Mohon tunggu...
Hery Sinaga
Hery Sinaga Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil

-Penulis konten -saat ini sedang suka-sukanya menggeluti public speaking -Sedang menyelesaikan buku motivasi -karya novel : Keluargaku Rumahku (lagi pengajuan ke penerbit)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sebuah Tanya, Sudah Sampai Mana?

23 September 2023   13:21 Diperbarui: 24 September 2023   07:31 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: sepositif.com

Sudah Sampai Mana ? 

Dalam diam, kita pasti pernah merenung dan berefleksi, ini kah aku yang aku impikan sejak aku bisa untuk berpikir? Atau jangan-jangan kita saat ini adalah bukan seperti yang kita inginkan. Kita ada dijalan yang salah untuk menuju kepada apa yang seharusnya kita capai.

Sementara kita melihat disekeliling kita, orang-orang yang kita kenal dan sahabat kita sejak dibangku sekolah, sudah ada di puncak kesuksesan sebagaimana orang banyak inginkan. Ada yang sudah begini, ada yang sudah begitu. Sepertinya kehidupan mereka sudah paripurna dalam segala pencapaian. Sementara kita, sudah sampai mana?

Pertanyaan sudah sampai mana itu, menjadi bom waktu bagi kita untuk terus bergerak begitu cepat, menggelinding, agar bisa sampai pada puncak kesuksesan seperti orang-orang yang sudah lebih dahulu mencapainya. Sampai akhirnya kita lupa pada makna dan hakekat hidup yang sebenarnya.

Kadang kita gusar dengan pertanyaan-pertanyaan sudah sampai mana kamu saat ini. Seakan dunia ini memaksa setiap orang itu harus sama pencapaiannya dalam kehidupan ini. Sukses orang lain adalah barometer kesuksesan kita juga. Padahal itu adalah prinsip yang salah. Yang ada kita akan menjadi sengsara ketika kita menjadikan kesuksesan orang lain menjadi tolok ukur yang sama bagi kita.

Secara tidak sadar, kita memuji mereka dengan berkata mereka itu hebat dan mantap ya, mereka punya jabatan, punya rumah mewah, punya mobil mewah, punya keluarga yang bahagia, punya ini, punya itu, punya segalanya. Lalu muncullah sikap menafikan apa yang ada pada kita.

Kita menganggap dalam keadaan kita saat itu, kita tidak ada apa-apanya. Belum ada sesuatu yang bisa dibanggakan dibandingkan mereka yang sudah pada posisi itu. Karena kita masih sebagai karyawan bawahan, penghasilan masih pas-pasan untuk membiayai hidup bulanan.

Secara gak sadar, kita sudah menafikan apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita. Itu adalah sesuatu bentuk rasa tidak bersyukur atas apa yang kita miliki. Kita selalu melihat ke atas, namun lupa melihat ke bawah, kalau masih banyak orang yang lebih susah dari kehidupan kita.

Kita masih bisa makan, masih bisa beraktivitas, masih bisa bergerak, masih bisa menghirup udara segar secara gratis. Sementara di luar sana, masih banyak orang yang sedang berjuang keluar dari kesusahannya, keterpurukannya dan segala jenis penderitaan berat yang di alaminya.

Apakah kita masih pantas melontarkan pertanyaan sudah sampai mana kita saat ini dan selalu memberikan jawaban yang masih kurang puas dengan siapa kita saat ini juga?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun