Mohon tunggu...
Hery Prasetyo
Hery Prasetyo Mohon Tunggu... -

hidup tdk perlu "neko-neko", walo katrok nekad nimbrung di kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tarzan yang Sakit dan Lupa Ingatan

29 Juni 2011   06:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:05 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bukan karena "basic" sekolah saya dibidang kehutanan kalau tulisan ini berjudul demikian juga bukan pula hendak mengupas kepiawaian Tarsan-nya Srimulat dalam berolah tawa. Tarzan, di dalam legenda yang berkembang, hanyalah tokoh fiktif anak manusia yang dipelihara dan dibesarkan oleh srigala di dalam hingar bingar dan culture komunitas hutan. Sedangkan untuk Tarsan-nya Srimulat adalah tokoh lawak beneran yang tentunya dipelihara dan dibesarkan oleh Bapak dan Ibunya sendiri (rak yo demikian toh).

Tulisan ini hanya ingin membuat komparatif tentang keahlian Tarzan dalam bergelantungan dengan kondisi tingkah para "elite" koruptor di negeri ini.

Kesepadanan pokok antara tingkah Tarzan dengan para "terlibat" korupsi adalah mereka sama-sama pinter bergelantung, Tarzan bergelantung pada belantara akar/rotan diantara pepohonan hutan, sedangkan para "terlibat" juga sangat piawai bergelantung pada "belantara" dana-dana yang semestinya bukan haknya diantara keprihatinan masyarakat. Lhaa... sama toh. Mereka juga sama-sama ahli berakrobat, bergelantung kemudian lepas tangan sambil "nyaut" yang lain.

Auuuooooo......... demikian lantang teriakan Tarzan yang barangkali bagi awam teriakan itu tanpa makna, demikian halnya para "terlibat" sangat pinter teriak "akuuuuuu bersih lhoooooooooo" awam juga nggak ngerti makna teriakan ini. Tetapi ada sedikit yang berbeda, teriakan Tarzan membuat para satwa hutan rame-rame datang untuk "takzim", sedangkan teriakan pata "terlibat" membuat para pengacara dan temen2 satu partai berebut omong membelanya. Beda yang lain, kalau teriakan Tarzan dari hari kehari cenderung mempunyai intonasi dan "power" konstan (maklum dalam iklan-iklan yang ada Tarzan sukanya permen beraroma menthol), kalau teriakan para "terlibat" kian hari kian melemah dengan intonasi yang semakin "fals" sejalan dengan ditemukannya bukti-bukti keterlibatannya oleh bapak-bapak penyidik.

Entah karena keterbatasan ukuran atau entah karena kekurangan bahan/kain sehingga tokoh Tarzan selalu digambarkan dengan busana yang minim dan "kumel" dengan demikian kesan yang tertangkap bahwa sosok Tarsan adalah mahluk yang nggak punya malu. Nahhhhhh.... Disinilah persamaan lain, rasa malu para "terlibat" korupsi juga sudah menjadi tipis, betapa tidak diantara bencana kelaparan (busung lapar), kekeringan, kemahalan harga sembako, kelangkaan BBM dan energi listrik beliau-beliau masih sempat menikmati "lumbung pangan" yang melimpah, hebatnya beliau-beliau itu kalau diperiksa selalu dalam busana yang "style" jas, dasi dan berkopiah yang necis, lain toh dengan Tarzan yang dekil.

Jika Tarzan sakit biasanya cukup makan daun-daunan yang tersedia di rimba raya yang berkasiat sebagai obat tanpa perlu opname dengan "nangkring" seharian di atas pohon, nah kalau para "terlibat" korupsi justru sakit atau tidak sakit lebih senang "nangkring" opname di rumah sakit yang mahal dan kamarnya mewah lagi, kalo perlu berobat ke Singapura yang konon pengobatannya lebih canggih. Nah kalau sudah demikian "si sakit" terus nunjuk juru bicara untuk sekedar mengklarifikasi parahnya penyakit yang diderita (batuk-batuk, berat badannya turun 18 kg dalam 10 hari, lupa ingatan dll), yang biasanya disertai penjelasan-penjelasan medis yang memang sulit dicerna awam. Tarzan nggak pernah lho punya juru bicara.

Sebagimana kisah-kisah yang sering disaksikan, Paklik Tarzan lebih sering digambarkan sebagai sosok yang asupan gizinya diperoleh dari flora-flora hutan. Rasanya jarang kita lihat di film-film Paklik Tazan ini sedang mbakar menjangan, lutung atau macan (walaupun konon katanya daging macan mempunyai khasiat yang josss bagi kaum pria), kesimpulannya Tarzan lebih cenderung ke mahluk herbivora. Sebaliknya para elite "terlibat" korupsi tersebut dapat disimpulkan sebagai mahluk ommnivora, karena tampak-tampaknya beliau-beliau itu "pemakan segala"/"opo-opo kerso" (rupiah ya mau, dollar opo maneh).

"Legenda" antara Tarzan dan para "terlibat" ternyata juga mempunyai ending yang sama yaitu sama-sama dikrangkeng, bedanya kalau Tarzan dikrangkeng pemburu (biasanya begitu toh kisahnya) sedangkan para "terlibat dikrangkeng pak Hakim, yang membedakan kalau Tarzan tidak ada yang bezuk sedangkan kalau para "terlibat" banyak dijenguk para kerabat, dokter pribadi, pejabat dan tentunya para penasehat hukumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun