Saya pun sadar bahwa keputusan di dua tahun lalu justru menjadikan saya tumbuh dengan sangat baik hari ini. Setahun menjalani tanggung jawab menjadi momentum belajar yang sangat luar biasa, saya belajar untuk berpikir dengan matang, saya belajar untuk mengambil keputusan dengan baik (awalnya saya ingin menulis "bijak" tetapi saya merasa belum pantas untuk disebut demikian), saya juga belajar untuk menjadi pemimpin yang rendah hati dan sabar.
Sebagai manusia, tentunya semua hal yang saya alami seakan-akan menempatkan diri saya diposisi paling ideal. Namun hidup bukanlah cerita fiksi, tetapi serangkaian realitas yang disusun oleh kita sendiri.
Tentunya ada waktu ketika saya juga kesal, marah, jengkel dan sedih, namun ada juga waktu di mana saya merasa bersyukur, bangga, senang, dan juga terharu. Hari ini saya memandang setiap peristiwa itu sebagai warna-warni kehidupan yang menghiasi perjalanan panjang menjadi manusia yang dewasa dan bermakna. Kini saya lebih bersyukur dengan segala hal yang terjadi, masa-masa pelayanan yang menyenangkan tetapi juga meneganggakan akhirnya tiba pada tapal batas harus diakhiri.
Melalui tulisan sederhana ini, saya kemudian berefleksi dan menuangkan segala perasaan saya tentang perjalanan hidup yang luar biasa.
DIA yang memanggil
Ada satu hal yang tidak mungkin saya lupakan dalam perjalanan panjang melayani TUHAN. Sebagai orang Kristen, saya percaya bahwa keputusan melayani di Gereja dan melalui kehidupan sehari-hari adalah wujud rasa syukur kepada ALLAH yang Maha Baik. Namun lebih dari itu, saya pun percaya pelayanan kami semata-mata karena TUHAN sajalah yang memanggil, saya lebih senang menyebutnya "TUHAN sajalah yang mengajak ku untuk melayaniNya".
Saya selalu percaya, dalam setiap aspek kehidupan kita ada penyertaan TUHAN yang amat sempurna. Termasuk dalam perjalanan saya selama menjadi Guru Sekolah Minggu (GSM) ini, mungkin anda bertanya "pelayanan semacam apa yang saya maksudkan?" jawabannya baru saja anda temui sebelumnya.
Ayah, mama, dan kakak-kakak saya adalah pelayan juga pada masanya, karena itu mungkin saja motivasi pelayanan saya datang dari mereka sebagai role model dalam keluarga.
Ketika saya harus melihat diri saya sebagai manusia yang seutuhnya, maka jelaslah segala ketakutan itu akan sangat menggerogoti kehidupan saya. Syukurlah saya menyadari bahwa nilai kebaikan yang saya pegang adalah bentuk dari panggilan Sang Maha Baik, bahwa DIA-lah yang memanggil atau mengajak saya melakukan kebaikan itu. Sehingga dengan menyadari panggilanNya saya justru dikuatkan untuk melakukan segala yang baik bagi kemuliaan nama-Nya.
Saya selalu teringat dengan lagu ini (NKB. 126) :
"Tiap karya di berkatiNya
Namun yang terbaik dimintaNya
Walaupun tak besar talentamu
Bri yang terbaik kepada Tuhanmu"
------------------------------
Mungkin saja talenta kita tak lebih besar dari sebutir debuh, mungkin saja semangat kita tak cukup menghangatkan seperti nyala sebatang lilin, atau mungkin saja segala upaya kita tak lebih deras daripada turunnya hujan rintik. Tetapi walaupun tak besar, kita perlu terus memberi yang terbaik kepada-Nya yang memanggil atau mengajak kita untuk bekerja bersama-sama dengan-Nya.