Mohon tunggu...
Hesti Martadwiprani
Hesti Martadwiprani Mohon Tunggu... -

Bontang, SMAT Krida Nusantara Bandung, Planologi ITS Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Money

Pengembangan Wilayah Pesisir Melalui Konsep Minapolitan

30 Oktober 2011   17:47 Diperbarui: 4 April 2017   16:53 5683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan

Skema Konsep Pengembangan Minapolitan

Kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan memerlukan penyesuaian atau perubahan agar dapat memenuhi kebutuhan ekonomi yang lebih fokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Perubahan seperti ini seiring dengan potensi Indonesia yang merupakan archipelago island. Sebesar 2/3 wilayah RI merupakan perairan, dan banyak potensi kelautan serta perikanan yang didapatkan dari perairan Indonesia.

Perlu adanya perubahan pola pikir orientasi pembangunan dari daratan ke maritim (revolusi biru) dengan konsep Minapolitan yang sejalan dengan Arahan Umum Pembangunan Nasional dan Arah Kebijakan Pembangunan Kewilayahan dan PengembanganKawasandalam RPJM 2010-2014. Hingga kini, pembangunan di Indonesia masih terfokus pada daratan. Keberadaan kota-kota metropolitan baru, lantas membuat potensi kelautan di Indonesia terkesampingkan. Apabila selama ini ada beberapa wilayah pesisir yang berhasil dikembangkan, perekonomian masyarakat nelayannya pun masih jauh dari sejahtera.

Revolusi biru ini merupakan salah satu bentuk nyata dari pembangunan kawasan pesisir yang berkelanjutan melalui peningkatan produksi kelautan-perikanan dengan peningkatan pendapatan rakyat yang adil, rata, dan sesuai. Peningkatan kesejahteraan masyarakat (Rokhmin Dahuri, 2002) mencakup dua hal: pengaturan pemanfaatan ruang yang adil bagi masyarakat (nelayan dan petani) serta adanya kemitraan kerja yang saling mendukung dan tetap memelihara kualitas ruang. Untuk itu dalam pelaksanaannya, konsep Minapolitan haruslah mengedepankan kesejahteraan masyarakat pesisirnya.

Konsep Minapolitan dapat didefinisikan sebagai kota perikanan dengan konsep pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah melalui pendekatan dan sistem manajemen kawasan berprinsip integrasi, efisien, kualitas, akselerasi tinggi. Diharapkan dengan dilaksanakannya konsep ini, visi “Indonesia Menjadi Penghasil Produk Perikanan dan Kelautan Terbesar 2015” dan misi “Mensejahterkan Masyarakat Kelautan dan Perikanan”, dapat terwujud.

Secara konseptual, Minapolitan terbagi menjadi dua. Pertama, pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis wilayah. Kewewenangan tiap daerah untuk mengembangkan kawasan pesisirnya sendiri perlu diberi dorongan. Pasalnya, setiap wilayah pesisir di Indonesia memiliki karakteristik masing-masing yang lebih dipahami oleh daerah itu sendiri.

Kemudian yang kedua adalah kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama produk kelautan dan perikanan. Potensi produk kelautan Indonesia sebenarnya cukup berpotensi namun mengalami beberapa permasalahan. Salah satunya adalah jumlah industri perikanan lebih dari 17.000 buah, tapi sebagian besar tradisional berskala mikro dan kecil.

Beberapa tujuan dari konsep Minapolitan memiliki tiga sasaran. Ketiga sasaran utama konsep Minapolitan ini, yang pertama adalah penguatan ekonomi rumah tangga masyarakat kelautan dan perikanan skala kecil. Kedua, usaha kelautan kelas menengah ke atas. Kemudian yang ketiga adalah sektor kelutan-perikanan menjadi penggerak ekonomi nasional.

Di samping itu, beberapa persyaratan untuk menjadi kawasan Minapolitan yaitu komoditas unggulan, letak geografis, sistem mata rantai produksi (hulu-hilir), fasilitas pendukung utama, kelayakan llingkungan, komitmen daerah. Berdasarkan kriteria itulah, suatu kawasan dapat dijadikan objek penerapan konsep Minapolitan.

Pembahasan

Minapolitan atau kota perikanan merupakan peluang bagi Indonesia untuk membangkitkan ekonomi negara melalui pengembangan wilayah pesisir. Tak hanya perikanan saja, Minapolitan juga mencakup pengembangan di bidang industri pengolahan produk laut, pariwisata kelautan, pendidikan serta pelayanan jasa, dll.

Jika efisiensi serta akselerasi diharapkan dalam pelaksanaan konsep Minapolitan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah optimalisasi penangkapan ikan melalui pengembangan teknologi juga pemanfaatan potensi alam melalui Local Economic Development (LED). Namun dari segi perencanaan, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana pengembangan Minapolitan dapat menjadi salah satu upaya dalam memperbaiki citra pedesaan daerah laut/pesisir.

Banyak kawasan pesisir yang mengalami pembangunan namun gagal dalam proses pengembangannya. Konsep Minapolitan memang dirasa cukup ideal untuk mengangkat kawasan pesisir baik dari segi ekonomi lokal maupun kesejahteraan masyarakatnya. Tetapi jika dalam pelaksanaanya terjadi ketidakseimbangan dalam kinerja tiap-tiap stakeholder, maka konsep Minapolitan tersebut bisa jadi hanya berjalan sendiri, tanpa beriringan dengan kebutuhan dasar masyarakat yang berada di dalamnya.

Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan tata ruang kawasan pesisir yang akan dikembangkan sebagai kawasan Minapolitan. Hal pertama adalah faktor ekologis yang dapat diidentifikasi melalui eksisting fisik, kondisi eksisting struktur tata ruang dan lingkungan juga ekosistem pesisir. Mengingat bahwa konsep Minapolitan ini haruslah berorientasi pada lingkungan juga agar pengembangan Minapolitan yang ada terarah tepat sasaran.

Faktor kedua adalah kondisi sosial, dimana segala komposisi demografi penduduk, adat-budaya, proses sosial (kerjasama/konflik) hingga peran lembaga masyarakat/pemerintah, perlu diidentifikasi apakah menimbulkan suatu potensi ataupun masalah. Identifikasi keadaan sosial ini perlu diprioritaskan agar mampu mengetahui kebutuhan dasar untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Seringkali aspek sosial ini sangat sensitif dalam metode pendekatan pengembangannya. Terutama yang berkaitan dengan adat-budaya. Karena begitu beragamnya kultur yang ada di Indonesia ini, diharapkan peran lembaga pemerintahan daerah bisa lebih berperan aktif dalam memahami karakter sosial masyarakat setempat. Tiap-tiap Bappeda sebaiknya konsisten dalam pengkoordinasian pemanfaatan ruang antar sektor. Sementara itu perlu dibentuk dinas teknis yang khusus bertanggung jawab terhadap pengaturan teknis sektor tersebut.

Lalu yang terakhir adalah pertimbangan dari faktor ekonomi. Perlu dilakukan identifikasi pada proses koleksi-distribusi dalam kegiatan ekonomi lokal/regional sumber daya pesisirnya. Selain itu domain serta persebaran kegiatan ekonomi di suatu kawasan yang ingin dikembangkan dengan konsep Minapolitan perlu ditelusuri.

Struktur yang ditawarkan dalam Minapolitan adalah sebagai berikut:

Sumber: Buletin Tata Ruang, Maret-April 2010

Dari struktur program Minapolitan seperti di atas terlihat adanya sistem penataan ruang yang terintegrasi. Mulai dari kegiatan skala terkecil, yaitu unit usaha masyarakat lokal. Kemudian diintegrasikan ke dalam sentra, dimana sentra tersebut terlingkup dalam daerah Minapolitan. Masyarakat sekitar kawasan pesisir tentunya telah terlibat dalam pengelolaan potensi sumberdaya yang ada. Misalnya dalam budidaya perikanan. Di samping itu, melalui LED yang diterapkan Minapolitan, akan terjalin kemitraan kerja antara stakeholder-stakeholder terkait. Baik masyarakat pesisir sebagai pelaku ekonomi, pemerintah sebagai pemegang kontrol kelembagaan, serta swasta yang menjadi sumber investasi pembangunan.

Untuk mampu memfasilitasi keberlangsungan integrasi kegiatan ekonomi tersebut, pemenuhan sarana dan prasarana sangatlah penting. Di sisi lain, hal itu diperlukan untuk menunjang keberlangsungan hidup masyarakat yang menempati kawasan objek perencanaan.

Sesuai dengan Kepmen 41/2009, telah ditetapkan kawasan-kawasan Minapolitan di Indonesia, yaitu:

1.Prop NAD : Kab. Aceh Selatan

2.Prop Sumatera Utara : Kab Tapanuli Utara dan Kab Serdang Bedagai

3.Prop Sumatera Barat : Kab Pesisir Selatan

4.Prop Riau : Kuantan Singingi

5.Prop Kep. Riau : Kab/Kota Bintan

6.Prop Jambi : Kab Batanghari

7.Prop Bengkulu : Kab Kaur

8.Prop Sumatera Selatan : Palembang dan Kab Ogan Komering Ilir

9.Prop Bangka Belitung : Kab Bangka Selatan

10.Prop Lampung : Kab Lampung Selatan

11.Prop Banten : Kab Serang

12.Prop Jawa Barat : Bogor dan Garut

13.Prop Jawa Tengah : Boyolali dan Banyumas

14.Prop D I Yogyakarta : Kab Gunung Kidul

15.Prop Jawa Timur : Kab Trenggalek dan Malang

16.Prop Kalimantan Barat : Kab Sambas

17.Prop Kalimantan Tengah : Kab Pulau Pisang

18.Kalimantan Selatan : Kab Banjar

19.Prop Kalimantan timur : Kab Malinau

20.Pro Sulawesi Utara : Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Sangiihe

21.Prp Gorontalo : Gorontalo Utara

22.Prop Sulawesi Tengah : Tojo Una-Una

23.Prop Sulawesi Barat : Kab Mamuju

24.Prop Sulawesi Selatan : Kab Luwu Timur dan Kab Gowa

25.Prop Sulawesi Tenggara : Kab Kolaka dan kab konawe Selatan

26.Prop Bali : Kab Klungkung

27.Prop Nusa Tenggara Barat : Kab Bima

28.Prop Nusa Tenggara Timur : Kab Sika

29.Prop Maluku : Kab Seram bagian barat

30.Prop Maluku Utara : Kab Halmahera Selatan

31.Prop Papua : Kab Waropen

32.Prop Papua Barat : Raja Ampat

(Sumber : Tabloid Minapolitan Edisi Minggu 3 November 2009)

Dari sekian banyak kawasan Minapolitan ini, telah dipilih 28 kabupaten yang dijadikan pilot project Minapolitan sebagai program lima tahun ke depan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Salah satu kabupaten yang menjadi percontohan Minapolitan 2012 tersebut adalah Sambas, Kalimantan Barat. Terlihat dari kabupaten-kabupaten tersebut, Indonesia memiliki cabang pengembangan Minapolitan yang berada hamper di setiap pulau. Jika memang konsep Minapolitan ini berhasil diterapkan, bisa dibayangkan bagaimana cepatnya pertumbuhan wilayah sektor perikanan dan kelautan di Indonesia. Pemerataan pembangunan di Indonesia dapat terwujud melalui titik-titik pengembangan yang tersebar di setiap pulau.

Kesimpulan

Minapolitan merupakan peluang bagi Indonesia untuk membangkitkan ekonomi negara melalui pengembangan wilayah pesisir. Dari segi perencanaan, perlu diperhatikan bagaimana Minapolitan dapat menjadi salah satu upaya dalam memperbaiki citra pedesaan daerah laut/pesisir. Banyak kawasan pesisir yang mengalami pembangunan namun gagal dalam proses pengembangannya. Untuk itu faktor ekologis, kondisi sosial serta ekonomi merupakan tiga hal penting yang perlu diperhatikan pada wilayah perencanaan. Melalui struktur program Minapolitan, dapat terlihat adanya sistem penataan ruang yang terintegrasi. Untuk mampu memfasilitasi keberlangsungan kegiatan ekonomi skala lokal tersebut, pemenuhan akan sarana dan prasarana sangat dianggap penting. Sejauh ini telah dipilih 28 kabupaten yang dijadikan pilot project Minapolitan di Indonesia.

Sumber:

·Buletin Tata Ruang edisi Maret-April 2010

·Tim Penyusun. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan

·Tabloid Minapolitan edisi Minggu 3 November 2009

·http://id.shvoong.com (Kawasan Minapolitan)

·http://www.pontianakpost.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun