Pagi ini aku begitu lelah. Setelah selesai melakukan perjalanan panjang ke rumah enek setelah hari raya kemarin. Aku kembali melakukan perjalanan pulang untuk kembali ke kediamanku sendiri. Perjalanan panjang menuju rumah nenek memang selalu melelahkan.
Kali ini kami tidak membawa banyak barang bawaan, lebaran tahun ini pun terlihat sepi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jalanan yang baru diperbaiki ini semakin luas dan terlihat indah dengan tanaman hias yang berjejer setiap jalan, namun panas terik matahari yang dulunya tidak terasa sekarang harus kami nikmati selama perjalanan. Wajahku berapa kali harus memilih bersembuyi di balik helm pak suami dari sengatan sinar maahari, bukan takut hitam, tapi mataku agak sedikit kurang normal jika terpapar sinar matahari secara langsung.
Motor putih PCX terus melaju dengan kecepatan sedang. Aku, anak-anak, dan suami menikmati perjalanan kami dengan melihat warga-warga yang mendatangi setiap masjid pinggir jalan yang kami lewati.
"Kok desa kita tidak pernah ada daging qurban ya sayang?"
"Siapa yang mau berqurban?"
"Yah, siapa-siapa yang mampu."
"Gimana mau berqurban, makan sehari-hari aja susah."
Ada beberapa masjid yang banyak daging qurbannya, ada yang sedikit, dan ada yang kosong. Seperti masjid di dusun kami yang tidak pernah terlihat satu hewan qurban pun di sana. Entah apa yang kami pikirkan tentang hari qurban ini, setiap tahun tidaka ada inisiatif menabung untuk qurban, termasuk saya dan suami. Saya pun berpikir, apakah setiap tahun harus seperti ini. haya merayakan dan mengharapkan daging qurban dari orang lain, kenapa kita tidak berusaha menyisihkan sedikit tabungan untuk berqurban, toh hanya sekali setahun.
Perjalanan satu jam setengah pun berakhir dengan sampainya kami di rumah nenek.
"Assalmu'alaikum."