ramadan sudah melewati hari ketujuh dengan berbagai dinamika disetiap harinya. Apalagi penulis yang berprofesi sebagai guru banyak hal yang harus dikerjakan dan diselesaikan di tengah kondisi berpuasa. Sejenak kita lupakan ragam makanan khas yang ada di bulan ramadan. Setelah beberapa hari penulis membuat berbagai catatan pemburu takjil kini coba menulis fenomena tawuran yang terjadi dalam bulan ramadan.
Tanpa terasaSebagai guru tentunya sangat menyesalkan kejadian tawuran yang selalu menghiasi malam-malam dibulan ramadan. Seolah peringatan dari pihak yang berwajib tidak pernah digubris atau dihiraukan. Padahal pihak kepolisian selalu memberikan himbauan kepada setiap warganya untuk tidak terlibat tawuran karena akan diberikan tindakan tegas. Salah satu hukumannya adalah bagi anak dibawah umur yang terlibat tawuran maka tidak akan dikembalikan ke orang tuanya sampai idul fitri.
Tentunya ancaman ini bukan main-main, karena pihak kepolisian sudah terbukti menangkap anak dibawah umur karena terlibat. Lalu pertanyaannya mengapa kejadian tawuran makin sering terjadi bahkan memakan korban. Terlebih yang membuat penulis sedih korban tersebut masih berstatus sebagai pelajar.
Apa penyebabnya tawuran justru semakin marak di bulan ramadan. Padahal kita tahu bulan ini merupakan bulan yang penuh berkah. Kita seharusnya mengisi bulan ramadan ini dengan aktivitas yang bermanfaat dan menambah pahala tetapi justru menodai kesucian bulan ramadan ini dengan tawuran. Seolah sudah menjadi tradisi secara turun menurun bulan ramadan dijadikan ajang untuk tawuran.
Bulan ramadan sebenarnya tidak ada kaitannya dengan tawuran. Tetapi kejadian tawuran itu di bulan ramadan memang dibulan ini banyak sekali hari libur sehingga ini yang digunakan mereka untuk tawuran. Selanjutnya energi anak-anak dibawah umur setelah melakukan buka puasa harus tersalurkan dengan baik dengan melakukan berbagai aktivitas yang bermanfaat bukan dengan tawuran.
Rivalitas antar daerah menjadi alasan utama terjadinya tawuran seolah mereka ingin menunjukan bahwa daerah atau sekolahnya itu terbaik. Hanya saja cara yang dilakukan kurang tepat. Selain itu rendahnya pengawasan orang tua menjadi faktor yang sangat penting. Orang tua memperdulikan keberadaan anaknya. Seolah sudah lelah dengan berbagai macam aktivitas dipagi hingga sore sehingga pengawasan terhadap anaknya menjadi masa bodo. Padahal ketika anaknya ditahan atau menjadi korban dari tawuran tersebut orang tua juga yang dibikin repot.
Tawuran harus menjadi musuh bersama baik pihak kepolisian, masyarakat dan tentunya pihak sekolah. Kita ubah pandangan bahwa tradisi setiap bulan ramadan itu sudah menjadi hal yang biasa terjadinya tawuran. Ramadan bukan bulan tawuran mari kita hiasi bulan ramadan ini dengan aktivitas yang bermanfaat bukan dengan tawuran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H