Hak Asasi dan Kewajiban Asasi
Tulisan ini sebentuk kerinduan saya untuk mengkritik diri saya sendiri, menghujat diri saya sendiri, menampar kesesatan yang selalu muncul disaat yang tidak diperlukan dalam hidup saya. Memang sulit menjadi manusia, itu sebabnya saya masih terheran-heran karena sering dibuat terpukau oleh iklan TV, berita kegaduhan politik negeri ini, lintas kriminal, dkk karena memang itu semua hanya cara menghabiskan waktu yang bertele-tele.Â
Rasanya kita semakin jauh dari runtut keilmuan khas orang tua dulu, bahwa kita hidup hanya sebentar dan akan hidup lebih kekal setelah mati. Pada dasarnya kita selalu kehilangan sudut pandang yang hakikat, tetapi malah dengan kultusnya menerka apa yang hanya temporer. Kita selalu melihat kriminal adalah akibat oknum, bukan karena pola pikir sosial yang telah berubah.Â
Kita selalu melihat kegaduhan politik karena berebut kekuasaan, padahal akan sangat merugi jika kita sangat bergantung manusia bukan pada kembali bersujud kepada pencipta semesta. Ini juga bukan karena "memang sudah zamannya" karena zaman tidak pernah berubah jika manusia-nya yang merubah. Sebab Tuhan telah berfirman : tidak akan merubah suatu kaum apabila kaum itu tidak mau berubah. Itu hanya kaum,sebuah zaman atau peradaban apalagi.
Dalam benak saya, mengapa saya hidup di zaman ini? Inikah prestasi atau tanggung jawab?. Jika orang ditanya untuk sampai menjadi seorang brahma, kiai, ulama yang mengurusi 50 santri tanpa mendapat intensif dari negara (hanya bergaji keikhlasan) maka orang akan menjauh dan mengatakan "itu tanggung jawabnya besar, saya tidak mampu". Sedangkan jika ditawari menjadi guru, pns, bupati yang mengurusi negara dengan gaji yang cukup, maka orang rela berebutan dengan cara haram sekalipun. Sebenarnya apa bedanya tanggung jawabnya menjadi keduanya?, tentu sama, bahkan lebih besar untuk mengurusi suatu negara.Â
Kita sudah terlampu jauh pergi dari hakikat, dan mengejar bahasa-bahasa iklan yang sesuai untuk menolong kita dari jerat duniawi. Sampai kita lupa apa artinya prestasi dan tanggung jawab, sampai kita lupa apa itu halal dan haram, sampai kita lupa siapa diri kita. Apa kita sudah menjadi manusia seutuhnya?, apa tugas kita menjadi manusia?, bagaimana sifat manusia sesungguhnya?, jangankan menelaah itu, kembali kepada mengartikan itu prestasi atau tanggung jawab saja kita sudah tidak begitu memahaminya.Â
Hampir di semua bidang yang tentu ada kadarnya mana yang lebih besar antara prestasi dan juga tanggung jawabnya, tetapi kita malah lebih sering menganggap pangkat, jabatan, gelar semuanya adalah Prestasi. Menjadi Presiden, menjadi Ulama, menjadi Kepala Sekolah, menjadi semuanya yang kini kita damba-dambakan karena dibenak kita semua itu adalah Prestasi, padahal jika kita belajar dari khalifah umar bin kattab ra, maka kita tidak akan pernah berani menjadi itu semua.Â
Karena kita masih malu untuk melihat rakyat kita belum makan sementara kita sudah kenyang, kita malu rumah kita bagus sementara jalanan banyak yang berlubang, kita malu untuk berfoya sebab murid-murid yang lulus sekolah belum menjadi apa-apa. Dll.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H