Bayangkan kalau kita bangun setiap pagi dengan perasaan tenang. Ketika cek jadwal kerja, rupanya tidak begitu banyak beban yang menumpuk, ketika membuka WA tidak ada janji ketemuan dengan banyak orang. Ketika melihat target-target rupanya tidak banyak keinginan yang kita ikrarkan bagi diri sendiri. Disaat itulah hidup kita tidak butuh usaha terlalu keras untuk healing yang ujung-ujungnya cuman buang-buang duit, menguras waktu dan tenaga, lalu tidak terlalu lama; kembali stres dan penuh tekanan hidup.
Sekarang kamu perlu belajar untuk merasa "cukup" dengan apa yang sudah dimiliki saat ini. Orang yang hidup dengan banyak keinginan dan target hanya menumpuk beban mental yang tiada habisnya. Dalam pandangan filosofi stoa (stoic) mereka seumpama budak, yang terperangkap dan dijajah kebebasannya. Uniknya adalah mereka diperbudak oleh diri sendiri, pikiran mereka, hati mereka adalah aktor-aktor yang memperbudak mereka. Sungguh miris.
Merasa cukup berarti kita memberikan batasan yang kuat terhadap berbagai hal, dengan begitu kita juga membangun sebuah kesadaran bahwa manusia memang terbatas. Kita tidak sanggup mencapai banyak hal dalam hidup, karena kita memiliki banyak sekali keterbatasan. Dengan menyadari hal ini, kita sedang berada dalam upaya untuk mencapai ketenangan jiwa dan kebahagiaan hidup.
Saya memutuskan untuk tidak membeli baju baru, sepatu baru dan barang-barang baru. Padahal sudah menjadi kebiasaan setiap perayaan Natal harus ada baju baru, semakin dewasa saya akhirnya sadar jika kebiasaan itu hanyalah sebuah pola pikir yang sia-sia. Bahwa kita tidak perlu mencapai terlalu banyak hal, tidak harus memakai barang-barang baru, sebab yang kita butuhkan adalah perspektif baru.
Tahun 2022 menjadi waktu bagi saya untuk semakin memperkuat keyakinan dalam diri, menjadi seorang minimalis. Berawal dari menghapus 125 kontak di HP yang hanya membebani kinerja sistem dalam HP, sampai mengurung niat mengerjakan banyak hal yang tidak terlalu penting, dan sebuah keputusan puasa membeli buku selama dua bulan penuh. Semua itu saya lakukan, kini menjadi kekuatan baru bagi saya. Dengan terbiasa merasa cukup, maka kita akan terbentuk menjadi seseorang yang penuh rasa empati dan welas asih bagi diri sendiri. Karena kita sadar, diri kita tidak harus ditekan terus-menerus.
-Selamat Merayakan Hidup-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H