! Fenomena ini ibarat gunung es, puncaknya yang kecil dan berkilauan telah memukau banyak orang, tetapi mereka melupakan bagian besar yang menopang di bawahnya. Gunung es yang saya maksudkan adalah sistem pendidikan di Finlandia.
Lima tahun lebih bermukim di Finlandia, saya berkesempatan untuk mengamati, merasakan, dan mengalami situasi sosial masyarakat. Sebagian kecil akan saya bagikan di sini karena keterbatasan ruang. Semoga dapat membuka wawasan kita tentang bagian besar yang menopang gunung es tersebut untuk mengapung dan terlihat puncaknya.
Interaksi orang tua dan anak
Di Finlandia, seorang wanita yang bekerja dan kemudian melahirkan, berhak mendapatkan cuti sampai satu tahun dan tetap mendapat 80% gajinya. Ia berhak kembali ke tempat kerjanya setelah masa cuti itu habis. Sang suami berhak mendapatkan cuti tiga minggu untuk mendampingi istrinya merawat bayi yang baru lahir tersebut dan tetap menerima gaji penuh. Cuti istri tersebut bisa dipindakan ke suami, sehingga istri kembali bekerja dan suami merawat anak di rumah.
Jika istri memutuskan untuk di rumah dan menjaga anak setelah satu tahun, ia akan menerima sejumlah uang berdasarkan sistem jaminan sosial negara sampai anak berusia tiga tahun. Selain itu, negara juga mendukung kebutuhan anak secara finansial sampai usia 17 tahun. Keberadaan sistem jaminan sosial negara membebaskan orang tua dari tekanan karena keuangan. Hal ini tentu saja berdampak pada interaksi orang tua dan anak.
Peran ayah dalam keluarga
Salah satu pemandangan yang saya sukai adalah saat seorang ayah menggendong atau menyuapi bayinya. Itu adalah jenis pemandangan langka di Indonesia. Hal lain seperti ayah mengajak anaknya yang kecil jalan-jalan dan ayah bermain dengan anaknya menjadi sesuatu yang langka. Namun, Anda akan dengan mudah menemukan hal ini di Finlandia.