Keagungan kesultanan Banten di masa silam terlihat dari tata wilayah dan struktur bangunannya (lihat bagian 1). Tidak hanya pengaturan pusat pemerintahan dan pusat kota, tata wilayah ini juga meliputi tempat peribadatan, industri (pande besi/kepandean), hingga kawasan pertanian termasuk struktur pengairannya.
[caption id="attachment_190095" align="aligncenter" width="640" caption="Pintu masuk ke area danau Tasikardi yang kini menjadi obyek wisata (dok.pribadi)"][/caption] Danau Tasikardi dan Filterisasi Air
Berada di wilayah desa Margasana, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, danau buatan bernama Tasikardi masih ada hingga kini. Danau yang kemudian dijadikan obyek wisata ini, memiliki sebuah "delta" buatan berbentuk persegi yang disebut Kaputren. Semula, Kaputren dibangun sebagai tempat ibunda Sultan Maulana Yusuf bertafakur, dan kemudian dijadikan sebagai tempat rekreasi keluarga sultan.
[caption id="attachment_190063" align="aligncenter" width="640" caption="Danau Tasikardi dan Kaputren di tengahnya (dok. pribadi)"]
Danau yang sumber airnya berasal dari sungai Cibanten ini, dibangun pada masa kepemimpinan Sultan Maulana Yusuf. Danau ini bukan semata-mata sebagai penampung air semata, tapi dimanfaatkan pula untuk irigasi dan sumber air bersih (semacam sumber PDAM di jaman sekarang). Untuk pasokan air bersih ke kota kerajaan, air dari danau Tasikardi melalui tahap filterisasi. Ada tiga filter station atau penyaring yang digunakan dan disebut sebagai Pangindelan. Kontruksi bangunan pangindelan ini mirip dengan bunker. Untuk teknik filterisasinya dengan cara pengendapan dan penyaringan dengan menggunakan pasir dan ijuk.
[caption id="attachment_190094" align="aligncenter" width="648" caption="Pangindelan Abang (dok. pribadi)"]
Filterisasi tahap pertama dilakukan di Pangindelan Abang yang jaraknya sekitar 200 m dari Tasikardi. Pangindelan Abang terletak di desa Margasana, kecamatan Kramatwatu, kabupaten Serang. Filter station berikutnya yaitu Pangindelan Putih. Pangindelan Putih berada di wilayah kampung Sukadiri, desa Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Dua pangindelan ini masih utuh fisik bangunannya, berbeda dengan filter station terakhir, Pangindelan Emas, yang tinggal tersisa bagian dinding yang tidak utuh lagi. Dari Pangindelan Emas inilah air yang telah bersih kemudian disalurkan ke komplek keraton. Semua bangunan pangindelan dirancang oleh Hendrick Lucaszoon Cardeel, seorang arsitek Belanda yang menjadi anggota kerajaan dan mualaf.
Vihara Avalokiteçvara
Perkembangan kesultanan Banten yang cukup pesat diiringi dengan banyaknya pedagang-pedagang dari berbagai tempat. Bukan saja dari wilayah Nusantara, tetapi juga dari luar, seperti dari Gujarat, Benggala, Belanda, Cina, Arab, dan lainnya.
Ada suatu cerita yang cukup menarik, ketika di jaman kepemimpinan Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, dikabarkan ada sekelompok orang, rombongan dari Cina, yang singgah di Banten saat kehabisan bekal dalam perjalanan. Sayangnya, kedatangan rombongan ini sempat memunculkan perseteruan antara penduduk pribumi dan pendatang dari Cina tersebut. Singkat cerita, perseteruan ini dimenangkan penduduk setempat. Sebagai pemimpin dari pihak pemenang, Sunan Gunung Jati kemudian menikahi pemimpin rombongan Cina, Putri Ong Tien.
Pernikahan ini justru memunculkan masalah baru, kelompok Cina ini mengalami perpecahan, terkait soal keyakinan. Sebagian dari mereka masuk Islam, sebagian lainnya tetap berpegang pada ajaran leluhurnya. Untuk meredakan situasi, Sunan Gunung Jati kemudian membanguan dua tempat ibadah untuk dua penganut agama tersebut. Satu untuk para muslim, dibuatlah masjid Menara Tinggi di kampung Pacinan dan dikenal juga sebagai masjid Pacinan Tinggi (penjelasan tentang masjid ini ada di bagian 1). Untuk mereka yang setia pada ajaran leluhurnya, dibuatkan sebuah vihara yang semula berada di Dermayon yang dibangun sekitar tahun 1652. Kemudian pada tahun 1774, vihara yang dinamakan vihara Avalokiteçvara dipindahkan ke Pamarican (Pabean), yang masuk dalam wilayah kecamatan Kasemen Kota Serang.