Pernyataan sikap IAP Jatim Terhadap Menteri ATR
Berkaitan dengan pernyataan yang di kemukakan oleh Menteri ATR dalam pertemuan bersama REI pada tanggal 17 September 2015 dan beritanya dimuat pada media nasional Kompas pada tanggal 18 September 2015, seperti termuat pada alinea empat sbb:
“Kita akan mempermudah penyediaan lahan. Ketika Kementerian PUPR mengatakan di sini mau dibangun rumah, kita akan siapkan. Kalau tata ruang belum sesuai, bisa kita geser sedikit dan ubah tata ruangnya, asalkan yang penting itu layak untuk kawasan permukiman. Tinggal Kementerian PUPR dan REI menghitung berapa lahan yang dibutuhkan,” kata Ferry.
Maka kami, Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Jawa Timur, yang merupakan asosiasi profesi perencana spasial, menyatakan sikap sebagai respon dari pernyataan diatas, sebagai berikut:
1. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Menteri ATR belum memiliki pengetahuan yang memadai tentang ketataruangan, baik sebagai ilmu pengetahuan maupun sebagai instrumen kebijakan pembangunan.
2. Pernyataan tersebut telah mencederai filosofi, prinsip, norma, dan nilai-nilai yang terkandung dalam ketataruangan, apalagi yang menyampaikan pernyataan tersebut adalah seorang Menteri yang notabene adalah representasi dari pemegang otoritas tertinggi dalam ketataruangan, khususnya dalam konteks tata ruang sebagai instrumen kebijakan pembangunan.
3. Pernyataan Menteri ATR tersebut mengindikasikan bahwa Pemerintah belum serius dalam merumuskan, mengimplementasikan, dan mengendalikan arah kebijakan pembangunan spasial
4. Pernyataan Menteri ATR tersebut mengindikasikan pula bahwa Pemerintah belum sepenuh hati dan konsisten mendayagunakan produk rencana tata ruang sebagai acuan pokok pembangunan spasial
5. Pernyataan Menteri ATR tersebut meninggalkan kesan bahwa produk rencana tata ruang diposisikan sejajar/berhadapan dengan rencana sektor dan oleh karenanya dianggap wajar apabila terjadi kontestasi antara keduanya.
6. Pernyataan Menteri ATR tersebut secara tidak langsung telah mendiskreditkan rencana tata ruang sebagai sumber dari segala persoalan pembangunan, sehingga berpotensi memunculkan stigma di masyarakat bahwa rencana tata ruang adalah penghambat investasi dan pembangunan