Mohon tunggu...
hesty kusumaningrum
hesty kusumaningrum Mohon Tunggu... Human Resources - swasta

seorang yang sangat menyukai film

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memperkuat Pencetak Generasi Melek Media

26 April 2018   23:06 Diperbarui: 26 April 2018   23:41 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring begitu pesatnya perkembangan informasi di era milenial seperti sekarang ini, dituntut pentingnya setiap individu melakukan literasi media. Informasi dari mana saja bisa keluar masuk begitu mudah. Dan informasi itu bisa berupa informasi yang mendidik, inspiratif, hingga yang menyesatkan. Bahkan penyebaran informasi yang menyesatkan saat ini, sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan. 

Hanya karena alasan tidak suka, seseorang bisa dengan mudah menyebarkan kebencian. Dengan alasan ingin menjatuhkan elektabilitas, maka informasi menyesatkan diproduksi secara massal, agar informasi yang menyesatkan itu dianggap sebagai sebuah kebenaran oleh masyarakat. Dan hal semacam inilah, yang saat ini menjadi persoalan di negeri ini.

Apalagi tahun politik telah berhasil membuat penyebar hoax mendapatkan ruang. Kondisi ini diperparah dengan mental para oknum politisi, yang terkesan menghalalkan segala cara untuk bisa duduk di kursi kekuasaan. Munculnya organisasi seperti Saracen dan Muslim Cyber Army (MCA), menjadi bukti bahwa pesan kebencian dan informasi hoax telah melahirkan bisnis tersendiri, jelang pesta demokrasi di Indonesia. Dalam kontekstasi pilkada seperti sekarang ini, lihat saja para timses berupaya untuk meningkatkan elektabilitas pasangan calon yang diusung. 

Namun tak jarang timses tersebut juga berusaha menjatuhkan elektabilitas lawan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan cara menggandeng kelompok intoleran, yang sering membawa isu keagamaan dalam setiap aksinya.

'Perkawinan' antara oknum politisi yang haus kekuasaan dengan kelompok intoleran ini, memberikan kekhawatiran tersendiri bagi semua orang. Ketika pilkada DKI Jakarta, hoax datang begitu masif. Dan masyarakat kita masih sangat sedikit yang mempunyai budaya melek berita. Mereka cenderung menelan mentah-mentah saja, dan menganggapnya sebagai sebuah kebenaran. Akibatnya, nalar dan logika mereka tidak sepenuhnya berjalan. Karena mereka begitu mudah percaya informasi yang berkembang, apalagi informasi tersebut dikatakan oleh yang dianggap sebagai panutan.

Dalam era informasi yang berkembang begitu pesat, seseorang harus mempunyai sikap kritis dalam dirinya. Kritis disini dimaksudkan agar kita melatih diri kita untuk aktif bertanya. Baik dalam hati ataupun kepada orang lain. Sikap kritis ini tidak akan berjalan jika kita tidak membiasakannya. Ketika seseorang memilih menjadi pasif, maka yang terjadi adalah tidak adanya interaksi dan komunikasi. Akibatnya, informasi apapun akan ditelan secara mentah-mentah. Dia tidak akan mencari apakah informasi tersebut valid atau tidak. Orang yang semacam inilah yang perlu dikhawatirkan. Provokasi radikalisme dan intoleransi yang begitu marak, akan mudah melahirkan korban-korban baru.

Untuk itulah pentingnya peran orang tua, khususnya para ibu yang selalu memberikan kasih sayang kepada anaknya sejak dini. Ibu tidak boleh membiarkan anaknya menjadi korban provokasi informasi sesat. 

Ajaklah anak menjadi orang kritis, yang selalu bertanya ketika tdak tahu. Yang selalu menggunakan akal dan perasaannya, dalam menyikapi segala informasi yang berkembang. Seorang ibu harus mempu menciptakan anaknya menjadi generasi yang melek media, tapi juga sekaligus mampu menghargai keberagaman. Karena Indonesia adalah negara yang beragam, tapi tetap menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun