Aku hanya bisa menangis pilu, menangisi kebutaan hati keluargaku dan menangisi harapanku..... Azam!
*****
Jalan yang terbentang di depanku seakan tak berujung. Begitu panjang, seakan tak akan ada habisnya jika harus kutelusuri seumur hidup. Sejauh mata memandang, hanya terlihat bayang-bayang fatamorgana, refleksi panas kehidupan yang harus kujalani, berpendar di sepanjang jalan hidupku. Tak hanya itu. Tiba-tiba kabut turun menyelimuti bumi, gelap pekat menutup jalan hidupku. Kegelapan akan kemewahan hidup, telah menutup mata keluarga Shafa.
Hanya karena aku bukan bagian dari keluarga kaya raya, betapa mereka menyepelekan aku, meremehkan kesungguhanku. Tapi aku maklum, betapa budaya hedonis materialistis telah mencengkeram kuat kehidupan banyak orang di jaman sekarang ini. Kekhawatiran yang berlebihan akan masa depan kehidupan sang anak, telah menutup mata hati banyak orang. Seringkali manusia tak mau meyadari akan kekuasaan Tuhan, yang sepenuhnya mampu membolak-balikkan keadaan dalam waktu tak kurang dari sekedipan mata.
Kepongahan akan kekayaan yang dimilikinya saat ini, betapa telah melenakan keluarga Shafa, terutama Pak dhe-nya yang begitu tinggi menempatkan status sosial di atas segalanya!
Berkacalah Nak! Berkacalah! Lihat siapa dirimu itu!
Ya, sepenuhnya aku sadar akan siapa diriku saat ini. Aku bukan keturunan keluarga ningrat, juga bukan bagian dari keluarga yang kaya raya. Namun, salahkah jika aku mencintainya? Tak bolehkah aku mencintai Shafa, gadis yang juga mencintaiku apa adanya? Benarkah cinta hanya milik orang yang punya kelebihan harta?
Mau Kau beri makan apa anakku nanti, hah?
Memang, aku tak mampu berjanji. Namun aku meyakini, bahwa Tuhan tak akan menelantarkan makhluknya yang telah diciptakannya di bumi ini. Sejauh mau berusaha, aku yakin sepenuhnya bahwa aku tak akan kekurangan makan. Tak sadarkah mereka, bahwa cicak dan juga katak tak pernah kekurangan akal, demi menangkap mangsa berupa nyamuk yang terbang?
Sudahlah Zam. Tak usah kau banyak berharap!
Apa hak manusia sehingga berani melarang manusia yang lain untuk berharap? Sedangkan Tuhan, maha pemberi hidup memberikan kesempatan seluas-luasanya kepada setiap ummat-Nya untuk menggapai setiap harapannya? Seperti yang Tuhan janjikan, "Berdoalah kepadaku, niscaya akan Aku kabulkan." Tak sadarkah manusia ini akan kelemahannya?