Bank Indonesia (BI) telah lama menerapkan kebijakan makroprudensial untuk memelihara stabilitas sistem keuangan Indonesia. Salah satunya melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang baru diterapkan kepada pihak perbankan.
Kehadiran KLM diharapkan dapat membawa angin segar bagi kredit perbankan. Apa saja cakupan pemberian KLM? Lalu, bagaimana pihak perbankan merespons ini? Mari simak ulasan berikut.
Apa Itu Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) ?
Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial atau KLM merupakan kebijakan yang BI rilis terhadap perbankan guna meningkatkan penyaluran kredit atau pembiayaan. Peraturan Bank Indonesia No. 11 Tahun 2023 menjadi payung hukum terkait KLM dengan dua tujuan utama:
- Mendukung terlaksananya pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan peningkatan upaya intermediasi, mitigasi dan pengelolaan risiko sistemik, serta peningkatan inklusi keuangan dan ekonomi
- Mendukung tumbuhnya ekonomi nasional lewat penguatan stimulus kebijakan makroprudensial dalam likuiditas sebagai bentuk antisipasi lambatnya pertumbuhan kredit dan pembiayaan perbankan karena tantangan domestik maupun global.
BI juga membuat peningkatan nominal insentif KLM. Sebelumnya besaran insentif ada pada angka 2,8%, kini naik menjadi angka 4% dari dana pihak ketiga perbankan. Selain naiknya nominal insentif, BI juga mempertajam dan memperkuat sektor mana saja yang akan menerima KLM tersebut. Artinya, penerima KLM tidak didominasi sektor tertentu saja.
Cakupan Pemberian KLM
Penerbitan KLM juga berlandaskan pada lima pertimbangan berikut.
- Mendongkrak nilai tambah dan memperbaiki struktur ekonomi lewat upaya mendorong sektor hilirisasi
- Menciptakan daya ungkit pertumbuhan ekonomi dengan backward -- forward linkage, seperti sektor properti dan perumahan
- Menciptakan ketahanan pangan nasional melalui peningkatan sektor perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan
- Menunjang aspek perbankan sektor tertentu seperti perhotelan dan pariwisata yang masih melalui tahap pemulihan pasca pandemi
- Mendukung konsistensi pembiayaan inklusif dan hijau, terutama pada sektor berwawasan lingkungan, UMKM, dan Ultra Mikro.
Menegaskan pertimbangan tersebut, seperti tertera dalam laman peraturan tentang KLM, BI memberikan KLM sebagai daya ungkit perekonomian dalam sektor prioritas. Misalnya, sektor hilirisasi minerba dan non-minerba maupun sektor perumahan. Selain sektor prioritas tersebut, KLM juga menyentuh sektor pariwisata, pertanian, pembiayaan hijau, dan inklusif (KUR, Ultra Mikro, dan RPIM).
Saat ini KLM akan diberikan melalui potongan setoran GWM atau giro wajib minimum, saat ini besarannya mencapai 9%. Dengan naiknya nominal KLM, maka bank-bank penerima hanya perlu menyetorkan GWM sekitar 6% dengan syarat mampu memaksimalkan seluruh ruang kredit yang tersedia. Penerapan KLM diproyeksi dapat mendongkrak kredit perbankan senilai 0,6 -- 0,7% dari target BI pada baseline 9 -- 11% per tahun 2023.Â
Respons Positif Perbankan
KLM berlaku mulai 1 Oktober 2023 untuk Bank Umum Konvensional (BUK) maupun Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS). Dengan peningkatan insentif tersebut, diperkirakan total pembiayaan bakal mencapai Rp156 triliun dengan catatan bank dapat memanfaatkan seluruh kredit yang diberikan.
Terkait hal tersebut, pihak perbankan merespons positif peluncuran KLM. Bagi perbankan, langkah BI lewat KLM menjadi angin segar mengingat isu likuiditas memainkan peranan penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi nasional. Tambahan likuiditas berarti menciptakan ruang bagi bank untuk memperbesar kapasitas pembiayaan.
Selain itu, implementasi KLM pada sektor-sektor yang telah disebutkan di atas selaras dengan fokus pemerintah saat ini untuk mempercepat pertumbuhan sektor hilirisasi nasional. Hal tersebut penting guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi, terbebas dari middle income trap, dan membawa Indonesia ke level negara maju.
Apalagi, banyak pihak bank yang tengah memperbesar portofolio mereka pada sektor hilirisasi mengingat outlook positif dari sektor-sektor terkait. Bank-bank besar juga sudah memperkuat daftar penyaluran kredit dan pembiayaan ke sektor inklusi, pembiayaan hijau, ultra mikro, hingga sektor prioritas.