Sering kali dalam suatu rencana proyek penataan ruang, kurang mempertimbangkan dari mana sumber pembiayaan pembangunan berasal. Padahal suatu rencana tidak akan terealisasai tanpa didukung oleh kesiapan finansial. Untuk itu pada arahan suatu susunan laporan rencana, dibutuhkan pembahasan mengenai strategi pembiayaan pembangunan. Terdapat dua strategi pembiayaan yang dianut oleh Indonesia, yaitu konvensional dan non konvensional. Idealnya, suatu pembangunan tak bisa terlepas pula dari pembiayaan non konvensional. Akan lebih baik apabila proporsi kerjasama antar konvensional dan non-konvensional seimbang. Konvensional di sini dalam arti sumber pembiayaan dari anggaran pemerintah, misalnya dari laba BUMN. Sementara pembiayaan non konvensional berasal dari swasta. Sinergi yang baik antara BUMN dengan swasta akan memberi jalan keluar dalam permasalah pembiayaaan pembangunan karena potensi swasta untuk menutupi keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah sangatlah besar.
Perlu adanya sinergi antara BUMN dengan swasta dikarenakan selama ini kedua pihak tersebut seringkali berjalan sendiri-sendiri. Akibatnya pemanfaatan biaya untuk sebuah pembangunan menjadi kurang terkoordinir. Apabila keduanya mampu menajlin kerjasama dengan seimbang, proyek-proyek besar di Indonesia akan berjalan lebih efisisen. Artinya, selain memberi nilai manfaat yang lebih bagi konsumen, kerjasama ini juga memberikan keuntungan yang lebih besar pada produsen. Tentunya, proyek-proyek besar yang diadakan bertujuan demi mewujudkan pembangunan Indonesia, yang sesuai visi dan misi dalam RPJP Nasional. Di awal tahun 2012 ini, sinergi antara BUMN dengan swasta akan lebih dipererat. Momen ini ditandai dengan akan diadakannya pertemuan besar antar pelaku usaha swasta dan BUMN pada tanggal 17 Januari 2012 oleh Asosiasi Perngusaha Indonesia (APINDO).
Adanya langkah dari APINDO untuk mengadakan pertemuan besar ini dapat dikatakan cukup terbuka bagi eksplorasi dan inovasi sumber-sumber pembiayaan pembangunan di Indonesia. Ini menunjukkan, adanya keinginan dari kedua pihak usaha untuk tetap bersaing positif dalam bisnis pembangunan di Indonesia. Salah satu provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Timur pada akhir 2011 kemarin, tengah mendapatkan angin segar karena meningkatnya jumlah investor yang hendak menanamkan modal di sana. Diperkirakan kenaikan jumlah investor di Jawa Timur ini akan semakin meningkat 20-25% di tahun 2012. Gubenur Jawa Timur sendiri setelah melihat adanya kenaikan investasi tersebut, semakin terpacu untuk meningkatkan pembangunan lain di Jawa Timur, guna mendukung kepercayaan pihak investor yang telah tertarik berinvestasi, misalnya dengan meningkatkan infrastruktur yang ada, dan peningkatan kualitas SDM. Apabila kondisi yang menguntungkan seperti ini tidak terkoordinasi dengan baik, maka pihak investor swasta yang berpotensi memberi dana lebih akan menarik diri.
Pada dasarnya pengkoordinasian kerjasama antara pemerintah (BUMN) dengan swasta dilakukan dalam berbagai bentuk. Baik dalam bentuk regulasi maupun peningkatan kualitas fasilitas pendukung. Intinya dalam koordinasi ini, kedua pihak harus saling menguntungkan atau mendapatkan jaminan yang sebanding dengan sumbangsih yang diberikan. Dengan begitu, kedua pihak mampu mencapai tujuan masing-masing. Seperti yang terjadi pada proyek perusahaan pelayaran yang dilakukan oleh PT Pelindo II. Proyek ini mendapatkan bantuan dana dari pinajaman bank asing, yaitu dari Jerman, Jepang, Singapura, dan Malaysia. Namun pihak swasta tersebut masih belum berani mencairkan danaya karena pemerintah Indonesia belum meratifikasi asas penahanan kapal (arrest of ship). Hal ini disebabkan, pihak perbankan asing tidak memiliki jaminan penahan terhadap kapal yang berada di perairan Indonesia apabila terjadi gagal bayar. Oleh karena itu sangatlah beresiko tinggi jika pihak mereka meberikan kredit dalam penyediaan armada pelayaran di Indonesia.
Diperlukan upaya antisipasi peningkatan kualitas untuk menarik penanaman modal oleh investor. Masih berkiblat pada contoh langkah-langkah PT Pelindo dalam kerjasamanya dengan swasta, antisipasi ini dilakukan dalam sebuah proyek di Pelabuhan Tanjung Perak. Pelabuhanberkelas internasional ini semakin meningkatkan kualitasnya dalam segi performa pelayanan. Melalui PT. Pelindo III, peningkatan performa pelayanan ini diwujudkan dalam bentuk pengembangan terminal penumpang yang berada di pelabuhan Teluk Lamong Tanjung Perak. Modernisasi terminal penumpang ini dilakukan dengan penambahan fasilitas pendukung, seperti halnya mall, hotel hingga apartemen. Pengembangan terminal penumpang multipurpose Teluk Lamong ini akan menjadi pilot project dalam rencana strategis pengembangan infrastruktur pelabuhan di Indonesia. Dalam hal ini, PT Pelindo III juga bekerjasama dengan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Melihat prospek yang begitu menjanjikan karena adanya penambahan fasilitas pendukung seperti di atas, maka pihak investor pun akan lebih yakin dengan modal yang mereka tanamkan.
Pemerintah Jawa Timur kini sedang mengejar investor untuk proyek sumber daya energi seperti proyek geothermal di Jawa Timur di Ponorogo (Telaga Ngebel) dan Banyuwangi (Ijen) yang diinvestori oleh Bakrie Power. Selain itu juga proyek pembangunan terminal LNG yang melibatkan investor dari Australia (Energy World Corporation) dan Korea Selatan (Daewoo). Ini artinya, masih perlu banyak cara inovatif yang harus dicari dalam pembagian kewenangan. Mengingat potensi investasi yang ada di Jawa Timur di tahun 2012 ini begitu menjanjikan. Jangan sampai keprcayaan swasta untuk melakukan kerjasama menjadi berkurang.
Akan lebih bijaksana apabila pemerintah mampu mengambil pelajaran dari proyek-proyek kerjasama yang sudah ada, seperti macetnya kredit dari swasta, serta masalah lain yang menghambat masuknya investasi dari swsata. Prinsip pembiayaan yang terpilih harus relevan dengan feasibility study yang telah dilakukan sebelumnya. Sebaiknya pemerintah perlu lebih memperhatikan mekanisme dalam prinsip-prinsip pembiayaan yang diterapkan. Semisal Build, Operate, Transfer (BOT), konsesi, Join Venture, dan sebagainya. Prinsip-prinsip ini membutuhkan arahan yang jelas antara peranan pemerintah dengan swasta sehingga kerjasama dapat terkoordinir dengan baik. Pemerintah juga sepatutnya lebih inovatif dalam menentukan strategi pengimplementasian lain terhadap prinsip pembiayaan yang telah ditentukan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H