Mohon tunggu...
hesty kusumaningrum
hesty kusumaningrum Mohon Tunggu... Human Resources - swasta

seorang yang sangat menyukai film

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bergandengan Tangan Menantang Radikalisme

24 April 2015   17:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:43 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1429870886921147436

[caption id="attachment_362533" align="aligncenter" width="600" caption="pixshark.com"][/caption]

Jika menilik pada sejarah, cikal bakal radikalisme yang  muncul pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW, yakni ketika  munculnya kelompok berjuluk Khawarij yang membelot dari seruan Khulafaur Rasyidin. Bukan hanya membelot, Khawarij bahkan tega mengkafirkan dan membunuh orang yang dianggap berseberangan paham, termasuk sesame Muslim di dalamnya.

Jika pun Nabi Muhammad SAW masih hidup ketika Khawarij muncul, beliau pasti akan sangat menentangnya karena sangat merugikan Islam. Dalam sejarahnya hingga saat ini, Islam tidak pernah mengajarkan kepada umat Muslim untuk bertindak menggunakan kekerasan, bahkan terhadap musuh sekalipun. Bahkan Al-Quran pun menjelaskan bahwa makanan non Muslim halal bagi umat Islam, dan begitupun sebaliknya, kecuali beberapa bahan pangan yang diharamkan. Lebih dari itu, Islam juga tidak pernah melarang umat Muslim untuk bergaul dengan non Muslim selama masing-masing pihak saling tenggang rasa dan menjaga hormat.

Apabila kemudian hal di atas dikondisikan dengan Indonesia, di mana merupakan bangsa yang kaya akan etnis, suku, budaya, dan agama, maka kurang lebih dapat disebut sebagai bentuk terkini keberagaman hidup seperti yang pernah terjadi dalam sejarah Islam. Keragaman yang ada di Indonesia adalah karunia dari Allah SWT karena manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling mengenal dan berinteraksi.

Untuk itu, sudah seyogyanya umat Muslim di seluruh dunia, khususnya di Indonesia, dapat mengembangkan cara-cara yang arif dalam menjembatani perbedaan. Selain itu, secara bersama-sama perlu juga dilakukan sikap saling tenggang rasa dan menjunjung tinggi kehormatan hak-hak individu meskipun berbeda keyakinan, agama, ras, maupun etnis.  Akan sangat salah jika memaksakan paham tertentu kepada orang lain. Sikap seperti itu mampu menyulut aksi-aksi kekerasan. Terlebih jika dilandaskan atas pemahaman yang salah mengenai agama, maka akan dapat memicu munculnya radikalisme, khususnya terorisme.

Terorisme, dalam apapun bentuknya, adalah tindakan kekerasan yang sudah jelas tidak memiliki hak untuk hidup dan berkembang di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, mari kita wujudkan bersama Indonesia sebagai Negara yang bebas dari aksi terorisme. Lebih lanjut, sebagai umat Muslim yang menjadi mayoritas di Indoneisa, mari tunjukkan jati diri yang damai dengan cara tidak saling mengedepankan ego.

Mengutip dari nasihat Nabi Muhammad SAW mengenai sikap toleransi, terdapat tiga hal yang patut diteladani. Hal pertama adalah kita harus saling bersikap kasih dan lembut (al-rifq) antar sesama dengan cara menghindari perselisihan. Hal kedua adalah dengan perlunya menanamkan sejak dini pemahaman lurus mengenai akhlak sehingga mampu membimbing kita semua di jalan yang benar. Adapun hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah mencegah perbuatan munkar, baik yang berasal dari kata-kata maupun perbuatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun