Freelancer dalam dunia fotografi atau biasa disebut fotografer baik pro maupun amatiran merupakan profesi yang punya daya tarik bagi generasi milenial.
Bagaimana tidak, selain dikatakan sebagai hobi, jadi seorang fotografer atau mencintai dunia fotografi bisa mendatangkan penghasilan yang bisa dikatakan cukup lumayan bila dibandingkan dengan gaji yang diterima oleh pekerja kantoran.
Hal ini senada dengan apa yang disebutkan dalam rencana strategis Badan Ekonomi Kreatif Tahun 2015-2019, bahwa perkembangan sub sektor fotografi yang cukup pesat tak lepas dari banyaknya generasi muda yang sangat antusias belajar fotografi.
Tak sedikit pula dari mereka yang kemudian memutuskan terjun di bidang ini sebagai profesional dan masyarakat pun memberikan apresiasi yang positif terhadap dunia fotografi.
Bercerita tentang dunia fotografi, salah seorang teman saya adalah pelaku dalam dunia fotografi yang memutuskan menjadi fotografer sejak tahun 2015 hingga sekarang.
Simon, adalah teman saya yang sudah menjalani dunia fotografi selama 6 tahun dari tahun 2015. Berawal dari hobinya yang suka jeprat jepret ketika bekerja sebagai fasilitator kabupaten program PNPM di Kabupaten Samosir selama 4 tahun, adalah bekal dia terjun dalam dunia fotografi.
Karena merasa sudah jenuh dengan pekerjaannya sebagai fasilitator, akhirnya dia memutuskan untuk resign dari pekerjaannya dan mulai menekuni dengan serius dunia fotografi.
Berbekal kamera dslr yang punya, dia bergabung dengan teman-temannya yang sudah lebih dahulu terjun dalam dunia fotografi. Berawal dari bergabung dalam komunitas sesama fotografer baik amatir maupun pro, akhirnya simon memiliki banyak teman yang punya sama hobi dan pekerjaan sebagai fotografer.
Jaringan pertemanan yang dia miliki, yang awalnya berasal dari seorang temannya, akhirnya membuat dia semakin berjejaring dalam industri kreatif. Bermarkas di "Hello Toba" menjadi wadah bagi mereka sesama komunitas, untuk bertukar ide, pikiran dan saling berbagi pekerjaan untuk digarap bersama-sama sesuai dengan keahlian masing-masing.
Hanya selama 1 tahun kurang kalau tidak salah, dia menggeluti dan mempelajari teknik-teknik fotografi secara profesional, hingga akhirnya berbuah hasil dengan pekerjaan yang mendatangkan bayaran mulai dari tarif 1 juta hingga 5 juta, dan bahkan ada yang bertarif hingga 10 juta keatas.
Seiring berjalan waktu, setelah beberapa tahun menggeluti dunia industri kreatif, dia bersama rekan-rekannya mulai merambah tidak hanya sebatas fotografi, namun memperluas kepada pekerjaan pembuatan film dokumenter dan liputan-liputan baik projek dari pemerintah maupun dari pihak swasta.
Jaringan komunitas yang semakin luas, akhirnya mendatangkan banyak job atau project foto mulai dari foto katalog room hotel, maupun pembuatan film dokumenter maupun liputan budaya dan daerah wisata dengan tarif bayaran yang bervariasi.
Sebagai seorang freelancer fotografer dalam dunia industri kreatif, Simon mendapatkan penghasilan yang cukup lumayan. Dalam satu bulan, dia harus berangkat ke berbagai daerah untuk sebuah project foto maupun video dokumenter tentunya mendatangkan cuan atau uang.
Dalam satu bulan, Simon bisa mendapatkan 3 atau 4 project foto maupun pembuatan liputan daerah wisata maupun film dokumenter. Bukan semata-mata karena usahanya dan kualitas keprofesionalannya, namun berkat jaringan pertemanannya yang sudah menggurita di seantero wilayah Kawasan Danau Toba.
Dan bahkan sudah ada stempel, kalau ada pihak pemerintah atau swasta yang ingin menyelenggarakan event atau liputan seputar danau toba, simon dan rekan-rekannya adalah orang yang selalu dipilih untuk menggarapnya.
Terakhir simon dan rekan-rekannya menggarap "Festival Tenun Nusantara" sebuah event budaya di Kabupaten Tapanuli Utara, project dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ini juga berkat jaringan pertemanan di Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, di mana pejabat di Kemendikbud yang menangani kegiatan ini adalah teman dari teman nya Simon yang dipercayakan untuk menggarap festival tenun ini.
Dalam event ini, Simon sebagai bagian dari tim memiliki pekerjaan menangani video dan dokumentasi untuk keperluan promosi kepada masyarakat. Selama 2 minggu persiapan yang mereka kerjakan, Festival Tenun Nusantara terselenggara dengan baik dan mendatangkan antusiasme dari masyarakat lokal maupun luar kabupaten.
Namun sejak pandemi, mereka mengalami paceklik project foto, video liputan, dokumenter. Memaksa mereka berhemat  dan mengirit keuangan untuk kebutuhan sehari-hari menunggu situasi normal kembali.
Namun Tuhan masih baik pada Simon, berkat jaringan pertemanan yang sudah dia bangun, dia mendapat email dari seorang teman yang menawarkan project liputan ibadah virtual selama masa pandemi.
Dia pun menerima tawaran itu, dan bersama 2 orang temannya mereka menggarap liputan ibadah virtual yang ditayangkan melalui stasiun Nusantara TV. Tarif yang mereka dapatkan juga cukup lumayan sekitar 4 jutaan untuk 1 kali liputan setiap minggu.
Sudah berlangsung selama 8 bulan sejak pandemi covid-19, project pembuatan video ibadah virtual masih berlangsung hingga sekarang. Dan Puji Tuhan, Simon dan teman-temannya masih punya penghasilan yang fotografer lain belum tentu mendapatkan di masa pandemi yang masih paceklik event atau pesta secara besar-besaran.
Bagi kalian yang bergelut di Industri kreatif atau berprofesi sebagai fotografer, bisa memahami pentingnya sebuah membangun jaringan pertemanan untuk menjadi jalan mendatangkan cuan seperti apa yang dilakukan dan dirasakan oleh Simon pentingnya membangun Network atau jaringan pertemanan yang menggurita untuk mendatangkan cuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H