Mimpi Ruminah, Sebuah Harapan dan Kenyataan
Jika ada seorang anak, bermimpi indah untuk masa depannya, salahkah ia? Jika ada seorang anak, yang hanya ingin menapak jalan hidupnya agar lebih baik, dosakah ia? Jika ia hanyalah si papa, tak bolehkan ia berbenah merajut cita-citanya? Siang itu ia datang, menyodorkan secarik surat pemberitahuan.
Anda diterima di jurusan Teknik Kimia melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK)... Harap segera melakukan registrasi dengan membayar uang sejumlah Rp. 4.000.000,- dengan rincian sbb....
Aku tatap wajahnya, kuyu dan lesu. Meski matanya masih memancarkan semangat dan harapan. Sekedar berbagi rasa apa yang ada di benak hatinya, ia berucap :
Ibu, saya tak punya uang sepeserpun! Tapi saya ingin merajut mimpi saya, dan jalan menuju mimpi itu ada di depan saya. Ibu, saya harus bagaimana? Tak banyak yang saya perlukan untuk menuju impian itu. Hanya 4 juta, 4 juta saja! Empat juta yang mungkin tak berarti bagi sebagian orang. Tapi sungguh berarti buat saya. Saya hanya ingin kuliah, Bu!
Ah, airmataku tumpah, hanya itu yang dia minta. Meski aku tahu yang dia perlukan jauh lebih besar dari itu. Terkadang hidup tak adil untuk orang sepertinya. Kecerdasan yang dia miliki bersanding dengan kepapaan materi.
Bolehkan saya iri dengan mereka, Bu? Yang begitu mudahnya menapak jalan? Bolehkan saya marah pada keadaan?
Oh, Nak... sesungguhnya kemudahan itu ada dibalik semua kesulitan.. Tekadkan hati untuk bisa melalui! Kerasnya hidup akan menempa semangatmu, jika kau yakin dengan itu!
Saya ingin meraih mimpi itu. Seperti yang selalu Ibu katakan, jangan menyerah dengan mimpimu! Patrikan itu dalam helaan nafasmu! Berulang kali Ibu ceritakan tentang orang-orang hebat itu, mereka yang merajut mimpi masa depan meski perih kehidupan mengiris. Saya masih ingat beberapa nama yang selalu ibu katakan di depan kelas, Yohannes Surya, Andrea Hirata.... Saya ingin seperti mereka, Bu! Saat orang mencaci, saat orang hanya memandang sebelah mata, hei, untuk apa si miskin merajut mimpi! [caption id="" align="aligncenter" width="352" caption="rambler.ru"][/caption]
Ah.... negeri ini kaya, Nak. Tapi aku pun  tak tahu, mengapa banyak orang sepertimu di negeri ini. Orang yang selalu berhadapan dengan segala kekurangan materi sementara yang lain berpesta dengan pongahnya. Mereka menutup mata sebuah realita! Sedangkan orang sepertimu adalah mutiara negeri ini. Sayang, kau terbenam dalam lumpur hitam yang dalam. Tapi aku percaya kau teguh, kau kuat, kau hebat, dan kau mampu. Kepakkan sayapmu, bentangkan seluas-luasnya. Keluarlah dari himpitan bebanmu bersama untaian doa dan semangat. Percayalah, pasti ada jalan untukmu... Raih jalanmu, kejarlah mimpimu dan genggam erat. Dan kemudian teriakkanlah pada dunia : AKU BISA!
Jalan itu terbentang di sini, Merangkai Untaian Mimpi I dan II ___________________________________________________________________________________ Penulis : Michael Sendow & Hesti Edityo (no. 23) NB : Untuk membaca hasil karya para peserta Malam Prosa Kolaborasi yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke sini : Hasil Karya Malam Prosa Kolaborasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H