Fenomena lebaran selalu dibarengi oleh tingkat konsumsi yang tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya dalam satu tahun. Kebutuhan konsumsi ini harus di iringi dengan ketersediaan uang kas yang siap untuk di belanjakan. Walaupun perkembangan teknologi terkini sangat mendukung pembayaran non-tunai, sistem pembayaran tunai masih mendominasi kegiatan ekonomi terutama di luar kota metropolitan.
       Bank Indonesia sebagai pihak yang berwenang dalam sistem pembayaran di Indonesia berperan dalam penyediaan uang tunai kepada masyarakat. Sebanyak Rp 195 Triliun dana disiapkan Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan uang tunai kepada masyarakat. Nilai tersebut naik 8,22% dibanding tahun sebelumnya sekitar Rp180 triliun. Nilai itu juga naik 11% dari perkiraan tahun sebelumnya.
       Penyediaan uang kas senilai Rp 195 Triliun merupakan jumlah yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Pada tahun ini dari total Rp 195 Triliun yang disiapkan, sebanyak Rp172 Triliun uang kas terserap oleh masyarakat baik dari penukaran uang maupun penarikan simpanan. Bank Indonesia telah menyiapkan 5.066 titik layanan penukaran uang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dalam periode Maret-April 2023. Jumlah tersebut naik 377 titik dari tahun sebelumnya. BI juga berperan dalam penambahan lokasi layanan penukaran di jalur mudik melalui Program Peduli Mudik. Lokasi itu tersebar di rest area jalan tol di Jawa, Lampung, Palembang, serta di jalur penyeberangan Pelabuhan Merak, Bahauheuni, Ketapang, dan Gilimanuk. BI juga mendorong masyarakat untuk mengoptimalkan transaksi pembayaran secara nontunai. Di antaranya menggunakan QRIS serta memperluas kepesertaan BI-FAST untuk mempersiapkan infrastruktur guna menghadapi peningkatan transaksi saat Ramadan dan Idul Fitri 1444 H.
      Kebutuhan masyarakat akan uang tunai tidak hanya untuk konsumsi pada bulan Ramadhan dan Lebaran. Budaya bagi-bagi uang kepada sanak saudara memiliki kontribusi besar dalam penggunaan uang tunai. Nilai uang yang dibawa pemudik dari kota ke daerah tujuan mudik mencapai Rp92,25 triliun. Keberadaannya berkontribusi dalam memutar roda perekonomian melalui berbagai sektor di daerah, mulai dari transportasi, akomodasi, hingga usaha mikro, kecil, dan menengah.
      Bagi-bagi uang kepada saudara saat lebaran atau yang dikenal dengan istilah "uang lebaran" memiliki sejarah yang cukup panjang dalam tradisi masyarakat Indonesia. Uang Lebaran berasal dari budaya Jawa yang dikenal dengan istilah "tenggak sirih" karena orang Jawa memberikan sirih kepada kerabat dan tetangga sebagai tanda penghormatan dan persaudaraan. Saat masa kolonial Belanda, tradisi ini berubah menjadi memberikan uang sebagai bentuk perayaan hari raya Idul Fitri atau yang disebut sebagai "Sedekah Lekas".
     Pada awalnya, memberikan uang hanya dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak sebagai tanda kasih sayang. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi ini berkembang dan menjadi kebiasaan bagi semua anggota keluarga untuk saling memberikan uang sebagai bentuk ucapan selamat Idul Fitri. Tradisi ini terus dilestarikan dan dijalankan oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini. Bagi-bagi uang lebaran bukan hanya sekedar memberikan uang semata, namun juga menjadi wujud persaudaraan, kasih sayang, dan kebersamaan antar keluarga.
      Konsumsi masyarakat meningkat saat lebaran karena adanya tradisi atau budaya yang sudah menjadi kebiasaan di Indonesia. Faktor yang mempengaruhi meningkatnya konsumsi saat lebaran ialah:
- Persiapan untuk merayakan Idul Fitri. Sebelum datangnya hari raya, masyarakat Indonesia melakukan persiapan yang cukup banyak untuk mempersiapkan segala kebutuhan selama merayakan Idul Fitri, seperti membeli baju baru, makanan khas, hingga kebutuhan rumah tangga.
- Adanya tradisi berkunjung ke rumah saudara dan teman. Selama lebaran, masyarakat Indonesia memiliki tradisi untuk berkunjung ke rumah saudara dan teman, sehingga membeli kue-kue, makanan, dan minuman menjadi keharusan.
- Adanya tradisi memberikan uang atau hadiah kepada anak-anak. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, memberikan uang atau hadiah kepada anak-anak saat lebaran menjadi tradisi di Indonesia. Oleh karena itu, banyak orang tua yang membelikan hadiah atau memberikan uang baru kepada anak-anak mereka.
- Adanya penawaran diskon dan promo. Beberapa toko dan pusat perbelanjaan seringkali menawarkan diskon atau promo saat menjelang lebaran untuk menarik konsumen. Hal ini menjadi alasan banyak masyarakat untuk melakukan pembelian barang dengan harga yang lebih murah.
- Adanya bonus atau Tunjangan Hari Raya (THR) bagi karyawan. Banyak perusahaan memberikan bonus atau tunjangan kepada karyawannya menjelang lebaran, sehingga karyawan memiliki uang tambahan untuk membeli kebutuhan selama merayakan Idul Fitri.
      Faktor-faktor tersebut mempengaruhi meningkatnya konsumsi masyarakat saat lebaran. Namun, tentu saja hal ini dapat menjadi perhatian karena jika tidak diimbangi dengan ketersediaan uang kas di masyarakat. Oleh karena itu, Bank Indonesia berperan dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
      Seandainya Bank Indonesia tidak menyediakan uang tunai yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat lebaran, maka akan timbul beberapa dampak yang berpengaruh pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Beberapa dampak yang mungkin terjadi antara lain:
- Penurunan daya beli masyarakat. Jika uang yang beredar tidak cukup, maka masyarakat tidak dapat membeli barang dan jasa. Hal ini dapat menurunkan daya beli masyarakat dan berdampak pada penurunan kegiatan ekonomi.
- Menurunnya pertumbuhan ekonomi. Lebaran merupakan momen yang ditunggu-tunggu oleh sektor ritel karena adanya peningkatan konsumsi masyarakat. Jika uang yang beredar tidak cukup, maka sektor ritel akan mengalami penurunan penjualan dan pertumbuhan ekonomi akan turun.
      Dalam situasi seperti ini, Bank Indonesia berperan besar dalam penyediaan likuiditas untuk mengakselerasi roda perekonomian. Layaknya darah di dalam tubuh, uang menjadi komponen penting untuk menjalankan "tubuh" negara ini. Jika tekanan darah berkurang atau berlebihan, maka tubuh akan sakit. Tekanan darah harus diatur sedemikian rupa agar tubuh sehat dan prima. Begitupun dalam ekonomi, uang yang beredar harus dalam porsi yang cukup, tidak kurang dan tidak berlebih, agar perekonomian Indonesia sehat.
Terima kasih, Bank Indonesia.