Mohon tunggu...
Hessel Pradana
Hessel Pradana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Do better

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Siswa Butuh Ujian Nasional Sebagai Motivasi Mengapa Pelajar Indonesia Tidak Punya Motivasi Belajar Sendiri?

17 Desember 2024   01:34 Diperbarui: 17 Desember 2024   01:34 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan merupakan hak dari setiap warga Indonesia. Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang mana hal ini sesuai dengan tujuan Negara Indonesia yang tertera dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Melalui Pendidikan, diharapkan peserta didik dapat mengembangkan potensi diri yang dimilikinya secara optimal. Kalau kita bertanya kepada lulusan sekolah tahun 1970 sampai 2020, "ujian apa yang paling menakutkan?" maka sebagian besar akan menjawab ujian nasional. Hingga pada tahun 2021, ujian nasional resmi dihapuskan. Namun belakangan ini muncul diskusi hangat di media sosial terkait isu wacana untuk memberlakukan kembali ujian nasional.

Pada penghujung tahun 2024 ini, media sosial dihebohkan dengan banyaknya video yang menunjukan siswa sekolah menengah tidak bisa menjawab soal pengetahuan dasar seperti kepanjangan dari MPR, bahkan ada yang tidak bisa menghitung maupun baca tulis. Padahal baca tulis dan hitung seharusnya telah diajarkan di sekolah dasar. Fenomena ini menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia anjlok. Banyak pihak yang berpendapat bahwa banyaknya kebijakan yang 'memudahkan' peserta didik pada masa kini menjadi penyebab kemerosotan kualitas pelajar Indonesia.

Ujian nasional berfungsi sebagai tolak ukur terhadap kompetensi siswa agar sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dengan Ujian nasional. Pada tahun 2021. Ujian nasional resmi dihapus karena ujian nasional dinilai memberikan stress yang berlebihan terhadap pelajar. Selain itu, ujian nasional juga dianggap sebagai sistem penilaian yang tidak adil karena hanya menguji pengetahuan siswa di bidang matematika, sains dan bahasa, sementara tidak semua siswa memiliki bakat dan minat di bidang tersebut. Dihapuskannya ujian nasional yang sebelumnya menjadi ujian yang sangat ditakuti oleh siswa dituding menjadi salah satu faktor penyebab hilangnya motivasi belajar siswa.

 Sistem zonasi yang berlaku juga dinilai mengurangi motivasi siswa karena siswa yang rumahnya dekat dengan sekolah tidak perlu berusaha dengan keras agar dapat diterima. Sementara itu, jumlah sekolah di Indonesia tidak menyebar secara merata sehingga merugikan siswa yang rumahnya jauh dari sekolah manapun. Bukan hanya secara kuantitas, kualitas sekolah juga sering kali jomplang satu sama lain yang membuat stigma sekolah favorit tetap ada.

 Belum lagi kurikulum merdeka yang melarang sekolah untuk tidak menaikkan kelas peserta didiknya. Sekolah sendiri juga tidak mau akreditasi sekolah turun karena banyak siswa yang tinggal kelas. Pelajar di Indonesia kehilangan banyak factor yang sebelumnya menjadi pendorong atau motivasi bagi mereka untuk belajar. Oleh karenanya, mengembalikan ujian nasional sekilas merupakan solusi yang tepat terhadap fenomena penurunan kualitas pelajar di Indonesia. Namun, melalui fenomena ini, kita bisa melihat kalau banyak siswa Indonesia yang tidak memiliki motivasi belajar dari dalam diri mereka sendiri.

Motivasi pada dasarnya adalah dorongan dalam diri individu untuk mencapai suatu tujuan, melalui langkah-langkah tertentu. Motivasi belajar ini sangat penting bagi siswa. Siswa yang memiliki motivasi belajar mampu mendorong dirinya untuk terus belajar. Motivasi dapat muncul dari individu itu sendiri (instrinsik) ataupun muncul karena pengaruh dari luar (ekstrinsik). Ujian nasional dan ancaman tidak lulus ataupun tinggal kelas merupakan sumber motivasi eksternal yang memaksa siswa untuk belajar. Ketika siswa tidak lagi memiliki ancaman tidak lulus ataupun tinggal kelas, maka siswa harus memiliki motivasi instrinsik agar mereka mau belajar. Motivasi ini bisa berupa cita-cita ataupun hobi. Ketika siswa memiliki motivasi instrinsik untuk belajar, maka siswa tersebut akan terus belajar tanpa dipaksa. Tokoh-tokoh hebat Indonesia seperti Mohammad Yamin, Achmad Soebardjo dan BJ. Habibie tentunya belajar hingga ke luar negeri bukan karena mereka takut tidak lulus, tapi karena mereka ingin Indonesia menjadi negara yang maju dan sejahtera.

Lantas mengapa banyak siswa Indonesia tidak memiliki motivasi instrinsik untuk belajar? Mungkin sangat cepat bagi kita untuk menuding sekolah ataupun guru yang tidak kompeten sebagai pelaku utama dari rendahnya motivasi belajar siswa. Guru memang memiliki tugas untuk membangkitkan motivasi belajar siswa melalui proses belajar mengajar yang menarik. Namun demikian, guru di sekolah bukanlah sosok yang paling berpengaruh terhadap motivasi belajar individu, karena sebelum menjadi siswa, mereka adalah anak dari orang tua. Orang tua merupakan pendidik pertama sekaligus paling berpengaruh terhadap siswa. Ini dikarenakan didikan dari orang tua yang membentuk karakter anak. Sementara berdasarkan survei KPAI tahun 2023, hanya 23% orang tua Indonesia yang pernah mendapatkan pendidikan parenting. Hal ini menyebabkan banyak orang tua di Indonesia yang tidak tahu bagaimana mendidik anak dengan benar.

Contoh yang sering terjadi adalah ketika anak bertanya banyak hal kepada orang tuanya, anak tersebut justru dihiraukan atau bahkan dimarahi. Tindakan ini dapat membuat anak takut bertanya dan mematikan rasa penasaran dalam dirinya. Padahal rasa penasaran dapat mendorong anak untuk terus menggali ilmu pengetahuan demi memuaskan rasa penasarannya. Meski demikian, orang tua yang terlalu sering mengkritisi anak juga dapat menyebabkan sang anak merasa tidak berguna sehingga anak tersebut cenderung menjadi anak yang pasif dan tidak punya percaya diri. Akhirnya banyak siswa di Indonesia yang menjadi malas, yang dikenal dengan istilah anak rebahan. Belum lagi banyak orang tua yang tidak membatasi jatah waktu bermain media sosial dan game yang dapat menjadi distraksi begi siswa untuk belajar. Guru sekolah sebagai orang kedua jadi harus menggantikan peran orang tua pertama dalam mendidik karakter anak. Sementara guru pada zaman sekarang takut menegur siswa karena banyaknya orang tua yang protes, bahkan tidak takut membawa ke ranah hukum.

Mengembalikan ujian nasional tampak seperti solusi yang mudah untuk mendorong motivasi siswa. Namun hal ini berpotensi menjadikan siswa yang sudah menamatkan pendidikannya berhenti belajar karena tidak mempunyai motivasi belajar dari dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu, pemerintah, guru dan orang tua harus bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini. Guru bisa memberikan metode belajar yang menarik, serta memberikan cerita-cerita inspiratif di sela-sela pembelajaran. Pihak sekolah juga harus berani untuk tidak meluluskan siswa yang memang tidak memenuhi syarat kelulusan agar siswa menjadi manusia yang bertanggung jawab. Sementara orang tua juga harus tegas dalam mendidik karakter anak agar anak bisa menemukan motivasi belajar dalam dirinya sendiri. Terakhir, pemerintah harus memperbaiki infrastruktur pendidikan yang tidak merata.

Ujian nasional memang sudah usang. Namun apabila ujian nasional adalah satu-satunya pilihan untuk memperbaiki kualitas pelajar Indonesia, maka pemerintah harus memperbaiki kekurangan dari ujian nasional. Seperti memberikan kebebasan bagi pelajar untuk memilih mata pelajaran yang sesuai minat dan bakatnya sehingga siswa lebih bersemangat untuk belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun