Â
 Banyak pengamat luar negeri yang mengatakan bahwa Indonesia adalah laboratorium etnis dan keberagaman terbesar di dunia. Bagaimana tidak ? Ada sekitar 1300 etnis (suku bangsa) yang tersebar di 17 ribu pulau di Indonesia. Laboratorium itu tambah lengkap dengan adanya perbedaan bahasa, adat istiadat, agama, tradisi dan budaya.
Keberagaman itu melingkupi Nusantara dari waktu ke waktu dan menjadi atmosfer yang tidak terelakkan. Atmosfer ini juga yang melingkupi ketika banyak agama masuk ke Nusantara. Kita mungkin ingat dua orang misionaris luar negeri dibantu oleh raja muslim di daerah Halmahera, menuju ke Papua untuk menyebarkan agama Kristen.Akhirnya agama Kristen berkembangd engan baik di papua.
Begitu juga keragaman etnis dan agama juga tumbuh dan berkembang di Jawa, Sumatera, Bali, sampai Nusa Tenggara Tmur. Jika ditilik masing-masing pulau itu keberagaman juga, Di Sumatera tidak 100 persen memeluk agama Islam. Di Mentawai dan Sumatera Utara, banyak oerang memeluk agama Kristen dan Katolik.
Di Jawa, tidak 100 Â % orang memeluk agama Islam, beberapa titik di Yogya, beberapa titik di Jawa Tengah dan Jawa Timur, orang memeluk agama non muslim, begitu juga di Bali dan seterusnya. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa keberagaman memang menjadi "brand" atau bisa menjadi DNA Indonesia itu sendiri, artinya Indonesia adalah rumah ramah bagi keberagaman dari Sabang sampai Merauke.
Tapi memang tidak bisa dipungkiri bahwa dibalik itu. Ada tantangan besar untuk menjaga persatuan. Kita bisa lihat itu di beberapa kesempatan . Bebebrapa waktu lalu misalnya ada seorang pelajar yang ditangkap aparat karena merencanakan mengebom dua gereja di wilayah Malang. Di rumahnya ditemukan sejumlah bahan peledak berdaya ledak tinggi.
Ini tak lepas dari ada kecenderungan dari beberapa pihak untuk menyempitkan banyak ajaran dalam agama dengan hanya mengizinkan satu identitas tunggal yang sebenarnya tidak ada pun di kitab suci manapun. Â Proses penyempitan ini menjadi lebih jelas ketika kita melihat bagaimana kebijakan-kebijakan tertentu diterapkan dengan cara yang menekan keberagaman. Seperti penerapan regulasi yang mengatur penggunaan atribut budaya atau agama di ruang publik, misalnya.
Inilah yang harus kita hadapi sekarang. Tak akan terpecahkan jika para tokoh agama tidak peduli pada hal ini. Banyak negara yang menentang aksi-aksi oragnisasi yang garis keras yang berlindung atas nama agama itu. Indonesia tidak bisa dibuat menjadi satu agama. Bagaimanapun Indoensia adalah rumah ramah bagi keberagaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H