Dunia hari ini sering terjebak pada kata daya saing. Seperti misalnya ungkapan yang sering kita dengar "mari tingkatkan daya saing:, atau "kita harus bisa bersaing, kalo tidak maka akan menjadi pecundang". Maka, dampaknya, setiap anak, setiap siswa, setiap orang tua menjadi berpacu dan berlomba untuk membangun daya saingnya. Atau dengan perkataan lain, mereka berkompetisi atau bersaing untuk menjadi lebih unggul dibandingkan dengan yang lain. Berlomba menjadi yang "yang terbaik" di mata masyarakat atau linkungan sosialnya. Tidak cukup hanya itu, keunggulan hasil persaingan tadi juga segera diunggah dalam media sosialnya, sehingga semua netizen maupun citizen bisa melihatnya.
Nah, jika trend ini terus berlangsung, maka dikawatirkan juga akan memasuki wilayah pengasuhan anak (parenting). Yaitu bagaimana para orang tua berlomba 'memenangkan persaingan/kompetisi' membangun daya saing anak. Apa akibatnya, hidup menjdi terus berpacu, terus berlomba mengejar nilai juara.
Padahal, pada konteks mendidik anak, tidak ada yang namanya persaingan atau kompetisi. Tidak harus mengejar predikat orang tua terbaik dengan berbagai cara. Tidak usah mengejar status sebagai orang tua yang paling mampu menghasilkan anak dengan puluhan gelar juara.
Sejatinya, menjadi orang tua kita tidak bersaing dengan orang tua lain. Tidak berkompetisi, namun bersupertisi. Yaitu bersaing dengan capaian kita pribadi sebelumnya. Bersaing dengan hari kemarin, yaitu "apakah hari ini kita sudah menjadi orang tua yang lebih baik?". Apakah hari ini kita sudah lebih mampu memberikan perhatian terhangat kepada anak-anak? Apakah hari ini kita sudah lebih baik membangun kelekatan emosional kepada anak? Nah ini baru supertisi, dan bukan kompetisi.Â
Karena, setiap keluarga situasinya berbeda, jumlah anaknya berbeda, kebutuhan anak-anaknya juga berbeda, potensi anaknya juga berbeda. Jadi mari kurangi pola pikir bahwa hidup adalah mengejar daya saing dan berkompetisi (apalagi untuk mengalahkan pihak lain dengan berbagai cara). Alih-alih demikian, mari terus berkompetisi dengan raihan kita pribadi di masa lalu. Sudahkah kita mengevaluasi kegagalan yang pernah terjadi? Sudahkah melakukan perbaikan yang dibutuhkan?Â
Jadi, mari Ayah Bunda Indonesia, kita fokus bersurpetisi dengan diri kita sendiri, untuk terus memacu diri menjadi orang tua yang lebih baik setiap hari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H