Pemerintah selalu berupaya menjalin hubungan bilateral yang baik dengan berbagai negara. Perjanjian bilateral membuka pintu peluang perdagangan dan investasi antarnegara, mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kerja sama yang saling menguntungkan. Dengan mengurangi hambatan perdagangan, negara dapat memperluas pasar dan meningkatkan akses terhadap sumber daya serta teknologi baru.
Pada 3 November 2023 lalu, Bank Indonesia dan Monetary Authority of Singapore (MAS) bersepakat untuk memperpanjang perjanjian kerja sama keuangan bilateral antar kedua negara. Perjanjian yang sudah berlangsung sejak November tahun 2018 ini merupakan bentuk tindak lanjut atas kesepakatan antara Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong dengan Presiden Republik Indonesia, Joko Widid untuk memperkokoh hubungan antara kedua negara. Tujuannya tentu saja untuk menjaga stabilitas keuangan dan moneter di kawasan kedua negara.
Apa Saja Isi Kerja Sama BI dan MAS?
LCBSA (Local Currency Bilateral Swap Agreement)
Melalui perjanjian ini, bank sentral masing-masing negara dapat saling pertukaran mata uang lokal, memungkinkan perolehan valuta asing yang kemudian dikembalikan pada jatuh tempo yang telah ditentukan. Tujuan utama adalah memperkuat stabilitas keuangan dan memfasilitasi pertukaran mata uang lokal.
BRL (Bilateral Repo Line)
Poin kedua dalam perjanjian ini adalah Bilateral Repo Line (BRL) dengan nilai kesepakatan likuiditas dalam dolar Amerika Serikat (AS) senilai US$ 3 miliar. Mekanisme perjanjian ini memungkinkan bank sentral melakukan transaksi repo dengan menjaminkan obligasi pemerintah G3 (AS, Jepang, dan Jerman) yang dimiliki. Melalui BRL, tujuannya adalah mendukung likuiditas dalam dolar AS dan membangun kepercayaan terhadap kondisi perekonomian di kedua negara.
Bagaimana Dampak Kerja Sama Keuangan Tersebut terhadap Kedua Negara?
Perjanjian kerja sama keuangan bilateral antara Bank Indonesia (BI) dan Monetary Authority of Singapore (MAS) memberikan sejumlah manfaat bagi kedua negara, antara lain sebagai berikut:
- Stabilitas Keuangan. Melalui perpanjangan LCBSA dan BRL, kedua negara memperkuat stabilitas keuangan. LCBSA memungkinkan pertukaran mata uang lokal, sementara BRL mendukung likuiditas dalam dolar AS, memberikan landasan kuat untuk mengatasi potensi ketidakstabilan keuangan
- Pertumbuhan Ekonomi. Perjanjian ini membuka pintu peluang perdagangan dan investasi antarnegara. Dengan memfasilitasi pertukaran mata uang dan likuiditas, kedua negara dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kerja sama yang saling menguntungkan
- Akses Terhadap Sumber Daya dan Teknologi. Dengan mengurangi hambatan perdagangan, perjanjian ini meningkatkan akses terhadap sumber daya dan teknologi baru. Hal ini dapat memberikan dampak positif pada inovasi dan perkembangan sektor ekonomi di kedua negara
- Hubungan Bilateral yang Kuat. Perjanjian ini merupakan implementasi dari komitmen tinggi antara Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk memperkokoh hubungan bilateral. Dengan demikian, perjanjian ini tidak hanya memiliki dampak ekonomi tetapi juga mempererat hubungan diplomatik antara kedua negara.
Tak hanya karena memiliki kedekatan geografis, hubungan diplomatik antara Singapura dengan Indonesia sendiri sudah dimulai dari tahun 1967. Sejak saat ini, ada banyak kerja sama di berbagai bidang yang dilakukan oleh kedua negara.
Selain pembaruan perjanjian ini, pada 17 November lalu, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo juga kembali bertemu dengan perwakilan MAS dalam rangka penandatanganan Letter of Intent (IOT) yang berhubungan dengan kerangka local currency settlement (penyelesaian transaksi dengan mata uang lokal).
Langkah ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan kedua negara terhadap dolar Amerika. Transaksi bilateral dengan menggunakan kerangka LCT ini diharapkan bisa segera digunakan pada tahun 2024 ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H