Mohon tunggu...
Hesty Dharmanita
Hesty Dharmanita Mohon Tunggu... Lainnya - si upik abu

Those Increasth Knowledges, Increasth Sorrow

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tubuh

12 April 2020   11:37 Diperbarui: 12 April 2020   11:29 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Jiwa jauh lebih unggul daripada tubuh. Sementara Tubuh tetap di bumi, pikiran manusia mampu melesat jauh menembus langit.

Demikian, kaum esensialis yang kebanyakan para filsuf dan teolog cenderung mencela tubuh dalam pikiran-pikiran mereka yang cemerlang. Memandang tubuh sebagai musuh dan penjara bagi jiwa, mengagungkan kekuatan pikiran dan mengabaikan keberadaan tubuh.

Konflik antara tubuh dan jiwa telah berlangsung sepanjang sejarah keberadaan manusia, setua pertikaian antara surga dan neraka.

Anthony Synnott dalam The Body Social : Symbolism, Self and Society 1993 menyatakan hiper -- intelektualisme tradisi kultural barat secara historis mengistimewakan jiwa atas tubuh karena pada kenyataannya, kebanyakan manusia memang kerap kesulitan dalam menghadapi keinginan dan nafsu tubuhnya. 

Sebagian kecil mampu bertahan memperlakukan tubuhnya sesuai dengan norma dan ajaran agama mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sebagian lain kerap tak berdaya dan memilih memuaskan segala hasrat tubuhnya sekalipun bertentangan dengan nuraninya.

Itulah kenapa jauh -- jauh hari Plato menekankan bahwa tubuh dan jiwa bukan hanya terpisah melainkan keduanya bertentangan dan tidak sama. Menurutnya, hanya dalam kematian saja, jiwa dapat dibebaskan dari keinginan dan nafsu jahat tubuh.

Adapun, Freud menggambarkan konflik pemuasan keinginan tubuh dalam bentuk konflik alam bawah sadar antara Id, super-ego dan ego, dan pertikaian antara ketiganya bahkan dapat menyebabkan penyakit jiwa tertentu.

Terlepas dari konflik tubuh dan jiwa, manusia memang cenderung kurang menghargai keberadaan tubuhnya. Pertama, jika Ia tidak dipandang sebagai penjara atau musuh dimana setiap keinginan biologisnya adalah dosa ; yang kedua, tubuh diabaikan, disalahgunakan dan diperlakukan seenaknya -- kesehatan dianggap wajar dan kesempurnaan tubuh yang sesungguhnya merupakan suatu keajaiban medis, dipandang sebagai sesuatu yang biasa.

Sungguh tragis, bahwa kebanyakan orang harus jatuh sakit dahulu sebelum mereka memahami betapa berharganya tubuh itu. Tubuh tidak pernah benar-benar diperhatikan hingga akhirnya terjadi perubahan-perubahan pada tubuh secara tiba-tiba, mengalami sakit atau tubuh terancam kematian.

Justru pada saat itulah manusia memahami hakikat keberadaan tubuh dan jiwanya secara bersama-sama di dunia. Tubuh dan jiwa saling menyadari keberadaannya satu dengan yang lain dan betapa mereka saling membutuhkan untuk dapat tetap berfungsi dengan baik. Menyadari bahwa tubuhnya bukanlah musuhnya, bukan pula obyek untuk diperlakukan semena-mena, tapi sebagaimana Al- Ghazali : Tubuh adalah kendara jiwa untuk menorehkan baik buruk catatan keberadaan diri ; adalah kendara jiwa, untuk mendekatkan diri kita kepada Sang Khalik atau menjauhkannya.

By : Hesty Dharmanita 

Catatan :

Dalam hal ini pikiran merupakan bagian dari jiwa -- namun beberapa sarjana membedakan antara jiwa dan pikiran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun