Mohon tunggu...
hesti anindya
hesti anindya Mohon Tunggu... Penulis - masih sekolah

hobinya nulis nulis random

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perdamaian: Nafas Sejuk Martabat Kemanusiaan

18 Januari 2024   13:57 Diperbarui: 18 Januari 2024   17:56 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perdamaian: Sumber Pixabay.com

Apa itu Perdamaian? Perdamaian adalah istilah yang rumit. Mencari arti perdamaian di kehidupan nyata ibarat seperti mencari apel terbaik di dalam sekeranjang apel, seperti yang di sampaikan oleh Aristoteles. Perdamaian jika berkaca pada filosofi utilitarianisme menitikberatkan kebahagiaan pada tindakan, sehingga perdamaian berorientasi pada kebahagiaan. Sehingga dalam kaca mata utilitarianisme, perdamaian adalah suatu kebahagiaan yang tidak hanya dirasakan oleh satu pihak, tetapi harus dirasakan juga oleh seluruh pihak yang terlibat dalam suatu konflik. 

Perdamaian pun bercerita tentang kesejahteraan hidup. Bagi perdamaian, ia menginginkan suatu kondisi dimana manusia hidup sejahtera dengan keadilan dan kondisi damai nan tentram. Dalam lingkup ilmu sosial, arti perdamaian yaitu berkurangnya sebuah konflik seperti perundungan dan terbebas dari rasa takut akan pertikaian antar individu atau kelompok.

Namun ternyata perdamaian tidak seindah definisi maupun landasan filosofisnya. Konflik antar individu atau kelompok akan selalu ada, entah secara tertutup maupun terbuka. Pertikaian pun sayangnya tidak selalu berakhir dengan perdamaian. Tanpa disadari perdamaian bisa dicapai dengan kekalahan ataupun kesengsaraan salah satu pihak. Salah satu diantaranya ialah isu Palestina dengan Israel.

Konflik antara kedua negara tersebut sudah terjadi kurang lebih 100 tahun semenjak dimulai pada tanggal 2 November 1917. Perseteruan dua negara ini memiliki sejarah yang cukup rumit dan kompleks, yang berakar pada perebutan hak atas tanah dan identitas. Kemudian, situasi politik yang mencekam makin memperburuk situasi keduanya berkenaan dengan wilayah teritorial baik secara internal maupun eksternal.

Akibat daripada konflik tersebut telah menghasilkan beberapa kali peperangan, termasuk yang baru-baru ini terjadi pada 7 Oktober 2023, antara Hamas dan Israel.  Perseteruan ini telah menyebabkan kerusakan signifikan pada perekonomian dan infrastruktur Palestina. Beberapa dari masyarakat pun terpaksa mengungsi ke tempat lain karena harus kehilangan rumah mereka. Sekitar 6 juta pengungsi tinggal di kamp-kamp pengungsian Palestina dan negara-negara tetangga. Kedua komunitas tersebut pun masih berseteru hingga sekarang.

Sampai disini dapat dikatakan bahwa, perdamain tidak selalu berakhir dengan kebahagiaan yang dapat memuaskan seluruh pihak. Pada akhirnya kekalahan yang berujung kesengsaraan akan dirasakan oleh salah satu pihak. Kiranya seperti itu yang terjadi antara Palestina-Israel belakangan ini. Publik akhirnya harus menerima sebuah pandangan bahwa, salah satu pihak harus ‘kalah’ agar ketenangan dan kedamaian dapat diraih.

Ilustrasi Konflik Palestina dan Israel; Sumber cnbcindonesia.com
Ilustrasi Konflik Palestina dan Israel; Sumber cnbcindonesia.com
Melalui konflik Palestina dan Israel, dapat disimpulkan juga perdamaian adalah upaya yang dapat dicapai. Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mendamaikan konflik yaitu dengan cara berkompromi, bernegosiasi dan berintegrasi. Sehingga sampai sini jelas sudah bahwa mewujudkan perdamaian dunia merupakan tujuan yang selanjutnya harus diwujudkan bersama dengan tujuan yang lain. Dan perdamaian dunia bagi Indonesia tidak hanya sekedar formalitas belaka.

Beberapa fakta tersebut membuktikan bahwa kekalahan atau pertumpahan darah bukanlah satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk memperoleh perdamaian. Sebagaimana utilitarianisme mengatakan bahwa kebahagiaan terletak pada tindakan yang mempunyai konsekuensi baik. Sehingga hendaknya setiap keputusan ataupun tindakan hendaknya memperhatikan konsekuensi yang akan dihasilkan.

Hingga pada akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan bahwa sikap saling mengerti, menghargai, menghormati, dan menerima dengan lapang dada untuk sebuah kebahagiaan serta ketenangan adalah rasa yang pertama kali harus diutamakan. Banyaknya kepentingan yang beradu antar kelompok komunitas membuat suatu kondisi seakan-akan perdamaian hanyalah utopia. Sekiranya hal tersebut yang perlu Indonesia utamakan jika ingin memerankan tokoh sebagai inisiator perdamaian. Sikap saling mengerti dan menghargai dalam rangka mewujudkan perdamaian abadi dan keadilan sosial sebagaimana amanah UUD 1945 dapat terlaksana secara paripurna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun