Mohon tunggu...
Hesti Edityo
Hesti Edityo Mohon Tunggu... Administrasi - Guru

Seorang ibu dari 4 lelaki hestidwie.wordpress.com | hesti-dwie.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Antara Mimpi-Mimpi

23 Juli 2011   04:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:27 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di Antara Mimpi-Mimpi

(Kolaborasi Hesti Edityo & Michael Sendow)

[caption id="" align="aligncenter" width="550" caption="shutterstock.com"][/caption]

Mbak, alhamdulillah aku naik kelas dan juara umum lagi. Kemarin aku juga menang olimpiade sains untuk fisika tingkat propinsi dan dapat beasiswa dari gubernur. Kata Simbok uang kiriman mbak Rum ditabung aja, toh aku ada uang dr beasiswa.
Oya, Simbok nanya, mbak Rum nggak pernah ninggalin shalat dan terbawa hidup bebas kan di Amerika? Simbok khawatir banget,soalnya banyak ibu-ibu yg ngomongin kehidupan di Amerika.
NB: salam dari mas Ario buat mbak Rum....

Ruminah tersenyum membaca email dari Darno, adiknya yang kini naik ke kelas XII. Rum memilih berkomunikasi lewat email atau livechat dibanding telepon karena lebih hemat. Rum baru berkomunikasi via telepon jika benar-benar penting. Biasanya Darno mengirim email dari warnet atau dari sekolahnya. Meski di rumah gedhek mereka kini ada sebuah PC yang lumayan bagus, hadiah yang diperoleh Darno saat ikut kejuaraan Matematika, tapi mereka tak punya koneksi internet. Berkali-kali Ruminah menyuruh Darno untuk membeli modem, agar tak perlu lagi ke warnet, tapi Darno selalu bilang, "Ya, mbak. Nanti saja."

Darno memang bukan tipe remaja yang senang berhura-hura. Adik semata wayangnya itu tak segan membantu  Simbok mencuci sebelum berangkat sekolah. Uang yang dikirimkan Ruminah padanya pun hanya dipakai seperlunya, sisanya ditabung. "Buat masuk kuliah saja, ya, Mbak?"

Ya, tak terasa waktu begitu cepat berlalu dan Ruminah sudah 2 tahun lebih tinggal di New Jersey. Menjalani hari-hari penuh semangat. Beres-beres rumah, membantu mbak Indah memasak, mengasuh Vio dan kuliah. Ruminah bersyukur punya teman sebaik John, yang tak segan membantunya apa saja. Mulai dari tugas kuliah, meminjamkan buku-buku, bahkan sering ikut mengasuh Vio di waktu senggang.

***

Bip bip bip...hp jadul Ruminah, pemberian dari Mbak Indah berbunyi. Ada SMS masuk. Nama Darno muncul di layar. Darno? Kening Ruminah berkerut, baru tadi sore ia menerima dan membaca email Darno. Ada yang tak biasa....

Mbak, Simbok nangis....biasa mbak, ibu-ibu jahil ngomongin mbak Rum, katanya mbak Rum sudah terbawa pola hidup bule Amerika yang bebas...

Deg! Seperti ada yang menusuk dada Ruminah. Ya, di email-pun Darno tadi sudah menyinggungnya. Pasti gunjingan ibu-ibu itu sudah kelewatan. Simboknya tak pernah percaya begitu saja gosip-gosip yang tidak terbukti kebenarannya. Jika sampai Simbok menangis, pasti bukan gosip biasa yang dihembuskan mulut-mulut usil itu. Simboknya Cuma seorang wanita lugu dan sederhana yang tak tahu banyak dunia luar.

Ruminah memutuskan untuk menelpon Simbok langsung. "Mbok, ini Rum...." ucap Ruminah dengan nada tenang, begitu mendengar suara Simbok yang sedikit tersendat.

"Mbok, Rum di sini baik-baik saja. Rum juga selalu ingat nasihat Simbok. Insya Allah, Rum tidak pernah lalai terhadap apa yang telah menjadi keyakinan Rum. Rum pasti menjaga amanah Simbok, Rum juga tidak mau mengecewakan Bu Indah dengan perbuatan yang nggak bener...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun