Mohon tunggu...
Hesdo Naraha
Hesdo Naraha Mohon Tunggu... Freelancer - Sharing for caring by "Louve" from deep Instuisi-Ku

God Is Good All The Time 💝

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

#3 Seri Memaknai: Memaknai Kehidupan yang Selaras dan Berjarak

23 Desember 2023   00:10 Diperbarui: 23 Desember 2023   00:28 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bukanlah perkara mudah untuk menilai kehidupan kita secara objektif dan jujur. Acap kali kita menjumpai orang-orang di sekeliling yang merasa bahwa pendapat mereka adalah benar, kadang pun mereka merasa bahwa tidak perlu mendengar suara-suara orang lain sehingga menjadi sangat skeptis dan tinggi hati. 

Menurut saya, sangatlah berbahaya jika kita tidak segera menyadari, mengevaluasi diri, dan mengoreksinya; seandainya kedapatan dalam diri sendiri, bahwa kita adalah orang yang seperti itu.

Memang benar adanya bahwa kita perlu hidup bersama-sama dengan orang lain, kita tidak seharusnya membatasi diri hanya kepada hal-hal yang terlalu individualis, sehingga kita terpisah dan berajak dari orang lain. 

Kendati itu tidak semestinya dilakukan, saya justru merasa bahwa hal tersebut patutlah kita pegang sebagai sebuah kesadaran, bahwa tidak selamanya yang berjarak atau kadang-kadang terpisah artinya buruk. Kadang kala kita membutuhkan sebuah keterpisahan, sebuah jarak, agar dapat memaknai hidup dari segala sudut pandang.

Berjarak sebagai keselarasan 

Sebagai manusia, sejatinya kita memiliki sebuah keterkaitan yang tidak mudah dilepas pisahkan begitu saja. Karena pada hakikatnya, kita saling membutuhkan satu dengan lainnya, termasuk saling bergantung dengan sesama mahkluk hidup lainnya. 

Di saat urat pelipis kita begitu menegang, desiran darah semakin cepat, kadang kala menatap seekor Kupu-Kupu yang hinggap di kelopak bunga bisa menjadi sarana psychological first aid, untuk membantuk merilekskan pikiran. Inilah kenyataan yang tidak bisa dihiraukan bahwa kita sangat bergantung pada sesama kita.

Walaupun begitu, kebergantungan seringnya menimbulkan kemelekatan yang kuat sehingga tanpa kesadaran untuk memberi jarak, bisa saja kita terperosot jauh kedalam kehilangan kendali atas diri dan batasan-batasan personal. Hal ini berarti bergantung adalah sebuah kenyataan, namun kemelekatan yang terbangun haruslah sehat, waras, dan tidak melupakan kemanusiaan kita.

Menurut saya, manusia tidak boleh merasa bergantung secara berlebih sehingga kehilangan kesempatan untuk bertindak adil. Bukankah kepada kita hak-hak mengenai kebebasan itu melekat dan sudah seharusnya diperjuangkan? Semoga kita semakin sadar untuk tidak mengabaikannya. 

Kemelekatan adalah bentuk keindahan relasi yang baik, namun terlalu melekat akan membuat kita kesulitan dalam mengambil jarak guna berpikir secara objektif. 

Oleh karena itu, perlu disadari bahwa berjarak adalah sebuah bentuk keselarasan hidup yang tidak boleh dilupakan, tidak juga ditinggalkan. Sehingga dalam setiap keterkaitan kita dengan siapa saja atau apa saja, kita menjadi sadar untuk tidak gegabah dan terburu-buru, namun sudah sebaiknya kita mengambil waktu untuk hening, berpikir, dan berefleksi; niscaya kita akan terbukakan pintu hati untuk mengerti kebutuhan diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun