Mohon tunggu...
Hery The
Hery The Mohon Tunggu... -

Berbagi cerita secara lisan dan dalam bentuk tulisan merupakan kegiatan produktif seorang pembelajaran sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Titik dan Koma

25 November 2014   04:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:56 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika memulai pekerjaan sekarang sebagai guru bahasa asing, saya bertekad untuk setidaknya bisa menjalankan pekerjaan ini untuk minimal dua atau tiga tahun. Meskipun pekerjaan ini bersifat kontrak, berdasarkan pengalaman rekan-rekan sejawat di tempat kerja sekarang, potensi untuk perpanjangan kontrak sangat besar. Alasan utama untuk  mempertahankan pekerjaan ini adalah supaya tidak pindah-pindah untuk sementara waktu. Capek juga jika harus terus menerus pindah dan mengurus perijinan tinggal dari satu tempat ke tempat lain. Namun sepertinya niat itu kemungkinan besar tidak akan bisa diwujudkan.

Minggu lalu, saya mendapatkan telpon dari seorang teman di Shanghai mengenai posisi yang bisa diisi di universitas di mana dia mengajar sekarang. Dia sangat mengharapkan saya bisa mampir ke universitasnya untuk melakukan presentasi dan sekaligus bertemu pimpinan universitas untuk berkenalan minggu depan. Selang dua hari, sepucuk surat elektronik dilayangkan oleh salah seorang pembimbing disertasi saya mengenai adanya posisi postdoktoral di salah satu universitas di Finlandia. Tentu saja kedua posisi tersebut merupakan posisi potential yang baru akan bisa diperoleh jika diperjuangkan dengan mengajukan lamaran, mengikuti seleksi, dan juga disertai dengan berbagai prosedur birokrasi dan administrasi lain (paper work) yang tidak sedikit jumlahnya dan seringkali sangatlah ribet.

Bertahun-tahun dan sudah berkali-kali pula saya mempersiapkan "paper work" untuk aplikasi berbagai posisi profesional (pekerjaan, beasiswa, dll). Seringkali memang penolakan yang diperoleh. Persentase penerimaan dan penolakan bisa saya hitung berkisar kurang lebih 1 berbanding 20. Sampai di satu titik, saya kadang-kadang merasa sangat jenuh dan lelah membolak-balik dan menata ulang resume, curriculum vitae, dan kalimat-kalimat pada surat aplikasi. Kelelahan tersebut memang terbayarkan kadang kala dengan adanya penerimaan satu atau dua, dan kadang untuk pekerjaan yang lamanya hanya satu bulan sampai dengan 6 minggu, saya merasa terlalu banyak waktu dan tenaga yang perlu dituangkan untuk semua "paper work" tersebut.

Kadangkala saya berpikir sudah sajalah dan jalani sajalah apa yang telah ada saat ini supaya bisa tenang. Satu hal yang paling mudah juga tentu saja kembali pulang ke kampung halaman dan kembali menjalani pekerjaan lama dan kemudian menata hidup. Namun, dorongan untuk mencoba peluang baru selalu muncul di kala semangat itu mulai menurun. Seperti kedua pesan yang baru saja saya terima minggu lalu seperti hujan yang tiba-tiba kembali membasahi tanah yang tandus dan memberi pesan lekaslah tanah itu kembali digarap supaya menghasilkan.

Dalam kondisi lelah dan flu akibat cuaca berkabut di Shaoxing beberapa hari ini, saya akhirnya berhasil merampungkan revisi CV dan merancang surat pengantar untuk aplikasi posisi postdoktoral tersebut. Dalam hitungan jam, saya mendapatkan balasan mengenai penerusan lamaran saya ke proses evaluasi di universitas. Saya akan dikabari segera setelah semua aplikasi dari pelamar lain diterima. Tugas baru juga menanti, yakni mempersiapkan dua presentasi di awal Desember, termasuk presentasi ke universitas sasaran di mana saya kemungkinan bisa mendapatkan pekerjaan yang menurut teman saya lebih layak dengan kemampuan akademik saya.

Well! Memang itulah yang menjadi dasar teman dan professor saya terus mendorong saya untuk pindah kerja. Menurut mereka pekerjaan sebagai guru bahasa asing tidak memberikan ruang yang cukup untuk mengembangkan riset. Tentu saja itu saya yakin ada benarnya, karena saya dapat dengan mudah menjalani pekerjaan ini tanpa perlu harus capek-capek menyelesaikan program doktoral yang luar biasa menyita waktu, tenaga, dan pikiran. Alasan saya mengambil pekerjaan ini ada tiga. Pertama, saya lelah dengan penolakan dan saya segera meraih peluang yang ada. Akan lebih baik punya pekerjaan daripada menjadi penganggur intelek. Setidaknya ada uang saku masuk ke kantong dan pekerjaan saja memberikan manfaat bagi orang lain. Kedua, saya membutuhkan sedikit waktu luang untuk istirahat, merenung, berpikir, dan menata kehidupan saya. Karir di bidang akademik (riset, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat) menurut saya di banyak negara masih jauh dari memberikan keleluasaan kepada akademisi untuk memiliki waktu luang, terutama untuk melakukan sesuatu bagi dirinya sendiri. Ketiga, saya butuh waktu untuk berpikir dan menulis sesuatu yang bisa bermanfaat bagi orang lain dan bisa dibaca dan dimengerti oleh orang banyak. Sungguh miris ketika banyak sekali tulisan-tulisan ilmiah dalam jurnal atau buku akademik hanya menjangkau kalangan tertentu dan bahkan hanya menjadi koleksi perpustakaan, atau bahkan dijadikan sebagai sarana untuk memperoleh promosi jabatan akademik saja.

Singkat cerita, saya mencoba meneropong di mana letak TITIK di dalam hidup saya, tetapi jawabannya tetap saja tidak ketemu, dan saya masih melihat banyak sekali KOMA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun