Demi menghalau pelemahan rupiah sekaligus memitigasi pengaruh ketidakpastian ekonomi global, terutama pada inflasi barang impor, Bank Indonesia (BI) melalui Rapat Dewan Gubernur (18/10-19/10) menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) atau suku bunga acuan dari 5.75% menjadi 6%. Diharapkan, inflasi 2023 dan 2024 akan tetap terkendali dengan sasaran masing-masing 3,01% dan 2,51%.
Apa pentingnya BI7DRR dan bagaimana strategi BI dalam mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sekaligus menjaga kestabilan rupiah?
Perbedaan BI Rate dan BI-7 Day Reverse
Sebelumnya, BI menetapkan suku bunga acuan atau BI Rate setiap bulan sebagai kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas harga barang. Kemudian, pada 19 Agustus 2016, secara efektif BI mengganti suku bunga acuan BI Rate menjadi BI7DRR. Apa bedanya?
Perbedaan utamanya terletak pada kecepatan penarikan dana simpanan di BI. Dengan BI7DRR, lembaga perbankan tak lagi harus menunggu selama satu tahun atau lebih untuk melakukan penarikan dana. Alasannya, karena tenor BI7DRR lebih singkat, yakni hanya 7 hari. Sementara rentang waktunya adalah kelipatan 7 hari (7 hari, 14 hari, 21 hari, dst.).
Instrumen BI7DRR pun dinilai lebih cepat memengaruhi perbankan, pasar uang, juga sektor riil. Berikut beberapa fungsi utama kebijakan BI7DRR:
- Mengukuhkan sinyal kebijakan moneter di pasar uang dengan BI7DRR sebagai acuan utamanya.
- Menjaga nilai rupiah tetap stabil.
- Meningkatkan efektivitas penyebaran kebijakan moneter.
- Membentuk pasar uang yang lebih intens dengan sasaran utama transaksi dan pembentukan suku bunga PUAB (Pasar Uang Antar Bank) untuk tenor 3 sampai 12 bulan.
Tak hanya itu, kebijakan BI7DRR juga berdampak pada mitigasi risiko kredit macet karena membantu kestabilan pengeluaran dan pemasukan nasabah.
Langkah-Langkah Menjaga Stabilitas Rupiah
BI menerapkan bauran kebijakan makroprudensial, moneter, dan sektor keuangan demi mendukung akselerasi ekonomi berkelanjutan dan menjaga stabilitas rupiah. Di antaranya:
- Menerbitkan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) sebagai instrumen yang pro-market demi menyokong pasar uang dan menggenjot masuknya portofolio asing.
- Melakukan intervensi transaksi spot di pasar valas.
- Pembelian SBN---Surat Berharga Negara di secondary market.
BI juga menguatkan penerapan kebijakan makroprudensial longgar melalui:
- Implementasi KLM atau Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (berlaku efektif 1 Oktober 2023). Tujuannya, mendorong pembiayaan keuangan untuk sektor prioritas termasuk perumahan, hilirisasi (perikanan, pertanian, minerba, dan perkebunan), pariwisata & ekonomi kreatif, KUR, Mikro, dan UMKM.
- Mempertahankan Rasio CCyB---Countercyclical Capital Buffer di angka 0% dan RIM---Rasio Intermediasi Makroprudensial di kisaran angka 84-94%.
- Meneruskan pelonggaran rasio LTV/FTV---Loan to Value/Financing to Value pembiayaan/kredit properti ke level maksimal 100% bagi bank yang memenuhi kriteria. Ini berlaku untuk jenis properti apa saja termasuk rumah tapak, ruko/rukan, dan rumah susun.
- Mulai 1 Januari - 31 Desember 2024, diberlakukan pelonggaran kebijakan uang muka pembiayaan/kredit kendaraan bermotor ke level 0% untuk jenis kendaraan bermotor baru.
Plus, BI mendukung akselerasi Ekonomi Keuangan Digital (EKD) untuk kesuksesan ekonomi berkelanjutan, dengan cara:
- Meluncurkan QRIS Antarnegara Indonesia-Singapura.
- Ekspansi penggunaan KKI (Kartu Kredit Indonesia) Segmen Pemerintah lewat program sosialisasi dan edukasi.
- Pemantauan target QRIS 2023 serta kesiapan QRIS TUNTAS juga MDR QRIS bagi usaha mikro.
Posisi Rupiah Saat Ini
Mengutip Bloomberg (21/11), rupiah per dolar AS ditutup menguat 5 poin atau sebesar 0,03% ke Rp15.440. Penguatan nilai tukar rupiah ini kompak dengan mayoritas mata uang negara Asia lain seperti baht Thailand, dolar Taiwan, dolar Singapura, yen Jepang, yuan China, dan ringgit Malaysia. Sebaliknya, dolar AS (21/11) terpantau drop 0,22% imbas yield obligasi AS yang jeblok ke level terendah selama dua bulan terakhir.
Keputusan menaikkan suku bunga acuan ke level 6% dinilai berdampak positif pada sektor riil, yakni membantu kestabilan nilai rupiah sekaligus menekan laju inflasi. Hal ini sejalan dengan siaran pers yang dirilis BI (21/11), bahwa kinerja NPI---Neraca Pembayaran Indonesia periode triwulan III 2023 ini membaik. Diharapkan, rupiah masih punya peluang untuk menguat hingga akhir tahun.