Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ada yang Lebih Berbahaya daripada Ijazah Palsu

22 Januari 2017   22:29 Diperbarui: 23 Januari 2017   08:42 1852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ijazah palsu. Shutterstock

Menurut saya, cara-cara yang tidak tepat dalam melakukan remidiasi ini telah membuat mahasiswa tidak menghargai ujian yang sebenarnya karena mereka meyakini akan ada remidiasi sampai lulus atau sampai dosennya merasa lelah dan akhirnya meluluskan mereka.

Akibat dari penerapan prinsip yang tidak bijaksana ini, kualitas lulusan menjadi tidak jelas. Hasil belajar yang tercantum pada transkrip bukanlah hasil yang sebenarnya. Jika mahasiswa tersebut lulus dari PT, maka ijazah yang dimilikinya adalah ijazah asli tetapi isinya palsu karena proses belajar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. 

Inilah yang saya maksud dengan judul di atas. Ijazah yang seperti ini tidak dapat dibuktikan kepalsuannya menggunakan program SIVIL dan PIN. Kampus yang menerbitkan ijazah tersebut juga tidak memiliki sistem pencatatan untuk mengetahui proses belajar yang pernah dialami almuni dengan ijazah seperti itu.

Saya mengajak rekan-rekan dosen untuk memikirkan hal ini dengan serius. Cepat atau lambat, kepalsuan ijazah asli tersebut akan terkuak dan itu berarti sudah tidak ada waktu lagi untuk memperbaikinya.

Apakah Anda masih berpikir bahwa ijazah palsu sangat berbahaya? Justru ijazah asli dengan proses belajar yang tidak bertanggung jawab lebih berbahaya dan harus diberantas sampai tuntas karena kita sedang mempertaruhkan nasib bangsa ini di masa yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun